Sebutir Telur

1.8K 342 4
                                    

"Kamu kenapa to, Nduk?" tanya si ibu, pada anak perempuannya yang tak berhenti menangis dan meronta di pangkuan. Mereka duduk tepat di depan bangku Mamat.

"Masuk angin mungkin, Dek. Sini Mas gosokin perutnya sama minyak telon!" Suaminya berinisiatif, sembari memegangi sebuah botol kecil bergambar wajah bayi sedang tersenyum.

"Bukan masuk angin kayaknya, Mas. Barusan sudah kukasih minyak telon, kok. Kalau kebanyakan entar malah panas," ujar si isteri. Dia merasa tak enak pada penumpang lain, yang mungkin terganggu dengan tangisan keras anaknya.

Drruurrudut ... druudut ... druruuut ....

Beberapa ratus meter perjalanan, kejadian yang sama terulang kembali. Tepat di tengah tanjakan mesin mobil lagi-lagi mati. Badan mobil merosot mundur dengan cepat hingga keluar dari jalur. Sesuatu yang tak diinginkan pun terjadi.

Braaakk! Bruuukk!

Semua penumpang mobil sontak menjerit histeris. Guncangan serta benturan tak bisa dihindari. Bemper belakang mobil menimpa sebuah pohon enau raksasa, yang tumbuh di tepi jurang. Dapat dibayangkan kalau tidak ada pohon enau di situ. Keadaan pasti akan lebih parah.

"Astagfirullohal adziim, kenapa lagi ini, Pir?" keluh ibu berkerudung merah.

Penumpang lain pun ikut bergumam, menggerutu.

"Maaf, maaf! Saya juga tak mengerti kenapa bisa begini," jawab Pak supir, dengan wajah pias.

Pak Supir dan keneknya kembali keluar dari mobil. Ban belakang ternyata amblas. Semua penumpang diminta keluar, untuk bisa membebaskan ban mobil. Mamat beserta para penumpang perempuan, menunggu di sisi jalan.

"Mintaaa ... mintaaa ...!" Lirih si nenek aneh bergigi hitam lagi pada Mamat. Seperti tadi kedua tangan perempuan tua itu menadah. Tentu saja hanya Mamat yang bisa melihat kehadirannya.

Mamat menelan ludah cekat. Menghindar menatap makhluk astral di sampingnya. Pura-pura sibuk memerhatikan orang-orang yang sedang mendorong mobil.

"Opo lagi toh, Nduk? Jangan bikin ibu bingung!" Ibu dari balita perempuan terlihat gusar, tidak berhasil mendiamkan anaknya yang meronta dan menangis tak jelas.

"Mintaaa ... mintaaa ...!" Nenek siluman berbisik-bisik lagi. Dia masih enggan beranjak dari sisi Mamat. Bocah lelaki itu merasa sedang diteror.

"Kakak punya permen nih, buat kamu." Seorang gadis berjaket hijau, mengangsurkan beberapa bungkus permen untuk Mamat.

"Makasih, Kak," ucap Mamat, mengangguk sopan. Lima bungkus permen rasa buah diterimanya.

"Mintaaa ... mintaaa ...!" Nenek siluman terus mengganggu.

Tanpa menoleh, tiga bungkus permen rasa buah dilemparkan Mamat ke telapak tangannya. Barangkali kalau dikasih permen si nenek bisa diam, pikirnya. Dua permen cukup untuk Mamat.

Plukk!

"Hmmfpt!" Mamat tersentak kaget.

Ketiga permen langsung dilempar balik ke wajah bocah lelaki itu, hingga jatuh berserakan di bawah kakinya. Si nenek siluman menolak permen pemberian Mamat.

"Eh, kok permennya dibikin mainan, sih? Makanan tak boleh dilempar-lempar, Dek," tegur gadis berjaket hijau, yang tadi.

"Maaf, Kak, tak sengaja," jawab Mamat salah tingkah. Dipungutinya lagi permen yang terjatuh.

"Minta telur, minta telur, minta telur!" bisik nenek siluman lagi berulang-ulang dengan mulut mencucu.

Tangan Mamat menggaruk-garuk kepala, kebingungan. Ternyata si nenek menginginkan telur. Pantas dikasih permen langsung dilempar. Tapi, Mamat tak punya telur.

Para lelaki berhasil membebaskan ban mobil yang amblas. Gerimis tiba-tiba turun. Penumpang perempuan dan anak-anak disuruh masuk ke dalam mobil oleh Pak supir.

