[Side Story] Ethersyl Agriche

2.1K 381 32
                                    

Itu juga yang membuatnya tidak mudah tertipu. Tidak ada satupun yang bisa menipu matanya. Bahkan ilusi sekalipun.

Namun, ini pertama kalinya dia melihat seseorang memiliki aura berwarna emas.

Saat itulah, Ether sadar bahwa tubuh Erel terisi oleh jiwa asing yang tak dia kenal.

Ingatan di masa lampau kembali mengapung dipermukaan.

"Ether..."

"Ether... Putraku..."

"Kau harus melindungi adikmu."

Brianna, Ibunya, pernah mengatakan sesuatu tentang Erel padanya. Kenyataan bahwa eksistensi Erel itu sangat istimewa.

"Jika waktunya tiba, mungkin Erel yang saat ini ada bersamamu akan mengalami perubahan. Namun, jangan khawatir. Dia tetaplah adikmu, dia tetaplah Erel."

Erel berbeda dengan yang lainnya, namun juga mirip. Dia adalah eksistensi yang diberi anugrah istimewa oleh dunia.

"Siapa?" Tanyanya dengan suara lirih.

Suara Erel, membuyarkan lamunan Ether. Matanya membulat sempurna tatkala mendengar pertanyaan yang baru saja keluar dari mulut adiknya.

Sudah kuduga, dia bukan adik yang dia kenal sebelumnya.

"Erel? Sepertinya kau terluka parah. Bagaimana mungkin kau tak mengenaliku?"

Meski begitu, Ether mencoba untuk bersikap normal dan tidak menunjukkan sikap seolah sudah tahu bahwa dia bukan adiknya. Ether tidak boleh membuatnya tidak nyaman.

Ibu mereka juga pernah mengatakannya. Apapun yang terjadi Erel tetaplah adikku. Tidak peduli jiwa siapa yang berada di dalamnya, dia tetaplah adikku.

"Lihat tubuhmu penuh dengan luka. Bagaimana bisa kau seceroboh ini?"

Ether tidak bisa membohongi perasaannya di depan Erel. Matanya menatap lekat tubuh Erel yang dipenuhi luka dengan sangat khawatir.

Meski masih belum yakin dengan situasi saat ini, Ether tidak bisa mengacuhkannya. Saat ini Erel sedang terluka.

Melihat wajahnya yang pucat dan ekspresinya yang bingung, membuat Ether semakin tidak bisa meninggalkannya sendiri.

"Erel..."  Panggilnya lirih.

Tanpa sadar, tangan Ether mengusap wajah Erel yang kotor karena darah. Ether tidak bisa menyembunyikan ekspresi khawatirnya.

Tiba-tiba saja, tangan Ether terasa basah. Pelupuk mata Erel mulai mengeluarkan air mata.

"Erel? Kenapa kau menangis?" Tanyanya lembut.

Ini pertama kalinya Erel menangis seperti ini.

Meski dia ceroboh dan penakut, Erel tidak pernah menangis sebelumnya. Ya, walau dia takut akan Lant Agriche, Erel tidak pernah menangis.

"Shhh... Kau baik-baik saja, ada kakak disini."

Ether memeluknya dengan erat, berharap kalau kehangatan yang dia berikan bisa membuat Erel merasa tenang.

Malam itu terasa begitu panjang. Namun hanya menyisakan kami berdua yang terduduk di lantai bawah tangga dan hanya di temani oleh angin sepi.

Pada akhirnya, Erel terisak hingga tertidur dengan sendirinya.

***

Aku lengah...

Pandanganku saat ini mulai menggelap. Aku bahkan tidak bisa mendengar dengan jelas.

𝐁𝐋𝐎𝐎𝐃 𝐀𝐍𝐃 𝐓𝐄𝐀𝐑𝐒 || twtptflobWhere stories live. Discover now