29 •• PELAMPIASAN

68 21 8
                                    

"Kalian lihat itu? Langitnya semakin gelap," lirih Beval yang kemudian juga menghentikan langkah kakinya.

Setelah Shaga mulai bisa menenangkan dirinya. Empat remaja itu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka keluar dari gedung rumah sakit.

"Tadi Theo sempat memberitahuku, kalau dia melihat sebuah jam dinding yang jarum pendeknya tidak bergerak sama sekali. Dan setelah itu aku juga sadar jika memang langit tidak berubah warna sejak kita sampai di sini. Tapi, mengapa sekarang tiba-tiba seperti ini?" Shaga lantas menarik Kallen agar lebih mendekat.

"Kall, soal foto itu?"

Mendengar namanya dipanggil, Kallen lantas menatap Yale sembari mengerutkan dahinya sekilas. "Ah, iya!" serunya kemudian.

"Apa?"

"Aku dan Yale sempat menemukan sebuah foto keluarga yang dua anak di dalam foto itu sangat mirip dengan aku dan Blossom. Setelah itu, kami memutuskan untuk berlari keluar dan tidak sengaja menemukan sebuah anak panah di perjalanan." Kallen menarik napas sejenak. "Yale memintaku untuk mencoba menancapkan anak panah itu ke pohon tempat kita beristirahat. Namun, sesaat setelahnya, perempuan yang sangat mirip dengan adikku itu tiba-tiba muncul dan menarik paksa anak panah itu dari pohon."

"Aku tidak tahu dia melakukan hal itu karena alasan apa. Tapi, kami melihat ekspresinya berubah menakutkan setelah Kallen menyebutkan nama pemilik anak panah itu. Apa perubahan warna langit ini juga ada hubungannya?"

"Foto? Foto seperti apa?" tanya Beval sembari menatap Kallen dengan penasaran.

"Dari pakaiannya sepertinya semacam keluarga kerajaan."

Shaga lantas menyipitkan mata. "Keluarga besarmu?"

"Bukan. Orang tuaku tidak pernah bercerita tentang hal seperti itu. Lagi pula, Kakek dan Nenekku tidak memiliki garis keturunan bangsawan sama sekali."

"Kall, apa lebih baik kita coba datang ke tempat yang tadi?"

"Kau yakin, Yal? Maksudku, jika tiba-tiba perempuan itu melakukan hal di luar perkiraan kita, bagaimana?"

Shaga dan Beval yang tidak tahu maksud dari percakapan itu hanya memilih untuk diam.

"Tapi, apa kau tidak penasaran mengapa dia bisa tiba-tiba berubah sangat menakutkan hanya karena sebuah anak panah dan nama seseorang?" Yale lantas menatap Shaga yang sedang sibuk mengedarkan pandangan. "Shaga, menurutmu bagaimana?"

"Jika memang menurutmu itu bisa menjadi pembuka jalan untuk kita kembali, silakan saja. Tapi, kau juga harus memikirkan keselamatan kita bersama. Aku tidak mau nantinya salah satu dari kita malah terluka."

"Shaga benar. Meski aku masih setengah percaya dengan ini semua, tapi perempuan itu memang memiliki kekuatan yang tidak ada pada manusia. Kita juga tidak tahu alasan perempuan itu membawa kita semua ke sini, kan? Jadi, akan lebih baik jika kita berhati-hati."

Ucapan Beval itu mendapat anggukkan dari yang lainnya. Namun, Kallen yang mengingat sesuatu lantas menyeletuk. "Selama kalian sendirian, apa tidak pernah teringat tentang masa lalu yang kelam?"

"Oh, iya. Aku sampai lupa mau menanyakan hal ini," tambah Yale kemudian.

Shaga dan Beval serempak mengangguk. Mereka juga saling tatap sejenak. Hingga akhirnya Beval memberi instruksi lewat gerakan dagu agar Shaga bercerita terlebih dahulu.

"Aku diingatkan kembali dengan masa kecilku yang kurang menyenangkan. Seperti ... aku sengaja dipaksa untuk mengulanginya hari ini agar tidak muncul dendam di kemudian hari."

"Benar. Aku juga seperti itu tadi."

Yale mengejapkan matanya sejenak sebelum memulai untuk berbicara. "Aku jadi mengingat sesuatu." Ia lantas menatap sahabatnya satu per satu. "Dua lagu di mini album pertama X1 kebetulan liriknya membahas tentang masa kecil kita yang kelam. Apa ini ada hubungannya? Terlebih lagi yang berkontribusi besar dalam penulisan lirik lagu itu Theo, dia juga selalu menggunakan buku catatan misterius itu, kan?"

IN MY BLOOD [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang