4. Axel, Aku Punya Pacar

164 15 0
                                    

Freya masih melirik Axel yang sibuk memesan kamar di resepsionis sambil mendengarkan Fandy yang sedang berbicara di sambungan telepon. Freya sedikit kecewa karena Fandy menunda kepulangannya ke Indonesia menjadi besok karena ada sedikit urusan mendesak yang harus diselesaikan sebelum dia pulang ke Indonesia.

"Yaudah besok pagi aku jemput kamu ya." ucap Freya.

"Oke, Babe. Miss you."

Freya mematikan sambungan teleponnya ketika Axel sudah selesai check in dan berjalan mendekatinya.

"Yuk, Kak!" ajaknya.

Hotel itu adalah hotel bintang lima milik kenalan Freya. Layanan di hotel ini sangat bagus, Freya tahu itu. Dan Axel menyewa kamar suite untuk mereka berdua.

"Selamat datang!" kata Axel riang seraya membuka pintu kamar.

Freya tertawa kecil sambil masuk mendahului Axel, "Bukannya aku udah datang dari kemarin?"

Axel mengacak-acak rambut Freya gemas. Dia langsung berlari dan melompat ke atas kasur.

"Axel! Kan kotor belum cuci kaki!"

"Selalu bawel!" gerutu Axel. Dia turun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mencuci kakinya, setelah itu menggunakan sandal kamar. "Udah!"

Freya pun masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci kaki dan tangannya dan mengganti alas kakinya dengan sandal kamar.

"Kak, sini deh!" Axel menepuk ruang kosong sofa sebelahnya. Meminta Freya duduk di sampingnya.

Freya menuruti permintaan Axel itu. Namun Axel malah meletakan kepalanya di pangkuan Freya, sontak perempuan itu terkejut.

Axel tidak salah, mereka memang sering melakukan hal itu dulu. Biasanya Axel suka meminta Freya mengelus rambutnya sampai tertidur.

"Kak, kok lo gak pernah cerita tentang keseharian lo disana?" tanya Axel.

"Disana aku cuma kuliah, kerja, pulang, tidur. Gitu aja kok! Gak ada yang spesial."

"Pasti disana lo banyak yang suka ya, Kak? Lo kan cantik!"

Freya tersenyum, "Yang lebih cantik dari aku kan banyak, Axel."

"Buat gue, lo yang paling cantik, Kak. Kenapa? Karena lo punya gue."

"Kamu kok tetep gak berubah sih? Selalu manja!" ucap Freya. "Oh iya, gimana caranya kemarin kamu bisa jadi lulusan terbaik?"

"Lo kan panutan gue, Kak, gue harus pantes dong bersanding sama lo. Bahkan gue udah ada rencana daftar S2 sambil belajar bisnis. Udah oke belum?"

"Good plan." jawab Freya. "Pasti di kampus kamu juga jadi idola. Udah berapa perempuan yang di pacarin?"

"Kok lo nanyanya gitu sih, Kak?"

"Loh? Terus aku harus nanya gimana?"

"Gue gak pernah pacaran tau! Ngelirik aja engga!"

"Loh? Kenapa?"

"Kak, masa perlu gue ulangin sih? Buat gue, lo paling cantik, Kak. Gak ada yang bisa geser posisi lo."

"Loh? Kamu gak bisa banding-bandingin orang lain sama aku. Pasti beda!"

"Gak ada perempuan yang gue suka selain lo, Kak! Lo tau kan, lo itu punya gue. Dan gue punya lo."

Freya melihat ada sedikit kejanggalan disini. Bagi Freya, Axel masih serasa adiknya, sayangnya ke Axel adalah sayang seorang kakak ke adiknya. Tapi semakin kesini, pembicaraan mereka semakin berbeda. Axel sudah membicarakan milik. Atau mungkin ini hanya perasaan Freya saja? Mungkin Axel tidak ingin kehilangan kasih sayang Freya sebagai seorang kakak.

"Kamu punya pacar?" tanya Freya sedikit memastikan.

"Punya."

Freya sedikit lega mendengarnya. "Coba cerita, gimana orangnya?"

"Cantik, baik, pinter, sempurna."

"Kapan-kapan kenalin ke aku dong!"

"Kenapa harus kapan-kapan? Kenapa gak sekarang aja?"

