8. Where Hana

44 6 0
                                    

"Asiyah?," Hani membaca tulisan pada pintu sebuah ruangan, saat mereka berhenti tepat di depan ruangan tersebut.

"Iya, itu nama kamar kalian," ustadzah Zahra mulai mengetok pintu ruangan yang ia bilang adalah kamar Hana dan Hani.

"Ustadzah Zahra? Silakan us," seseorang keluar dari kamar bernamakan Asiyah itu.

"Ayo masuk," ajak ustadzah Zahra pada Hana dan Hani yang masih diam ditempat.

"Seperti yang sudah ustadzah informasikan kalau akan ada santri baru di kamar kalian," semua mengangguk.

"Dan tolong mereka di bantu untuk beradaptasi di pesantren kita ini, jangan ada yang berantem juga ya,".

"Siap us,".

"Ayo, silakan kalian bisa istarahat dulu," Hana dan Hani hanya mengangguk.

Setelah ustadzah Zahra keluar dari kamar semua anggota kamar menghampiri Hana dan Hani.

"Selamat datang ya? Semoga betah di sini, kenalin nama aku Aisyah," seorang perempuan berniqob memperkenalkan dirinya.

"Hana, ini Hani," Hana membalas jabatan tangan dari Aisyah begitu juga Hani.

"Kenalin ini yang di samping kanan aku namanya Ara, yang kiri aku Sitta, terus yang pakek kaca mata Neisya,".

"O iya ada satu lagi namanya Fathin, tapi dia lagi ada urusan," Aisyah memperkenalkan satu persatu teman sekamarnya.

"Ini satu kamar berlima?," mereka berempat mengangguk.

"Sempit banget terus kita tidur dimana?," Hani memandangi ruangan yang hanya seluas kamar tamu dirumahnya itu.

"Namanya juga pesantren, disini kita harus saling berbagi," jelas Neisya.

"Ya tau tapi ini panas banget,nggak ada penyejuk udaranya juga?," tanya Hani lagi sembari mengipasi wajahnya dengan tangan.

"Nggak ada Hani, itu kan ada kipas," Ara menunjuk satu kipas yang menempel didinding.

"Sini kita bantu beres-beres," kata Aisyah berniat menyudahi perdebatan kecil.

Aisyah dan Sitta kompak membantu Hana dan Hani menata barang-barang mereka yang begitu banyak.

Lemari dua pintu yang tingginya hanya sebatas leher!? Apa tidak salah? Lemari sesempit itu untuk dua orang? Kalau dirumah mungkin hanya cukup untuk pakaian tidur Hana dan Hani.

Kalau seperti ini Hana semakin tak yakin kalau dirinya akan betah berada di pesantren, mungkin bisa di bilang seperti berada di penjara, pikir Hana.

"Mm Aisyah, tidurnya pakek apa?," tanya Hana disela kesibukan Aisyah membantu mereka.

"Tidurnya pakek kasur lantai, udah di sediain semua kok buat kalian,".

"Apa? Kasur lantai? Nggak nggak nanti kalau badan aku pegel-pegel gimana?," Hani dibuat heboh sendiri.

"Nanti lama lama juga terbiasa," sahut Sitta.

"Jangankan lama lama sedetik aja aku nggak mau," tolak Hani.

"Maksudnya bukan gitu Haniii," balas Ara yang dibuat gemas oleh tingkah Hani.

"Assalamu'alaikum," seseorang datang dari balik pintu sukses menjadikannya pusat perhatian.

"Wa'alaikumussalam,".

"Fathin? Kok baru balik?," tanya Ara heran.

•••••

Lelah sekali rasanya semuanya harus tepat waktu, sepertinya Hani tak sanggup lagi. Sekarang semua kegiatannya akan selalu diatur oleh jam, sungguh membosankan.

Jam menunjukkan pukul 21.00, waktu para santri istirahat. Kini seluruh santri sudah dikondisikan oleh penjaga malam yang setiap harinya sudah terjadwalkan.

"Na kok banyak nyamuk sih," gerutu Hani yang terus menangkapi nyamuk yang berusaha menyentuh kulitnya.

"Yaudah kan bisa pakek selimut,".

"Panas Hanaa,".

