19. Helena Agriche

Start from the beginning
                                    

Mata Ether tidak bisa ditipu oleh apapun.

"Ah, ngomong-ngomong bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"Aku sudah mengawasi Dion dengan baik. Bedebah itu, dia menemukan telur karantul."

"Bukankah itu sangat langka?!" Ether terlihat terkejut dengan ucapanku.

Yah, aku juga tidak menyalahkannya. Karena faktanya, telur karantul itu memang sulit untuk ditemukan.

"Benar. Bukankah dia bedebah yang beruntung?"

"Besok, Ayah pasti akan memujinya seperti orang gila."

"Ya, aku sudah bisa membayangkannya."

Untung saja, aku bukan orang yang memiliki kewajiban untuk ikut makan malam bersama Lant Agriche. Jadi, aku tidak akan melihat pemandangan memuakkan itu.

"Nona, Tuan Muda Dimitri ingin menemui anda." Ucap Larry yang baru saja tiba di ruangan.

"Dimitri? Ada apa?"

Kedua alisku saling bertautan tatkala mendengar nama Dimitri keluar dari mulut Larry.

Bocah itu, mau apa lagi dia?

"Tidak bisakah dia datang lagi besok? Erel baru saja pulang." Ucap Ether.

Sepertinya dia tidak ingin aku dingganggu oleh orang lain.

"Baik, akan saya sampaikan."

"Tidak perlu, suruh dia kesini saja." Ucapku.

Ether menatapku heran karena biasanya aku tidak mau diganggu setelah menyelesaikan tugas dari Lant Agriche.

"Tidak apa-apa. Dia sudah datang jauh-jauh kesini."

Aku tersenyum kearah Ether berharap kalau dia bisa sedikit merasa tenang.

"Dimitri, ada apa datang kemari?" Tanyaku ketika Larry sudah membawa Dimitri masuk ke dalam.

Dia masih sama seperti yang terakhir kali kuingat. Dan, tidak ada perubahan darinya.

Tidak heran sih, waktu belum berlalu cukup lama.

"Itu..." Dia terlihat ragu-ragu dan tak berani menatapku.

Hm?

"Katakan saja." Ucap Ether.

Sepertinya dia tidak tahan melihat Dimitri yang terlihat ragu-ragu seperti itu.

Seorang Agriche yang dapat dibanggakan seharusnya tidak memiliki ekspresi seperti itu. Karena kelemahan, berarti kematian.

Ether sepertinya sedikit lunak dengan Dimitri.

"Itu! Ibu mengundang kak Erel untuk menghadiri tea party-nya."

Ibu Dimitri?

Karena dia bukanlah karakter yang muncul dalam manhwa, aku jadi tidak tahu siapa namanya.

Jangankan nama, wajahnya saja aku tidak tahu.

Eh, tapi tunggu dulu. Barusan dia memanggilku apa?

Tanpa sadar bibirku melengkung membentuk bulan sabit.

Dimitri yang melihat hal itu sepertinya sadar akan apa yang sedang aku pikirkan.

"A-aku memanggilmu begitu karena kau lebih tua dariku!"

Melihat wajahnya yang memerah seperti kepiting rebus sudah cukup membuatku puas.

Dasar bocah, tidak usah bersikap tsundere seperti itu.

Akui saja jika kau memang menyukaiku.

"Kapan tea party akan diadakan?" Tanyaku.

"Ini. Semua informasi lebih lanjut ada di surat ini. Aku juga tidak tahu kapan."

𝐁𝐋𝐎𝐎𝐃 𝐀𝐍𝐃 𝐓𝐄𝐀𝐑𝐒 || twtptflobWhere stories live. Discover now