18 | Pudding

852 152 11
                                    

Waktu terus berjalan, hubungan mereka semakin membaik. Jia tidak bisa menampik rasa semu di pipi setiap kali matanya bertemu dengan milik Taehyung.

Taehyung selalu punya sesuatu yang membuat Jia merona. Seminggu lalu, dalam perjalanan pulang dari menjenguk Hana, Taehyung menepi ke minimarket, membeli cokelat untuk diberikana pada sang istri. Jia mengira Taehyung singgah untuk buang air kecil, sekembalinya tahu-tahu pria itu menyodorkan cokelat tanpa menoleh.

Jia menatap Taehyung lama, sementara Taehyung melanjutkan perjalanan.

Setiap pulang kerja Taehyung sering membawa pulang makanan, seperti saat-saat mereka masih menjadi pengantin baru. Dan Jia kembali seperti dulu, menunggu sang suami di ruang duduk, menyetel suara teve menjadi lebih tinggi sehingga suasana rumah jadi ramai.

Mereka menjadi lebih dekat dan mulai saling melempar senyum tulus saat pandangan mereka saling bersobok. 

Ini adalah sesuatu yang patut Taehyung syukuri, Jia sangat lembut padanya. Taehyung benar-benar dilayani sebagaimana seorang pria telah memiliki pendamping hidup. 

Hari-harinya mulai menyenangkan, di perjalanan pulang dari kantor ia tak lagi lesu seperti robot yang baterainya akan habis. Air muka berseri menemani perjalanannya menuju rumah, perasaan ingin cepat sampai agar bisa segera melihat Jia terus menginvasi semangatnya untuk memacu laju kendaraan di atas rata-rata.

Wajah mengantuk Jia yang setia menunggunya di depan teve adalah candu tersendiri untuk Taehyung, rasa penat seharian bekerja seperti robot perusahaan akan luntur begitu saja ketika Jia menyambutnya dengan senyum penuh saat sampai rumah.

Hari ini Taehyung pulang lebih awal, membawa sebuket bunga daisy di belakang tubuh. Rungunya tak mendengar suara teve, biasanya kalau sudah di ruang tamu suaranya sudah terdengar. Taehyung menebar pandangan ke seisi ruang duduk dan ruang makan akan tetapi presensi Jia tak juga kelihatan.

Saat akan menyerukan nama sang istri, tahu-tahu suara Jia terdegar dari belakang tubuh Taehyung, bertanya dengan suara manis, "Untukku, ya?"

Taehyung berbalik, mendapati wajah Jia yang tersenyum malu-malu menatap bunga di tangannya.

Taehyung jadi ikut malu sendiri, seperti terciduk. Rencananya ia ingin memberikan Jia kejutan kecil tetapi malah Jia yang membuatnya terkejut.

Jia menerima sodoran bunga tersebut, senyumnya mengambang lebar sambil menghidu bau floralnya.

"Habis dari mana?" Taehyung bertanya selagi Jia menatap penuh pada bunga mungil dengan kelopak berwarna putih dan intisari kuning di tengahnya, seperti telur ceplok.

"Sembunyi di balik gorden." Jia menunjuk jendela dekat sofa, Taehyung menatap ke arah sana, kedua alisnya terangkat tinggi. Tak lama ia menunduk, menyembunyikan wajahnya dari Jia. Taehyung tersenyum sambil mengigit bibir bawah, membayangkan Jia memperhatikan gerak-geriknya dari balik gorden sejak tadi Taehyung langsung menundukkan pandangan, tak habis pikir Jia melakukan itu. 

"Mengapa tersenyum seperti itu?" Jia menelengkan kepalanya agar bisa melihat wajah Taehyung.

Taehyung menggeleng menanggapi, senyumnya masih tersisa. Jia menatapnya penuh dengan mata berkedip-kedip lucu. Jia juga tersenyum. Tersenyum tertahan sama seperti Taehyung.

Lima belas menit kemudian keduanya terlihat santai, menonton "Pororo" bersama di ruang duduk. Jia memainkan rambut Taehyung yang tiduran di atas pahanya.

Sejujurnya, dalam diamnya Taehyung tidak benar-benar fokus menonton tokoh Pororo dan temannya Eddy membuat manusia salju, karena gerakan tangan Jia membuat ia lebih fokus pada afeksi yang ia rasakan di puncak kepala. Hatinya terasa meletup-letup seperti pop corn, Taehyung pikir ia harus menutup dadanya dengan telapak tangan agar suaranya tidak ketahuan Jia.

StuffyWhere stories live. Discover now