Axel mengangkat kepalanya dan bangkit, menggandeng tangan Freya dan berjalan ke arah cermin. Dia menepuk pundak Freya, lalu menatap cermin di depan mereka.

"Itu pacar gue, Kak."

Deg! Sepertinya dugaan Freya benar. Kalau perasaan Axel padanya sudah berubah. Sejak kapan Axel berubah menjadi menyukainya? Bukankah mereka sudah berpisah lama?

Freya memaksakan diri untuk tersenyum, "Axel, aku serius!" dia berharap Axel sedang mengajaknya bercanda.

"Gue serius, Kak! Bukannya dari dulu lo emang pacar gue? Makanya gue gak peduli sama cewek di kampus, karena gue punya pacar."

Axel membelai rambut Freya yang halus itu lalu menciumnya lembut. Freya semakin takut dengan Axel yang sekarang. Dia membalikkan tubuhnya, membuat jarak di antara mereka.

"Axel, aku punya pacar!" ucap Freya.

"Iya, gue kan, Kak?"

"Pacarku di Spore. Dia dulu temen satu panti aku. Aku ketemu sama dia disana."

Axel tertawa. Bagi Axel, Freya mungkin sedang membuat alasan untuk membuat kejutan untuknya. Axel mengangguk dan pura-pura percaya.

"Yaudah, gue percaya, Kak. Gue laper nih! Lo mau pesen apa, Kak?" tanyanya sambil mengangkat gagang telepon, berniat memesan sesuatu.

"Aku samain aja."

"Wagyu?"

"Sounds good."

Untuk saat ini, Freya sedikit lega. Setidaknya suasananya tidak memanas. Axel percaya Freya punya pacar, dan dia tidak keberatan rupanya. Sepertinya besok Freya harus memperkenalkan mereka berdua.

Atau mungkin tadi Axel memang sedang bercanda padanya karena tidak ingin Freya bertanya hubungan pribadi Axel dengan perempuan lain. Karena biar bagaimanapun juga mereka berdua baru bertemu kembali setelah bertahun-tahun, tidak semudah itu membuka hati untuk bercerita seperti dulu.

Selang beberapa lama, pesanan wagyu mereka datang. Axel membawa piring mereka ke atas meja makan, sementara Freya sibuk menata meja makan agar makan malam mereka terasa lebih nikmat.

"Wagyunya enak gak?" tanya Freya.

"Lumayan!"

"Kurang apa?"

"Kalo makan sama lo, semua makanan menurut gue enak, Kak!"

Freya tersenyum, "Hotel ini punya kenalanku, mungkin aku bisa kasih masukan ke dia kalo menurut kamu ada yang kurang."

"Oh ya? Temen apa? Kok gak pernah cerita?"

"Cuma kenalan aja sih."

"Oh."

"Oh iya, kamu deket sama Gadis?"

"Gadis? Yang di wisuda itu?" tanya Axel memastikan. Freya mengangguk, "Gue gak deket dan gak kenal. Bahkan gue bingung gimana kita kenalan dulu."

"Yang kamu inget gimana?"

"Sejujurnya gue gak terlalu inget, Kak, tapi dia itu suka manggil gue, ngajak gue makan bareng, ngasih gue kue, ngasih puding,  nawarin belajar bareng! Dia pikir gue kelaperan apa?!"

"Kalo aku yang ngasih kamu kue, ngasih puding, nawarin belajar bareng gimana?"

"Beda cerita!"

"Jadi sebenernya ini semua tentang subjeknya kan? Karena kamu gak suka sama orangnya, jadi kamu menyalahkan kondisinya."

"Itu..."

"Axel, belajar menghargai orang itu bagus loh! Karena kamu akan dihargai orang juga."

"Menghargai dia? Dia aja kurang ajar sama lo!" tolak Axel mentah-mentah, "Kak, gue tau siapa orang yang harus gue hargai. Gak mesti semua kan?"

Freya memandang Axel lebih dalam. Dalam pandangan sebagian orang, kata-kata Axel ada benarnya. Jadi Freya tidak menyalahkan. Dia hanya tersenyum dan mengangguk.

"Kak, tipe ideal suami yang layak buat lo yang gimana?"

* * *

Just Because FWhere stories live. Discover now