Perjalanan yang melelahkan. Penumpang lelaki kembali harus mengeluarkan tenaga untuk mendorong mobil. Pak supir duduk di depan kemudi, berusaha menghidupkan mesin.

Pada pojok bangku belakang, raut wajah Mamat tampak tertekan. Sosok nenek siluman tidak mau berhenti mengganggunya.

"Mintaaa ... minta telur, Cu!" ujarnya terus berulang-ulang.

Bocah lelaki itu memalingkan wajah. Dia mulai ketakutan pada tingkah nenek jadi-jadian. Lalu berusaha mengalihkan perhatian pada Ipan dan Ali yang ikut mendorong di belakang mobil. Dari kaca belakang, Mamat bisa leluasa melihat mereka.

Di bawah rinai gerimis, semua penumpang lelaki tampak susah payah mengerahkan tenaga, tetapi mobil hanya bergerak sedikit. Mata Mamat kemudian membulat, menyaksikan sesuatu yang ada di belakang mobil.

Astaga, pohon enau raksasa itu!

Jika mata orang lain melihatnya sebagai pohon enau biasa. Namun, sangat berbeda dengan yang Mamat lihat. Pohon enau itu serupa makhluk raksasa berbulu hitam lebat, mirip gorila. Matanya merah menyala. Kedua lengannya yang besar dan lebih panjang dari kaki, sedang menahan gerak maju mobil.

"Telur! Adakah yang bawa telur?!" cicit Mamat gugup, sembari berpaling ke arah beberapa penumpang perempuan, yang duduk di depannya.

"Telur? Kau laparkah, Nak? Acil cuma punya roti," tawar ibu yang berkerudung merah. Dia lalu mengorek-ngorek isi tasnya.

"Kalau cokelat mau, Dek?" tanya gadis berjaket hijau.

Mamat menggeleng-geleng pelan. "Ulun mau telur."

"Aku ada telur, tapi telur asin. Kamu mau?" timpal ibunya balita perempuan.

"Mau," sahut Mamat cepat.

"Tinggal satu. Untung masih ada. Kamu suka telur, ya? Sama, Dedeknya juga suka telur," ujarnya sambil susah payah memegangi anaknya yang tak bisa tenang. Sebutir telur asin kemudian diserahkan kepada Mamat.

"Kok, berani bawa-bawa telur, Mbak?" tanya ibu kerudung merah.

"Emang kenapa, Buk?" tanya ibunya balita.

"Kami orang Kalimantan, punya kepercayaan, Mbak. Selama perjalanan kalau bawa telur atau ketan, akan ada saja halangan di jalan," ucapnya sedikit sinis. Tampaknya dia curiga, pada penyebab mobil mogok berkali-kali.

"Oh, begitu? Maaf, Buk. Saya sama suami baru merantau dari Jawa. Jadi gak ngerti soal itu," desis ibunya bocah, dengan nada bersalah.

Mereka masih membicarakan masalah telur. Sedang Mamat diam-diam membuka kaca mobil di sampingnya. Si nenek astral masih menunggu dengan senyum aneh.

"Khiiiiiihihihi...." Nenek siluman terkikik senang, menerima telur yang dilempar Mamat. Tubuhnya langsung melesat terbang lalu menghilang dalam kegelapan. Namun, ringkik tawanya berhasil membuat semua orang terhenyak ketakutan.

"Apaan tuh, tadi?!" pekik gadis berjaket hijau, merapatkan tubuh pada ibu kerudung merah.

Ibu dari balita langsung merengkuh tubuh anaknya, dengan wajah pucat pasi.

Brrumm ... brrumm ....

Tanpa disangka, mesin mobil tiba-tiba menderum nyaring. Semua penumpang yang ada di luar, tergesa masuk ke dalam mobil. Pak supir langsung tancap gas.

"Astagfirullohal adzim ..., laa illaha illallah ...." Pak Haji terus mengucapkan dzikir.

Wajah-wajah mereka tampak tegang. Tidak ada lagi yang bicara. Suara tawa nenek siluman yang sangat jelas, membuat mereka semua sadar, jika makhluk tak kasat mata ada di sekitar.

Si balita perempuan yang sebelumnya gelisah, kini malah terlihat lebih tenang dalam pelukan ibunya. Dia mulai memejamkan mata, terkantuk-kantuk. Mamat mengembuskan napas lega, nenek aneh sudah berhenti mengganggunya. Ternyata perjalanan mereka diganggu hanya gara-gara sebutir telur yang ada dalam mobil.

To be continued....

SUSURWhere stories live. Discover now