44.

19.2K 2K 4
                                    

"Belum bangun dia?. " Tanya Affan pada Elvaret yang hendak berdiri dari duduknya.

Elvaret menoleh pada Affan, "Baru tidur." Jawabnya pelan. Affan mengangguk paham. Setelah di diagnosa traumanya kambuh, Retta lebih sering mengalami mimpi buruk. Membuat Retta hanya tertidur 1 sampai 2 jam, jika ingin Retta tertidur nyeyak memerlukan obat tidur yang disuntikkan di jarum infus.

"'Dia' datang kepadamu?." Tanya Elvaret sembari mengambil tas yang ada di bahu kanan Affan. Affan sepertinya pulang kuliah langsung datang kerumah sakit.

Affan yang langsung paham mengangguk, "Hm, meminta izin untuk mendekati Retta kan?." Ujar Affan sembari berjalan menuju sofa yang ada di sana.

Elvaret ikut mendudukkan dirinya di samping Affan, "Ya, kamu mengizinkan?." Balasnya dan menyamankan duduknya di sofa.

Affan memandang Elvaret yang berada di sampingnya.

"Tidak, kamu pikir semudah itu?" Ucap Affan, Elvaret menggeleng pelan.

"Tentu saja tidak."

°°°

"Affandra." Panggil Elvaret setelah membuka pintu ruang kerja milik Affan. Mereka harus pulang sore hari karena pergantian orang yang menjaga Retta, waktu Elvaret dan Affan hanya sampai siang sebenarnya. Tapi Miko dan Vernon ada jadwal kuliah siang, jadi Elvaret dan Affan harus disana beberapa jam lagi.

Affan yang sedang duduk di kursi ruang kerjanya menoleh pada Elvaret yang membuka pintu dan memanggil namanya.

Elvaret berjalan menuju kursi yang ada di depan Affan dengan meja yang berisikan kertas sebagai pembatas keduanya.

"Aku akan melanjutkan kuliah, bagaimana menurutmu?." Tanya Elvaret dengan datar. Bukannya tidak menghormati Affan sebagai suaminya, namun cara bicaranya memang seperti ini. Mungkin sekali lihat orang orang berfikir Elvaret arogan, tapi yasudahlah. Elvaret tidak mementingkan omongan orang yang seperti tong kosong.

Affan langsung menegakkan tubuhnya setelah mendengar pertanyaan Elvaret yang meminta pendapatnya. Percayalah, Affan merasa di hargai sebagai suami karna Elvaret masih mau meminta pendapatnya. Ya, walau dengan ciri khas perempuan itu, Datar dan langsung keintinya.

"Itu keputusan mu." Jawab Affan dan kembali membaca dokumen yang berada di meja depannya.

Elvaret mengetuk ngetuk meja yang ada di depannya, jari lentiknya seakan memikirkan keputusan apa yang harus ia ambil.

"Aku akan melanjutkan, dengan mengambil jurusan psikologis."

°°°

2 tahun kemudian....

Sudah dua tahun sejak Elvaret memutuskan untuk melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan psikolog. Perkataan Elvaret benar benar di lakukan, sekarang Elvaret sedang menempuh pendidikan kuliah semester 4. Yah, harus di sibukkan dengan berbagai tugas.

Apalagi Elvaret harus mengurus Retta yang saat itu sedang mengalami trauma. Sebuah tantangan tersendiri, untungnya jiwa yang berada di dalam tubuh Elvaret adalah perempuan dewasa, menjadi kan itu lebih ringan sedikit.

"Kakak." Panggilan riang itu mampu membuyarkan lamunan Elvaret. Dia menoleh pada pintu yang di buka oleh seorang gadis berpakaian kasual dengan rambut yang di kuncir kuda. Membuatnya terlihat girly dan feminim.

Elvaret mengangkat satu alisnya pada gadis yang sedang tersenyum riang padanya.

"Aku akan menghadiri pesta ulang tahun salah satu teman kuliahku, boleh ya?." Mohon gadis itu dengan menyatukan kedua tangannya, manik coklat matanya memandang Elvaret seperti anak anjing.

Dahi Elvaret mengkerut jijik, "Hentikan tingkah menjijikkan mu itu." Ucapnya dengan sarkas, matanya kembali sibuk pada laptop yang ada di depannya.

Gadis yang memelas tadi segera menetralkan ekspresinya. Ah, kakaknya memang tidak bisa dirayu, pikirnya dengan cemberut.

"Aku diundang, Kak. Boleh ya?." Pintanya sekali lagi.

Elvaret masih tidak bergeming, masih teguh tidak akan memberi izinnya. Tapi gadis tadi tidak menyerah, sebelum mendapatkan izin dari Elvaret.

"Ayah mengizinkan, Kakek juga, kalau Abang... itu tergantung Kakak. Boleh ya, Kak." Mohonnya untuk yang ketïga kalinya, kalau tidak berhasil. Ia akan mengeluarkan kalimat andalannya.

"Tidak." Satu kata terdengar dari bibir Elvaret yang berupa penolakan. Retta langsung menjawabnya...

"Aku akan pergi dengan Miko." Itu adalah kalimat sakral yang sudah ada sejak 1,5 tahun yang lalu. Elvaret langsung mengangguk, ya dia akan mengawasi adiknya lewat sepupunya itu.

Gadis itu, Retta. Berteriak senang lalu memeluk Elvaret sebentar dan keluar dari ruang belajar Elvaret sekaligus ruang kerja bagi Affan, tidak lupa Retta juga menutup pintu dengan hati hati agar Elvaret tidak berubah pikiran.

Retta kembali pulih dalam waktu 5 bulan, namun itu tidak mudah. Dokter psikolog terbaik di setiap negara hampir saja di datangkan oleh Damar untuk menyembuhkan Retta, namun Elvaret melarang. Memilih merawat Retta dan malakukan terapi secara mandiri, dengan metode orang di sekitar. Medekatkan diri dan meyakinkan bahwa Retta tidak sendiri, ada keluarga yang selalu ada untuknya. Lambat laun akhirnya Retta pulih, walau tidak sepenuhnya. Tapi itu adalah keberhasilan yang patut di banggakan, karena jika Retta di bawa ke dokter psikolog malah akan lebih parah. Dia tidak pernah menganggap dirinya gila, dokter psikolog menurutnya adalah dokter untuk orang dengan kelainan jiwa atau gila.

Itulah alasan mengapa Elvaret ingin mejadi seorang dokter psikolog.

Tbc.



Reincarnation: Twin's for Antagonist [END].Where stories live. Discover now