Rendezveous

3 0 0
                                    

Pukul 07.10.

Hikari sudah terlihat fit, melakukan pemanasan kecil sebelum masuk ke gedung sekolah. Mereka membawa senjata mereka masing-masing.

Jangan tanya dari mana senjata itu, senjata itu terbawa oleh mereka dari dunia sana—lebih tepatnya muncul tiba-tiba, padahal mereka yakin, saat masuk ke dunia ini mereka tak membawa senjata tajam apapun.

Entahlah, itu masih misteri. Mungkin, akan terungkap saat ini.

Acid memimpin di depan, memegang senter. Seperti biasa, sekolah sangat gelap di malam hari. Mereka pergi ke tempat biasa mereka berdiskusi.

Tiba disana, mereka sudah disambut Nether, mengenakan jaket merahnya.

“Hei, apa kalian sudah menentukannya? Tanyanya, seringaian lebar terukir di wajahnya.

“Ya, udah gue tentukan.” Ujar Acid menjawab.

“Baik, pertama, Señor Corázon—“

“Lo ga perlu bertanya sama siapapun, tujuan kami sama sekarang.” Corazon memotong.

“Oh ya? Apa tujuan kalian?"

“Menyelamatkan Kak Caby, kemudian hidup normal di dunia asli kami.” Hikari menjawab mantap. Nether sempat terkejut, kemudian terkekeh pelan,

“Menarik, kalau begitu baiklah, gue bakal bantuin kalian."

Acid dan Corazon terbelalak tak percaya, sedangkan Hikari berseru girang.

Aneh sekali, tak mungkin ia langsung menyetujuinya.” Gumam Acid dan Corazon, merasa ada yang janggal.

Nether tersenyum simpul, “Tak perlu curiga, sejak awal aku memang diharuskan untuk menolong kalian.”

Mereka bingung, apa maksudnya?

“Lupakan saja, apa kalian menemukan petunjuk?” Nether mengalihkan topik. Acid mengangguk, “Ya, kami mendapat surat ini, setelah mempertaruhkan nyawa melawan kelompok orang asing tadi.” Acid menyodorkan surat itu.

“Ga bertaruh nyawa juga sih,   paling cuma Hikari yang bertaruh nyawa. Segerombolan orang itu mah easy bagi kami berdua.” Gumam Corazon, yang tentunya masih bisa didengar. Hikari reflek menjitak kepala Corazon dari belakang mendengarnya.

Corazon mengaduh, kemudian terkekeh menatap wajah Hikari, terlihat sebal.

By the way, lo tau ga ini logo apa?” Corazon mendekati Nether, menunjuk logo yang dimaksud di lembaran surat itu.

Nether diam sejenak, “Baik, gue tau maksud surat ini, ikuti gue.”

“Jawab pertanyaan gue dulu, Nether.” Corazon berucap, nadanya dingin. Tak ada lagi candaan kali ini. Nether mendengus pelan, “Lu bakal tau jawabannya, ikuti gue, sekarang atau tidak untuk selamanya.”

Corazon menghela nafas kesal, “Yea yea, terserah lu saja.” Ucapnya malas.

Mereka pun berjalan, mengikuti Nether. Meninggalkan sekolah, menuju sebuah tempat.

Sebuah tempat, yang merupakan akhir dari tujuan mereka, dan tempat mereka menemukan jawaban atas segalanya.

Antara Kenangan dan Kenyataan.Where stories live. Discover now