"Lo kira kita semua nggak digigit nyamuk hah? Kita juga panas Hani," geram Hana yang merasa terganggu dengan ocehan Hani.

"Hana bahasanya yang sopan ya? Di sini minimal pakek aku kamu," tegur Aisyah.

"Jangan berisik nanti kita semua dihukum kalau ketahuan belum pada tidur," Neisya mengingatkan teman-temannya.

Semalaman Hana dan Hani susah tidur, apalagi jam tiga sudah dibangunkan. Kini keduanya sangat mengantuk, selesai sholat subuh mereka langsung tertidur pulas dishaf sholat.

"Awwss.. Apaan sih," untung saja Hana sudah di bangunkan oleh Neisya tapi tidak dengan Hani yang susah bangun.

"Bangun bangun bangun," munadzomah membangunkan para santri yang tertidur dengan memukul mereka menggunakan sajadah.

Kegiatan setelah subuh adalah hafalan al qur'an dan tahsin, yang sudah terbagi atas beberapa kelompok. Hana dan Hani masuk kelas tahsin yang diajar oleh Ustadzah Farah.

Hana dan Hani baru tau kalau baca Al qur'an juga banyak hukum dan aturannya tidak bisa asal asalan, sungguh sesulit itu. Selama Hana belajar musik tak pernah merasa kesulitan untuk memahaminya bahkan dia sangat paham, tapi apa ini? Dia sulit sekali untuk paham.

Hari ini adalah hari pertama mereka sekolah di pesantren.

Munadzomah bagian keamanan sudah mengingatkan para santri agar tidak terlambat untuk apel rutin. Sebelum itu kamar para santri akan dicek kebersihannya kalau belum bersih seluruh anggota kamar tidak boleh masuk sekolah.

Munadzomah adalah nama organisasi yang mengatur, mengontrol para santri. Dengan adanya beberapa bagian atau struktur, mereka diberi amanah khusus oleh pengasuh/pembina. Dan yang setiap tahunnya akan berganti atau biasa disebut serah terima jabatan.

"Haya bi sur'ah," bagian keamanan sudah mengetok ngetok setiap kamar santri.

"Na'am ukhty," seisi kamar menjawab dengan kompak kecuali Hana dan Hani yang memang tidak bisa bahasa arab.

Mereka bertujuh keluar bersamaan, sudah sampai setengah jalan Hana kembali ke kamar karena ada barangnya yang tertinggal. Keenamnya pun langsung menuju lapangan.

Di lapangan sudah banyak sekali santri putra, Hani tidak menyangka. Oke, Hani akan tepat waktu besok.

Kali ini dia tidak sedang berhalusinasi kan? Bisa bisa dia gila gara-gara tidak ada bahan untuk cuci matanya, Ya Allah berdosa sekali mata Hani ini.

"Ih Ara ada pangeranku disini," Hani berbisik pada Ara yang di samping barisannya.

"Jangan genit, disini nggak boleh pacaran. Kalau ketahuan nanti dinikahin," kata Ara memberitahu.

"Ya bagus dong," Ara tak habis pikir bisa-bisanya Hani bilang bagus.

"Eh tapi asal nggak ketahuan gapapa kan ya?,".

"Masih ada Allah yang tau," sahut Aisyah yang mendengar perbincangan kedua temannya.

Hani mendengus kesal dengan jawaban Aisyah. Ya memang benar, cuman Aisyah ini kurang seru untuk diajak dalam urusan seperti ini.

"Hana mana ya? Kok lama banget," Hani celingak celinguk mencari kembarannya.

"Apa Hana ketahuan kalo masih di kamar, terus jadinya dia di hukum karena telat?," tebak Ara.

"Emang iya?," Hani balik tanya.

"Ya kalau di hukum karena telat Hana pasti udah ke lapangan dan berdiri di depan, tapi sampai sekarang belum juga dateng atau jangan jangan ada apa-apa sama Hana," ucapan Sitta justru membuat Hani semakin panik.

"Sitta jangan gitu dong," balas Ara.

"Shut.. ntar kalian juga dihukum," Aisyah kembali mengingatkan teman-temannya.

Tbc.

𝐓𝐖𝐈𝐍𝐒Where stories live. Discover now