C'est Difficile Pour Moi de Comprendre

Start from the beginning
                                    

Gaël terdiam. Dia hanya mengusap-usap dagu dengan resah.

"Pardon, aku udah lapar banget. Aku tetap pelanggan Boulangerie Arnaud,"ucap Regi setelah mereka terdiam beberapa saat.

"Lupakan," ucap Gael berusaha terdengar cuek. Namun, Regi melihat ada kekecewaan di situ.

"Kamu mau ke mana?" tanya Regi berusaha mengalihkan kekakuan.

"Tadi habis ketemu Léa."

Regi menelan ludah. Ada rasa cemburu yang membakar dada saat mendengar Gaël mengucapkan nama perempuan lain.

"Dia mantan yang aku ceritain. Dia lagi ada di Paris sejak dua minggu lalu," lanjut Gaël.

"Kalian nge-date lagi?"

"Kamu peduli sama siapa aku berkencan?" tanya Gaël seraya mengerutkan alis.

Regi mengangkat bahu. Sialan! Pertanyaanya terlalu frontal. Melihat keakraban antara kedua saat keluar dari metro, pikiran kalau Gaël  kembali berpacaran bermain-main dalam benaknya. Apa mungkin mantannya itu datang untuk merayakan Valentine's Day bersama Gaël? Perempuan secantik itu saja bisa putus dengan Gaël, apalah arti dirinya.

"Pengin tahu aja," ucap Regi singkat.

"Kenapa?" desak Gaël.

Regi menatap mata pria itu. Raut wajahnya tanpa ekspresi. Tidak ada kerlipan hangat yang kemarin sering muncul ketika mereka sedang mengobrol.

"Yah, ka-karena.... " Regi tergagap.

Regi benci dengan pernyataan mereka sekadar teman. Di ujung lidah dia sudah ingin melontarkan kalimat kalau dirinya sudah menganggap Gaël lebih dari seorang teman. Teringat ucapan Maya soal kebiasaan pria Prancis kalau membawa perempuan ke aparteman artinya sudah dianggap spesial. Di sisi lain, dia khawatir. Gaël pria yang pikirannya sulit ditebak. Rasanya malu kalau dibilang lebih dari sekadar teman tetapi Gaël tetapi tidak punya perasaan yang sama.

"Karena, yah, kamu tahu sendiri kan?" Hanya itu yang bisa Regi katakan.

"Non (tidak), aku enggak tahu," tukas Gaël dengan suara tengil.

Regi menghentakan kaki dengan sebal. Dasar Gaël benar-benar tidak sensitif.

"Regi, aku enggak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran kamu. Kamu harus bilang!" tekan Gaël dengan tegas. Tangannya mengetuk-ngetuk kening dengan raut masam.

Regi mengigit bibir dengan gelisah. Dia masih sulit mengungkapkan secara terbuka perasaannya. Dia butuh  pria itu menunjukan perasaannya juga. 

"Ka-karena kita teman, jadi yah, bo-boleh kan aku tahu kamu kencan atau enggak," ucap Regi gugup. Sialan! Kenapa, kalimat 'teman' yang malah keluar dari mulutnya?  Regi menundukan kepala, mengutuki kebodohannya.

Kali ini giliran Gaël yang terdiam. Pria itu menatap lurus-lurus, tanpa Regi sadari ada kerlipan kecewa yang terpancar di matanya tetapi dengan cepat  berubah.

"D'accord. Karena teman," gumam Gaël.

"Yah, karena itu. Jadi kalian berkencan?" Regi mulai panas melihat reaksi Gaël macam krupuk melempem.

"Mantan. Kami tidak berkencan," jawab Gaël singkat. "Puas?" tanya Gaël yang mendadak terdengar ketus.

"Aku cuma tanya. Kamu enggak perlu judes kayak gitu," balas Regi enggak kalah ketus. "Aku duluan ya," pamit Regi. 

Atmostif terasa menyesakan. Semakin mereka mengobrol, semakin panas keadaan. Ada banyak kata yang memenuhi benak tetapi begitu sulit untuk diungkapkan. Apa pun kalimat yang keluar dari mulut  Regi  ditanggapi secara salah oleh Gaël.

Love Rendezvous in Paris (Completed)Where stories live. Discover now