2nd.

4 0 0
                                    

“Ya, kurang lebih begitu ceritanya, Cid.” Corazon mengakhiri cerita.

Acid mengangguk-angguk. Mereka sedang beristirahat, setelah pelajaran yang panjang—yang tentunya bukan apa-apa untuk mereka, toh mereka sudah lulus sekolah di kehidupan mereka yang lain. Sekarang, mereka sedang menunggu satu petualang lagi, Hikari.

“Hikari dari tadi kemana dah?” Acid menggerutu.
“Tunggu aja, pasti dia dateng, kami udah janjian ketemu di sini. Tempat terpencil di sekolah.” Corazon menjawab.

“Lo yakin dia tau tempat ini? Maksud gue, kita belum sehari di sini loh.”

“Gue yakin, gue dan dia udah jalan-jalan sekitar sekolah. Sekolah ini luas, tapi tak seluas sekolah kita dulu. Hikari tuh pinter, ga mungkin dia ga inget.” Tutur Corazon.

Dari kejauhan, tampak sesosok gadis dengan surai hitam kecoklatan sebahu. Itu Hikari. Terlihat ia datang bersama gadis lainnya, sebelum akhirnya berpisah dan menghampiri dua pemuda yang menunggunya.

“Good bye, Ai-chan !” Gadis-gadis itu melambai ke arah Hikari, setelah Hikari berpamitan.

“Dari mana aja, Ri? Kakak capek loh nunggu disini.” Omel Acid. “Maaf kak, tadi aku jajan dulu di kantin sama temen-temen, hehe…” Hikari terkekeh tanpa dosa.

“Ah, ini aku beliin minuman untuk kalian.” Hikari menyodorkan minuman Boba. Acid mengambil rasa taro. Hikari menyodorkan rasa coklat pada Corazon. Corazon menggeleng,

“Gue ga suka boba.” Ujarnya, menolak. “Punya Kak Zon ga pake Boba kok, cuma minumannya aja.” Hikari tetap keukeuh menyodorkan minuman itu, Corazon terpaksa menerimanya meski tak enak hati.

“Makasih.”

Ah, jika Hikari lemah iman dia bisa pingsan sekarang.

“Oiya, darimana lu tau kalo gue suka coklat?” Tanya Corazon. “Gue yang kasih tau dong.” Sahut Acid dengan bangganya.

“Dan darimana lu tau kalo gue ga suka boba?” Corazon bertanya lagi, menatap Hikari. “D-dari Kak Acid juga…” Hikari berkata takut-takut, aura Corazon sekarang agak menakutkan, meski ia yakin Corazon tidak sedang marah.

“Kenapa lu segitunya pengen tau tentang gue?” Tanya Corazon lagi, wajahnya sudah dekat dengan wajah Hikari sekarang, menatapnya lekat-lekat.

“K-kita kan sekarang rekan… jadi wajar aku mau tau tentang Kakak… ahehe…” Hikari terkekeh, “Kak… terlalu... dekat..” Hikari mendorong tubuh Corazon lebih jauh darinya.

“Udah, gosah bucin depan gue lo pada.” Acid menggerutu kesal.

“Siapa yang ngebucin, elu kali kebelet ngebucin, bawa-bawa kami kesini cuma buat balikin cewe lu yang udah gaada.” Corazon menjawab dengan nada kesal. Acid hanya diam, tertunduk.

Suasana lenggang sejenak.

“Ahaha.. By the way, kita kenalin diri masing-masing dulu, ya kali kita manggil nama dari dimensi lain di hadapan orang banyak, ntar mencolok banget.” Usul Hikari, memecah keheningan. Acid dan Corazon mengangguk, setuju.

“Gue Rasyid.” Acid mengenalkan diri.

“Galang.” Ucap Corazon pendek.

“Aaa… nama aku kependekan kayaknya… di kelas pada manggil aku ‘Ai-chan’, mungkin namaku Ai?” Hikari berkata, dengan ekspresi kebingungan.

“Pfft, Ai-chan? Lu bocah TK apa gimana?” Corazon terkekeh menahan tawa. “Terserah manggil apa, aku Ai.” Hikari mendengus kesal, malas berdebat.

“Oke, sekarang serius, apa yang terjadi dengan kita sebenarnya?” Corazon mengalihkan topik, menyeruput minumannya.

“Maafin gue, harusnya kalian ga ikut-ikutan kesini.” Ucap Acid dengan nada bersalah. “ Lupakan tentang itu, Cid. Gue nanya, apa yang terjadi? Gue udah nebak dari awal, ini semua berhubungan dengan lu dan Caby. Sekarang, kasih tau gue, apa yang terjadi sama lu sebelum ini?” Tutur Corazon.

Hikari diam menyimak.

“Gue… ketemu sama Cabi… lalu…”

“Lalu kenapa? Dia ngomong sesuatu?”

“Dia... dia bilang… Dia ingin hidup dengan gue, di kehidupan yang lain…” Ucap Acid tertunduk.

Corazon terbelalak tak percaya. Jangan tanya lagi tentang Hikari, yang bahkan tersedak minumannya sendiri saat mendengarnya. Berarti, Caby minta Acid buat tinggal di dunia ini bersamanya? Pikir mereka di dalam hati.

“Cid, lo jangan bercanda. Lo ga berpikiran kalo lo bakal tinggal disini kan?” Gertak Corazon,
mendorong Acid sampai tersandar ke dinding.

Acid hanya diam.

Corazon berdecih pelan. Hikari mematung, menyaksikan pertengkaran itu.

“Jadi, lo mau tinggal di dunia ini?” Tanya Corazon, dingin.

“Ya, gue mau tinggal disini.” Jawaban yang sudah Corazon duga. Ia menghela nafas kasar, meletakkan minumannya.

“Terserah lo. Berarti, kita menjadi dua kubu sekarang.” Ujar Corazon, menatap Acid dingin.
Hikari tak bisa melakukan apa-apa kala itu. “Kalian jangan bertengkar, kita kan rekan—“

“Kita berbeda kubu, Hikari. Sekarang, putuskan. Ikut denganku, atau tinggal disini, bersenang-senang dengan kehidupan baru, yang bahkan baru lo kenali. Lo senang disini? Silahkan tinggal. Lo mau pulang? Ikut gue.” Tutur Corazon, memakai kembali blazer hitamnya.

Hikari diam sejenak, “Kakak… benci dengan kehidupan disini?”

Corazon menoleh, menatap Hikari intens, “Oh, jadi lo suka juga disini. Wah, padahal belum sehari disini. Lo suka dengan semua ini? Silahkan, tinggal disini. Gue ga maksa.”

“B-bukan gitu, aku cuma nanya, kakak ga suka tinggal disini?” Hikari berkata gagap, karena tatapan Corazon. Corazon menarik Hikari lebih dekat padanya,

“Jadi lo lebih suka hidup disini, yang notabenenya bukan kehidupan lo, dibandingkan hidup sama gue di kehidupan asal lo?”

Hikari tertegun, iris matanya menatap manik merah darah pemuda dihadapannya, kemudian berkata lirih,

“Kakak ga bakal ngerti…”

“Huh?”

Antara Kenangan dan Kenyataan.Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