19. Sebuah Pesan

54 7 0
                                    

Sudah berjam-jam Axel mencoba menghubungi Freya tetapi tidak aktif. Awalnya Axel hanya berpikir kalau mungkin baterai handphone Freya tidak ada sinyal, tapi kalau Freya di apartemen seharian harusnya kan dia bisa mengisi daya baterai handphonenya. Atau mungkin tidak ada sinyal, tapi kalau Freya di apartemen harusnya kan ada wifi, kalaupun Freya di luar tidak mungkin tidak ada sinyal.

Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sudah Axel pikirkan, hingga akhirnya dia bergegas ke apartemen Freya untuk mengecek keadaan perempuan yang di sayanginya itu.

Namun begitu sampai apartemen, Axel tanpa sengaja melihat mobil Freya yang terparkir rapi. Itu berarti Freya seharusnya ada di tempat kan?

Pikiran Axel makin tidak karuan, buru-buru dia naik ke lantai kamar Freya. Jangan di tanya kenapa Axel mempunyai kartu akses untuk naik ke lantai atas, karena Axel membeli satu unit apartemen yang satu lantai dengan Freya.

Berkali-kali Axel menekan tombol bel pintu apartemen Freya, tapi tidak ada sahutan. Axel juga mencoba menelepon Freya tapi masih tidak aktif. Dia masih mencoba menunggu, mungkin Freya sedang membeli makan malam.

Mungkin pilihan itu yang dia ambil untuk tetap berada di pikirannya karena sekarang hatinya benar-benar tidak tenang.

* * *

Dyna mematikan mesin hairdyernya begitu merasa kalau rambutnya benar-benar kering. Dia melihat pantulan dirinya di depan cermin, lalu tersenyum. Memikirkan sesuatu yang membuatnya senang, dinner bareng Fandy misalnya.

Dyna dan Fandy kenal sewaktu Dyna pertukaran pelajar di Singapura. Waktu itu satu-satunya orang yang dapat mengimbangi sudut pandang Dyna adalah Fandy, terlebih mereka berdua sama-sama dari Indonesia.

Dan waktu Dyna kembali ke Indonesia, mereka masih sempat bertukar kabar, hingga akhirnya mereka putus komunikasi karena kesibukan masing-masing.

Namun suatu waktu tiba-tiba Fandy menghubunginya, memberi kabar kalau dirinya sedang ada di Indonesia. Hingga sampai saat itu mereka kembali berkomunikasi.

Dyna tahu kalau Fandy mempunyai kekasih, tapi itu hanya sebatas kekasih menurut Dyna. Apalagi mereka sudah berteman lama, wajar kalau Dyna merasa mereka tidak harus putus komunikasi lagi hanya karena sekarang Fandy punya pacar.

Dyna mengambil handphonenya untuk mengirim pesan pada Fandy.

Me : Fan, kamu mau jemput atau ketemuan di tempat aja?

Sudah lima menit Fandy tidak membaca pesannya yang sudah terkirim itu, hingga akhirnya Dyna memutuskan untuk menelepon Fandy.

"Fan, kamu udah dimana? Jadi kan dinnernya?"

"..."

"Fan? Hallo?"

"..."

"Fan? Kamu lagi apa?"

"Na?" Fandy yang baru menyahut membuat Dyna lega.

"Iya? Kamu dimana? Jadi kan dinnernya? Aku udah rapi nih!"

"Uhm, sorry lupa ngabarin. Aku lagi dinner sama Freya."

Senyuman yang dari tadi terukir di wajah Dyna tiba-tiba menghilang.

"Oh, uhm, sorry, aku gak tau. Maaf ganggu. Nanti aku telepon lagi ya, Fan? Kabarin kalo udah sampe apartemen."

"Oke."

Tut... tut... tut...

Sedetik setelah Fandy menjawab, dia langsung mematikan sambungan teleponnya. Apa mungkin Freya mengangkat teleponnya barusan?

* * *

"Kamu duduk sini dulu, aku pesen ya? Kayak biasa kan?" tanya Fandy lembut pada kekasihnya. Freya mengangguk.

