13/13

559 125 100
                                    

Kalo mau aku update lagi malem ini, ramein!

Enam bulan kemudian.

Hari ini adalah hari terakhir Joanna kerja. Karena dia sudah mengirim surat pengunduran diri sebelumnya. Ditambah, kakinya mulai sering bengkak dan membuatnya kesulitan berjalan. Sehingga Jeffrey terus mendesaknya untuk segera beristirahat di rumah.

"Kok ada dua?"

Tanya Joanna pada Jeffrey yang sedang memasukkan dua botol minuman ke dalam tasnya yang telah berisi kotak makan siang sebelumnya.

Iya, Jeffrey masih menyiapkan bekal makan siang untuk istrinya. Karena dia memang sangat perhatian dan tidak pernah melewatkan satu haripun untuk tidak memperhatikan asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi istrinya.

"Satu untuk susu dan satunya untuk air putih. Aku tidak bisa membuatkan susu ketika makan siang karena aku ada rapat di luar. Tidak apa-apa, kan? Susunya sudah kuberi es batu juga. Tahan sampai tujuh jam."

Joanna mengangguk singkat. Lalu duduk di samping Jeffrey yang saat ini masih sibuk menata isi tasnya.

Soal pembicaraan mereka tentang si kembar pada enam bulan yang lalu---Jeffrey tentu saja langsung meminta maaf pada Joanna. Serta berusaha untuk memperbaikinya. Karena dia memang tidak sadar jika sedang melukai istrinya dengan cara mengabaikan dia demi si kembar.

"Nanti malam mau makan di luar? Untuk merayakan---"

"Aku sudah ada janji dengan orang-orang kantor. Kamu jangan ikut, nanti mereka tidak nyaman jika ada kamu!"

"Ya, sudah. Tapi hati-hati, jangan makan di tempat yang ada asap rokoknya. Apa mau kureservasikan tempat?"

Joanna menggeleng pelan. Saat ini dia tampak malas menanggapi suaminya. Entah karena bosan atau justru jengah karena Jeffrey begitu possessif padanya.

"Mbak Gita sudah reservasi tempat di hotel depan kantor kita. Kamu tenang saja. Aku bisa jaga diri."

Jeffrey mengangguk lega. Lalu memulai sarapan bersama istrinya. Sesekali dia juga menyuapi Joanna dengan daging yang sudah dipotong-potong kecil sebelumnya.

1. 10 PM

Joanna sedang makan siang bersama Gita dan Clara. Mereka juga sesekali menggoda Joanna yang tampak seperti anak TK yang sedang mengikuti acara camping di hutan. Sebab bekal makan siang yang dibawa selalu berisi makanan empat sehat lima sempurna yang disiapkan suaminya.

"Andaikan ada yang seperti Pak Jeffrey, aku pasti akan cepat-cepat kunikahi!"

Seru Clara sembari menatap iri Joanna yang baru saja membuka kotak bekal. Kotak bekal yang berisi nasi merah, ayam bakar, beberapa sayur segar, serta buah-buahan yang telah dikupas dan dipotong kecil-kecil agar mudah dimakan.

"Halah! Kamu ini! Didekati Yusuf saja tidak mau, tapi sok-sokan mau cepat-cepat menikah!"

Sekedar informasi, Yusuf adalah calon pengganti Joanna yang berusia lebih muda dari mereka. Dia tampak tertarik dengan Clara, namun wanita itu enggan didekati anak muda seperti dia.

"Bukan begitu Mbak Gita. Dia lebih muda! Aku tidak selera!"

Joanna terkekeh pelan. Lalu mulai memakan makan siangnya perlahan. Hingga tiba-tiba saja Miranda datang. Tentu saja dengan penampilan cantik seperti biasa.

"Permisi. Ada yang ingin kubicarakan dengan Joanna saat ini. Bisa tinggalkan kami?"

Clara dan Gita yang sudah tahu siapa Miranda tentu saja langsung pamit. Meninggalkan Joanna sendiri bersama Miranda yang sedang duduk di hadapannya saat ini.

"Ada apa?"

Tanya Joanna sembari meminum air mineralnya. Karena botol isi susu dingin ditinggal di meja kerja.

"Besok anak-anak ulang tahun. Mereka berharap Jeffrey datang. Tolong izinkan Jeffrey datang, ya? Karena aku tidak ingin membuat anak-anak kecewa."

