16 :: Terlupakan

Mulai dari awal
                                    

“Oke.” Prita masuk ke kelas dan Dewa melanjutkan langkahnya sambil memasukkan kembali buku catatan itu ke dalam tas.

Dewa pikir dugaan Prita benar makanya dia tenang-tenang saja selama jam palajaran, sayangnya ketika Dewa mencoba mencari pemilik buku itu di siang harinya lewat database sekolah yang ia akses dari ruang osis, ia tetap tak menemukannya. Nama Quratuain Nahaira tidak terdaftar di kelas manapun. Berapa kali pun Dewa mencarinya, nama itu tetap tidak ada.

Lantas ketika dia bertemu Prita keesokan harinya di kantin sekolah, dia menceritakan kejadian aneh itu. Tentang buku catatan yang tiba-tiba ada di kamarnya serta nama pemilik buku catatan yang misterius.

“Masa nggak ada Dew? Kamu udah cek ulang?” Prita sama tidak percayanya.

“Beneran Ta, aku udah cek beberapa kali.”

“Ih, kok aneh? Apa itu nama samaran ya.”

“Tapi masa dia namain buku catatan pakai nama samaran? Mana itu buku catatan Fisika, jadi kayanya nggak mungkin.”

“Iya juga sih, tapi aneh aja.” Prita tiba-tiba bergidik lalu memeluk dirinya sendiri. “Jadi merinding aku,” ujarnya sambil memasang wajah ngeri.

Sementara Dewa sibuk membuka lembar demi lembar buku catatan itu. Berharap dia menemukan sedikit petunjuk, tapi buku itu tampak seperti buku catatan biasanya. Hanya berisi materi pelajaran. Tulisannya pun tidak ada yang mencurigakan, kecuali satu nama yang ditulis kecil di bagian bawah pada sebuah halaman.

Dewa mengerutkan kening saat membaca nama itu.

Bastian?

“Woy Cil!” Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Dewa dan Prita. Refleks Dewa mengangkat wajah dari buku dan menatap si pemilik suara, sementara Prita sudah memasang ekspresi dongkol.

“Kok cuma makan itu Cil?” tanya Erwin melirik nampan makanan Prita. Lelaki pemilik senyum manis itu duduk di sebelah Prita tanpa permisi. Lalu Naim dan Bastian ikut bergabung memenuhi meja mereka.

“Nih, makan yang banyak biar badan lo gede!” Erwin memindahkan sebuah sosis dari piringnya ke piring Prita.

“Ih, apaan sih kamu! Aku udah kenyang jangan nambah-nambahin makanan ke piring aku.” Prita menatapnya galak, tapi Erwin sama sekali tidak takut. Dia selalu menganggap Prita lucu jika sedang kesal begitu.

Mengabaikan Erwin dan Prita yang masih berdebat soal sosis, Bastian melirik Dewa dan buku catatannya bergantian. “Gue pernah denger lo anaknya emang rajin, tapi gue nggak nyangka lo sampai belajar di waktu istirahat gini, di tengah suasana kantin yang ramai pula.”

Perkataan Bastian berhasil merebut atensi Dewa. Kemudian saat ia melirik Bastian, dia jadi teringat lagi soal nama lelaki itu yang tertulis di buku catatan.

“Gue nggak lagi belajar.” Dewa mengangkat buku catatannya. “Lo kenal sama yang punya buku ini?” tanyanya

“Hah?” Bastian urung menyuapkan sendok makanan ke mulutnya. “Itu buku apaan?”

“Catatan fisika.”

“Punya siapa?”

“Quratuain Nahaira.”

“Ku apa?” Bastian bereaksi tak jauh beda seperti Prita. Apa nama Quratuain seaneh itu di telinga mereka?

“Quratuain Nahaira.”

“Nggak kenal,” timpal Bastian sekenanya lalu ia menyuapkan satu sendok nasi ke dalam mulut dan mengunyahnya penuh khidmat.

“Tapi dia kanya kenal sama lo.” Dewa meletakan kembali buku catatan itu di atas meja dengan keadaan terbuka, lalu dia menggesernya ke arah Bastian dan menunjuk sebuah tulisan tangan yang membentuk nama lelaki itu.

Make Your Dream Project [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang