26

11.5K 1.5K 136
                                    

Mobil milik Jeno terpakir rapi didepan gerbang rumah Jaemin, pria itu turun membawa sebuket bunga Daisy dan ditangan kanannya dia membawa paperbag berisi berbagai macam kue.

Bibirnya mengulum senyum lebar, tak sabar untuk bertemu Jaemin dan memulai untuk meluluhkan hati pria itu dan keluarganya.

Wajahnya yang berseri-seri bak orang sedang kasmaran.

Dia tatap gerbang rumah Jaemin dan merasakan aura kesunyian disana. Alisnya bertaut namun ia hiraukan, siku kanannya bergerak mendorong gerbang itu hingga akhirnya terbuka.

Tak tampak aura kehidupan dirumah itu membuat Jeno bingung, namun ia putuskan untuk mendekat kearah pintu.

Sejak kemarin, memang Jeno belum menghubungi Jaemin lagi. Dia kira mungkin untuk tak terlalu agresif, khawatir Jaemin akan risih. Dan hari ini juga dia datang tanpa mengabari berniat membuat kejutan.

Tangannya memencet bel masih dengan senyum mereka, melihat lagi bunga segar dan harum yang mungkin akan Jaemin sukai. Alisnya bertaut karena pintu tak kunjung dibuka.

Jika dilihat, rumah itu seperti tak ada orang. Apa Jaemin dan keluarganya sedang keluar?

Sekali lagi ia coba pencet bel rumah itu, masih dengan setia dan wajah cerah menunggu pintu terbuka. Tak sabar jika Jaemin membuka pintu dan dia akan langsung memberikan bunga itu.

Dia membayangkan akan seperti apa raut wajah Jaemin, pastilah datar dengan semburat merah seperti wajah malu-malu kebiasaannya.

Duh, Jeno sudah gemas dan tak sabar ingin melihatnya.

Tapi mengapa pintu tak kunjung dibuka?

Kreeek!
Jeno menoleh saat mendengar suara pintu gerbang terbuka lalu munculnya sosok wanita paruh baya berambut ikal sebahu, langkahnya yang gemetar mendekat kearah Jeno.

“Maaf, tapi Anda siapa?” tanya Wanita itu.

“Halo, Maaf Bibi. Aku teman pemilik rumah ini” Jawab Jeno.

“Aigoo, kenapa dia tidak memberitahumu jika dia pindah” Tutur wanita itu dengan suara seraknya.

“Pindah?” Tanya Jeno dengan alis bertaut.

“Iya, mereka berangkat ke China kemarin siang dan mengatakan bahwa mereka akan menetap disana. Rumah ini juga dijual”

“Apa?”

“Ku kira kau orang yang mau membeli rumah ini” Dengusnya lalu berbalik meninggalkan Jeno.

Wajah Jeno memanas, matanya mendadak berkaca-kaca. Kakinya bak melemas dan seluruh benda yang ia pegang jatuh ke tanah.

Apa ia baru saja tak salah dengar?
Jaemin pindah ke China? Tanpa memberitahunya?
Bahkan kemarin siang mereka masih berbalas pesan.

Dengan gemetar ia keluarkan ponselnya disaku celana. Jari-jarinya dengan lincah mencari kontak Jaemin dan mencoba menghubungi nomor itu. Namun nihil justru operator lah yang menjawab dan panggilan ke Jaemin tak dapat tersambung.

“Tidak mungkin...” Lirih Jeno

Irisnya bergerak gelisah, memikirkan segala tentang Jaemin. Apa yang membuat Jaemin pergi? Lalu kenapa kemarin mereka masih berbalas pesan?
Otaknya terus melemparkan berbagai macam pertanyaan yang ia sendiri tak tahu jawabannya. Ini lebih sakit dari pada ia mendapat bogem mentah dari Yuta waktu itu. Kepergian Jaemin yang diam-diam dan mendadak.

Ia kira, Jaemin telah memberinya kesempatan.

Jeno dengan cepat berlari keluar dari gerbang dan menuju mobilnya. Pria itu tak memikirkan apapun, dia memacu mobilnya untuk pulang ke rumah.

PLAY DATE [NOMIN]✓Where stories live. Discover now