31. Sebuah Pelajaran

88 8 0
                                    

Axel membelokan stir mobilnya ke salah satu toko bunga. Dia memilih mawar merah karena melambangkan cinta. Selama ini Axel sadar kalau dia tidak mengetahui bunga apa yang Freya suka. Kenapa hal sekecil itu masih terlewatkan?

Dia rindu Freyanya. Ini sudah sebulan. Padahal sebulan yang lalu rasanya begitu indah ketika Freya akhirnya menerima lamarannya. Rasanya saat itu adalah saat yang paling membahagiakan bagi Axel.

Tidak ada hari yang dilewati Axel untuk mengunjungi Freya. Bahkan di hari paling lelahnya pun, dia harus mengunjungi Freya, karena itu semangatnya untuk menjalani kehidupan besoknya. Baginya, Freya seperti penyemangat dalam hidupnya.

Axel membuka pintu ruangan ICU tempat Freya di rawat. Sudah sebulan dirinya menunggu Freya membuka matanya. Tangisnya selalu pecah saat sudah mengajak kekasihnya itu berbicara.

"Aku mohon, Frey, buka mata kamu. Aku kangen." sambil sesegukan, Axel berusaha meminta pada kekasihnya itu. Dia selalu meminta, namun tidak pernah ada hasil. Dia yakin suatu hari nanti, Freya akan membuka matanya.

Axel bahkan tidak tahu kapan dirinya memejamkan matanya untuk tertidur. Karena tanpa sadar dia terbangun saat seseorang membuka pintu kamar rawat Freya. Cukup terkejut karena Freya membuka kedua matanya lalu tersenyum melihatnya.

Axel masih menunggu Dokter memeriksa keadaan Freya. Setelah sedikit memberi penjelasan tentang kondisi Freya, Axel kembali duduk di samping kekasihnya itu. Dia tidak tahu harus berkata apa.

"Makasih udah bangun, Frey." ucapnya sambil menangis.

Freya yang masih lemah hanya bisa mengangguk sambil tersenyum.

Setelah semua stabil, Freya akhirnya di pindahkan ke ruang perawatan. Semua kondisi Freya baik-baik saja kecuali kakinya yang memang belum mampu berjalan normal.

Axel buru-buru mengambil cuti untuk merawat Freya dan meminta kepercayaan kepada kedua orang tua Freya sehingga mereka tidak perlu khawatir.

"Kamu kenapa senyum-senyum terus?" tanya Freya saat Axel menyuapinya.

"Aku terlalu seneng ngeliat kamu bangun. Makasih karena udah bangun." jawab Axel. Lalu dia mengecup kening Freya.

Freya menatap balik Axel. Pandangan mata Axel yang menatapnya tulus membuat Freya jatuh cinta lagi. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana raut wajah Axel waktu mendengar bahwa dirinya kecelakaan dan mengalami koma, Axel pasti sangat tertekan.

"Kamu gak lupa kan?" tanya Axel.

"Lupa apa?"

"Kalo kamu akan jadi istri aku bulan depan."

Freya tersenyum. "Kamu yakin? Sekarang kondisi aku begini. Kamu gak malu?"

"Kamu gak inget apa yang pernah aku bilang waktu ngelamar kamu?" Freya terdiam. Axel mengelus puncak kepala Freya dengan lembut, "Selama kamu yang ada di sisi aku, apapun akan aku terjang. Selama ada kamu, aku pasti kuat."

Freya membentangkan kedua tangannya karena belum mampu memeluk Axel. Axel menyambutnya. Freya mungilnya saat ini ada di pelukannya. Rasanya dia tidak ingin meminta apa-apa lagi saat ini.

* * *

Farel membuka pintu kamar rawat Freya begitu di persilahkan masuk. Dia menaruh bingkisan kue dan buah-buahan di atas meja, Axel pun memberikan mereka privasi karena sedikit banyak sudah dengar desas-desus tentang Farel.

"Gimana kondisi kamu, Frey?"

"Kata Dokter sih udah stabil, cuma kaki aku aja yang belum bisa jalan lagi karena kaku. Mungkin nanti di bantu terapi."

"Oh, syukurlah kalo gitu. Semoga kamu cepet sembuh ya."

"Makasih, Farel."

"Oh iya, Frey, hari ini hari terakhir aku kerja di kantor kamu. Kamu udah denger infonya?"

Freya cukup terkejut. Karena dia baru saja bangun dari tidur panjangnya, jadi belum mendengar info apapun tentang Farel.

"Kalo di liat dari reaksi kamu, kayaknya belum denger ya?" tebak Farel yang diangguki Freya. "Aku gak bermaksud ninggalin kamu, Frey. Sejujurnya aku seneng banget bisa kerja bareng kamu. Tapi setelah mendengar kamu nerima lamaran Axel, Papa minta aku buat resign dan nerusin bisnisnya. Dan tentu aja dia bakal jodohin aku sama anak temennya yang lain."

"Farel, aku minta maaf. Aku gak bermaksud buat hidup kamu begini."

"Gak apa-apa, Frey, ini bukan salah kamu. Aku tau dari dulu kalau aku pasti akan dijodohin. Akhirnya ini semua memang tentang pilihan kan?"

"Are you okay?"

"No, Im not okay. Tapi seiring berjalannya waktu, semua pasti sembuh." jawab Farel. "Ngomong-ngomong, selamat atas pertunangan kamu sama Axel ya, Frey."

"Makasih, Farel. Kita masih tetep bisa temenan kan?"

"Tentu! Tapi kalo suatu saat aku punya istri dan dia keberatan dengan hubungan kita, aku gak bisa apa-apa."

"Aku ngerti."

"Yaudah, kamu cepet sembuh ya. Aku gak bisa lama-lama karena harus balik kerja. Im happy for you."

"Thank you. Sukses ya buat karir kamu."

"Thank you, Frey. Salam buat Axel."

Freya melihat punggung Farel yang menjauh dan menghilang setelah pintu tertutup. Farel benar, pada akhirnya ini semua tentang pilihan.

Kadang pilihan seseorang itulah yang membuat orang lain datang dan pergi dari hidup kita. Beberapa dari mereka memberikan pelajaran berarti dan sisanya memberi luka yang cukup menyayat hati. Dan itu semua tentang bagaimana kita menyikapi akhir dari pertemuan itu sendiri.

* * *

Just Because FWhere stories live. Discover now