Antrian restaurant cepat saji favorite mereka memang selalu panjang. Freya menatap punggung Fandy yang sedang sabar mengantri. Namun tiba-tiba pandangannya beralih pada layar handphone Fandy yang berbunyi. Notifikasi pesan.

Dyna : Fan, kamu mau jemput atau ketemuan di tempat aja?

Freya mengerutkan kening. Jemput? Kenapa Fandy gak bilang kalo punya janji? Batin Freya.

Fandy duduk di depan Freya.

"Aku udah dapet nomor antrian, tinggal tunggu pesanannya jadi. Aku coba kesana ya, siapa tau pesanannya udah jadi." kata Fandy sambil menunjuk counter pengambilan makanan.

"Fan..." niatnya Freya memanggil Fandy untuk memberitahu kalau mungkin saja kekasihnya itu lupa kalau dia mempunyai janji, tapi Fandy terlanjur pergi. Hingga akhirnya seseorang bernama Dyna itu menelepon Fandy. Karena bingung akhirnya Freya mengangkat sambungan teleponnya.

"Fan, kamu udah dimana? Jadi kan dinnernya?"

Deg!
Dinner? Dyna? Dyna yang tadi? Yang janjian di bandara? Tanya Freya dalam hati.

"Fan? Hallo?"

Freya sibuk memikirkan harus menjawab apa, karena jujur saja dirinya terkejut. Namun tiba-tiba Fandy datang, menaruh nampan pesanan mereka. Dan terkejut karena Freya memegang handphonenya, dengan layar menyala. Freya langsung menyerahkan handphonenya pada Fandy. Fandy melihat layar handphonenya, telepon dari Dyna yang sudah diterima Freya.

"Na?" sahut Fandy. "Uhm, sorry lupa ngabarin. Aku lagi dinner sama Freya." ujar Fandy.

Freya melihat Fandy, namun percakapan mereka tidak lama, Fandy memutuskan sambungan teleponnya. Freya melempar senyum pada Fandy, karena suasana mereka menjadi tegang. Fandy membalas senyuman kekasihnya itu.

"Welcome back our junkfood!" ucap Fandy yang membuat Freya tertawa.

Sejujurnya Freya tahu ada yang di sembunyikan Fandy. Mereka kenal sudah cukup lama. Sudah bersama bukan hanya setahun dua tahun. Freya tahu Fandy banyak memiliki teman wanita, dan Freya tidak masalah dengan itu. Tapi Fandy selalu terbuka, membuat Freya berpikir mereka hanya natural berteman.

Namun kenapa Fandy seperti menutupi sesuatu . Fandy juga berusaha menjelaskan panjang lebar soal Dyna. Fandy selingkuh? Sepertinya tidak mungkin! Kalau Fandy berusaha menutupi sesuatu, ya!

Freya tidak ingin ambil pusing untuk saat ini. Mereka baru berbaikan. Freya tidak ingin pikiran negatifnya malah membuat hubungannya dengan Fandy akan kembali bersitegang. Apalagi ini seperti dejavu, mereka sedang makan, lalu membahas sesuatu, lalu bertengkar.

Untuk saat ini biarlah. Lagi pula Freya tidak mempunyai bukti apapun untuk mencurigai Fandy sampai sejauh itu.

Pintu lift apartemen terbuka, senyum mengembang mereka yang dari tadi tidak lenyap sedikit pun kini hilang seketika, terganti karena terkejut oleh sosok Axel yang berdiri di depan pintu apartemen milik Freya. Pria itu langsung memeluk Freya, erat. Tidak peduli dengan kehadiran Fandy.

Freya hanya bisa mematung, karena dekapan Axel begitu erat, dan Freya tahu dekapan seperti ini karena Axel mengkhawatirkannya. Wajar. Seharian dia menghilang, tidak meninggalkan kabar untuk Axel.

Namun pada sisi lain, Fandy melihat seorang pria, memeluk kekasihnya erat, di depan matanya, hatinya tidak karuan, tanpa sadar mengepalkan tangannya.

* * *

Just Because FTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang