10. Harus pulang

42 6 0
                                    

Terik matahari sudah mencapai atas kepala panasnya pun sangat terasa, apa lagi untuk orang yang sedang bekerja di luar ruangan, mungkin sudah menjadi hal biasa namun tidak untuk anak manja.

Bukan manja hanya saja tidak terbiasa, ini sudah jam sebelas hukuman Hana belum juga selesai. Dari arah lain seperti ada yang mengintainya entah siapa itu.

Wajah Hana terlihat merah karena sengatan matahari, dia tak tahan lagi dengan rasa sakit dikepalanya.

Seseorang yang sedari tadi memperhatikannya pun sontak panik dengan keadaan Hana saat ini yang tiba-tiba pingsan di tengah lapangan. Tak langsung menolongnya melainkan memanggil orang lain.

Sekarang ini masih jam pelajaran, karena itu sangat sepi.

Ustadz Ali lah yang mengawasi Hana karena perintah dari ustadz Malik, kalau tidak mana mungkin ustadz Ali mau lama-lama berada di luar yang jelas-jelas sangat panas.

"Bi santri yang tadi abi hukum sepertinya pingsan," adunya pada ustadz Malik.

"Kamu panggil temannya biar di bawa ke UKP," langsung melakukan apa yang diminta abinya.

Berjalan menyusuri koridor dan mendapati ruang kelas 11 B, di sana ustadz Ali meminta tolong pada teman-temannya Hana.

"Pangeran Hani?," girang Hani dalam hati.

"Hana pingsan?," kaget Fathin setelah ustadz Ali menyampaikan maksudnya.

"Kita bawa Hana ke UKP sekarang,".

"Hani!! Saudara kamu pingsan di lapangan," peringat Ara agak berteriak pasalnya Hani senyum senyum sendiri.

Mereka berempat langsung membawa Hana ke UKP -unit kesehatan pesantren-.

"Bagaimana keadaan Hana?," ustadzah Zahra langsung melihat Hana di ruang UKP.

"Masih belum bangun us," jawab Fathin.

Di UKP hanya ada Fathin, dan Neisya. Hani dan Ara pergi ke kantin untuk membelikan makanan dan minuman untuk Hana. Sedangkan Aisyah dan Sitta tetap berada di kelas, terlalu ramai jika harus ikut semua.

"Hana? Pelan-pelan..pelan-pelan," Hana sudah tersadar dari pingsannya, Neisya langsung membantunya bangun.

"Setelah ini kalian boleh langsung bawa Hana istirahat di kamar ya,".

"Iya us," ustadzah Zahra langsung kembali ke kelas.

Usai dari kantin Hani melihat perempuan berniqob yang ia yakini adalah Aisyah. Aisyah tak sendirian ia berjalan berdampingan dengan pangerannya? Kenapa Aisyah setega itu pada Hani, jelas sekali dia tau kalau Hani menyukai ustadz muda itu.

"Ra itu Aisyah bukan sih?," Hani harap yang ia lihat salah.

"Iya," jawab Ara sesantai itu.

"Iya? Terus dia ngapain sama pangeran itu?," Hani membelalakkan matanya tak percaya.

"Emang mereka deket sih, dan kata Aisyah mereka dijodohin sama orang tua mereka,".

"What? Di jodohin?," Ara mengangguk santai, seperti sudah biasa menanggapi orang seperti Hani.

"Aisyah jahat banget sih," kesal Hani dalam hati.

Memang terlihat sangat dekat bahkan mereka saling tertawa entah mungkin sudah sedekat itu?

Kandas sudah kisah cintanya yang ia tancapkan sejak bertemu dengan pangerannya. Tapi kenapa mereka boleh sedekat itu sedangkan di pesantren saja dilarang untuk berkhalwat dengan lawan jenis atau mungkin karena seorang ustadz.

Tatapan Hani tak lepas pada dua punggung yang mulai menjauh dari hadapannya keduanya memasuki ruang asatidz.

"Jangan terlalu berharap ni, udah banyak kok yang patah hati karena kedekatan ustadz Ali sama Aisyah," Ara langsung paham dengan apa yang ada dipikiran Hani saat ini.

𝐓𝐖𝐈𝐍𝐒Where stories live. Discover now