Ucap Miranda dengan raut sedih. Namun hal itu tidak membuat Joanna iba sama sekali. Justru sebaliknya, dia jadi kesal sekali dan ingin mencabik-cabik wajahnya saat ini.

"Kali ini ulang tahun, besok-besok alasan sakit dan ingin dijenguk suamiku. Seperti apa yang dulu pernah kau jadikan alasan di malam kedua pernikahanku. Setelah itu apa lagi? Miranda, aku istri Jeffrey. Aku juga sedang mengandung saat ini. Apa salah kalau aku ingin dia selalu ada di sampingku? Dan anak-anakmu, mereka bukan siapa-siapa suamiku, jadi tolong jangan usik hidup suamiku! Sudah cukup kamu memakai namanya untuk membuatkan akta kelahiran anakmu!"

Joanna tampak marah sekarang. Dia juga mulai mengemas makan siangnya. Tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan Miranda.

"Joanna, aku dan anak-anakku mengenal Jeffrey lebih dulu darimu. Sebelumnya, kamu juga sudah mengatakan tidak masalah jika Jeffrey harus menemui anak-anakku setiap minggu. Lalu kenapa seperti ini sikapmu? Menjilat ludah---"

"Iya, aku memang menjilat ludah sendiri! Semua orang bisa berubah! Dulu aku mengatakan itu karena aku pikir kamu tidak ikut campur. Tidak ikut bertemu dan berdandan cantik di depan suamiku. Kenapa? Kau sengaja menggodanya, kan? Kau sengaja mau merebut suamiku melalui perantara anak-anakmu, kan?"

Plak...

Miranda menampar Joanna. Sangat kencang. Di depan banyak orang. Hingga membuat mereka menjadi tontonan sekarang.

"Aku? Merebut suamimu? Seharusnya kau berkaca! Siapa yang perebut di sini? Aku? Atau kamu? Jika tahu kamu sejahat ini, aku tidak akan sudi merelakan Jeffrey! Seharusnya dia tetap bersamaku dan anak-anakku! Bukan justru menikahi wanita egois sepertimu!"

Seru Miranda sebelum pergi. Meninggalkan Joanna yang kini tampak menahan emosi. Kemudian berdiri dan melempar kotak makan pada kepala Miranda yang sedang setengah berlari.

BRUK...

Miranda berhenti berjalan. Tidak hanya mendapat rasa sakit di kepala, namun Miranda juga harus menahan jijik dan malu secara bersamaan. Sebab isi kotak makan Joanna sudah berceceran mengenai kepala dan lantai yang dipijak.

"Aku tidak pernah merebut, Jeffrey! Sebelumnya aku juga tidak tahu jika Jeffrey telah beristri! Menikahi wanita yang hamil dengan pamannya sendiri! Demi menyelamatkan nama baik perusahaan dan keluarga si wanita ini! Demi balas budi! Tanpa ada rasa cinta sama sekali!"

Seruan Joanna membuat air mata Miranda mengalir perlahan. Kedua tangannya juga sudah mengepal. Apalagi setelah mendengar cuitan buruk tentangnya.

"OMG! Jadi anak kembarnya itu bukan anak Pak Jeffrey? Pantas saja tidak mirip!"

"Gila! Hamil dengan pamannya sendiri? Pantas saja anaknya cacat seperti ini!"

"Untung Pak Jeffrey langsung bercerai dengan wanita ini! Kasihan juga kalau dia yang harus bertanggungjawab akan kesalahan yang tidak pernah dilakukan selama ini!"

Joanna mulai mengedarkan pandangan ke sekitar. Pada orang-orang yang sudah menatap jijik Miranda. Membuatnya sedikit iba dan merasa bersalah juga. Karena telah kelepasan berbicara demikian di kantin perusahaan.

"Miran---"

"AKU AKAN MEMBUATMU MENYESAL!"

Pekik Miranda sebelum pergi. Tentu saja dengan air mata yang semakin deras membasahi pipi. Membuat Clara dan Gita langsung mendekat saat ini. Sebab tubuh Joanna langsung lemas dan akan jatuh jika tidak dipegangi.

Jeffrey ❤️ : APA YANG KM LAKUKAN PADA MIRANDA!?

150+ comments for next chapter :)

Tbc...

MR. RIGHT [END] Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin