Prolog

25 5 4
                                    


Semua terasa mustahil. Tidak nyata. Warna di langit atas itu sudah keabu-abuan. Tanda semuanya akan segera berakhir. Negeri kita tak akan terselamatkan lagi.

Teriakan kesakitan maupun kemenangan terdengar dari segala arah. Lapangan hijau-yang sudah terbakar-luas ini dipenuhi warna merah dan asap. Pasukan berpakaian baja dengan senjata masing-masing masih sibuk bertarung mempertahankan harga diri mereka. Pasukan berseragam hitam melawan pasukan berseragam putih.

"Ayo, pasukanku. Kita tidak boleh mempermalukan leluhur kita!" sahut seorang pria berwibawa dengan rambut dan janggut yang sama panjang. Ia dikelilingi pasukan putih. Semua pasukannya berlari mengacungkan pedang mengkilat mereka, berteriak lantang sembari bertarung dengan lawan.

Pria itu, Raja Hank. Ketua dari ketua pasukan putih. Tidak ada yang mengetahui wajah aslinya, karena wajahnya selalu dimanipulasi cahaya. Ia memegang kekuasaan besar di negerinya, Ambawa. Negeri yang sekarang sedang dijajah atau direbut oleh pasukan hitam.

Dengan sisa beberapa gedung (jantung) inti di negeri ini dan secercah harapan dari pasukannya, Raja Hank bisa bertahan, hingga...

"TEMBAK!" seru seorang wanita dengan lantang.

WUSHHH! BRAKKK! Suara dan pemandangan yang amat menakutkan bagi warga Ambawa. Jantung dari negeri ini, Gedung Kreta, runtuh dibom.

"TIDAK!" teriak para warga biasa yang berlarian kesana kemari menghindari reruntuhan gedung. Beberapa reruntuhan gedung jatuh ke jurang di belakang gedung, namun tidak sedikit pula yang jatuh ke tanah menimpa warga.

Raja Hank hanya bisa termangu melihatnya. Ia tahu apa yang akan terjadi setelah jantung negeri ini runtuh. Tak lama lagi, hidupnya dan para warga akan habis.

"Veren. Kamu yang mengomando sekarang. Ayah sudah beri tahu semua yang harus kau lakukan."

Pangeran Veren mengangguk. Dia langsung menunggangi kudanya membantu pasukan lainnya. Sementara Raja Hank dengan kudanya berlari cepat menuju reruntuhan Gedung Kreta.

Wanita yang berteriak lantang tadi, Ratu Hyera tersenyum lebar melihat Raja Hank berlari jauh dari medan perang. Inilah kesempatannya. Untuk membalas dendam.

Ketua dari ketua pasukan hitam itu, yang wajahnya juga dimanipulasi kegelapan, terbang melayang dengan naga-naga hitam kecil mengelilinginya. Ia bergerak menuju Raja Hank yang tengah menunggangi kudanya menuju Gedung Kreta.

Raja Hank sadar ada yang mengikutinya. Ia menoleh ke belakang, dan ternyata benar, itu Ratu Hyera.

"HANK! MENYERAH SAJA!" teriak sang ratu ketika ia sudah sampai tepat di belakang kuda sang raja.

Namun Raja Hank tidak memperlambat kecepatan kudanya, melainkan menambahnya. Di belakang, tangan Ratu Hyera terus menggapai-gapai ekor si kuda untuk menghentikan lajunya, tapi tetap tidak membuahkan hasil. Sampai ketika Raja Hank menghindari reruntuhan Gedung Kreta yang tak ada habisnya, Ratu Hyera tertimpa beberapa reruntuhan.

Raja Hank berhenti sejenak setelah keluar dari Gedung Kreta, berbalik menatap Ratu Hyera yang seluruh tubuhnya beserta naga-naganya tertimpa batu-batu besar. Aura kegelapan sang ratu perlahan-lahan sirna karena rasa sakit yang tiada tara.

Melihat itu, Raja Hank tersenyum. Ia turun dari kudanya, merasa yakin bahwa ia telah memenangkan perang ini. Ia berjalan menuju sebuah pilar di belakang gedung dan di depan jurang dalam, pilar tersembunyi yang memiliki ribuan rahasia di dalamnya. Raja Hank menyentuh sisi pilar tersebut, sambil memejamkan mata. Saat pilar itu bercahaya, ia mengucapkan,

"Para leluhur. Kami sudah berhasil mengalahkan Negeri Tarane, dan..."

WUSSHHH! Sebuah bom kecil melesat menuju pilar. Membuat pilar itu seketika meledak dan hancur.

Raja Hank terdiam beberapa saat. Ia menoleh dengan tatapan horror ke arah Ratu Hyera yang sudah berdiri tegap di depannya. Tangan berkuku tajam milik wanita itu mencekik kuat leher Raja Hank. Gaun hitam sang ratu berkibar-kibar merayakan kebangkitannya kembali. Sorot matanya yang tajam menatap jahat lawan besarnya yang sudah menyusahkan hidupnya selama ini.

"Hahahaha....ssshh," tawa sang ratu sembari merintih pelan karena rasa sakit tertimpa batu tadi. "Kau kira, reruntuhan kecil tadi bisa mengalahkanku? Hahaha, kau salah, Hank. Kau terlalu meremehkanku. Dan sekarang, saatnya keadaan berbalik! Hank! Akhirnya aku merasakan apa yang kau rasakan selama ini! HAHAHAHA!" tawanya makin menjadi-jadi sambil menguatkan cekikannya.

Napas sang raja sudah semakin menipis. Tapi ia tak mau mengakhiri perang ini seperti ini. Ia masih punya harga diri. Karena itu, dia perlahan mengambil pedang tak kasat mata di punggungnya, menancapkannya di kaki sang ratu.

"AAKKHHH!" teriak keras Ratu Hyera. Ia menatap sinis sang raja yang tengah terbatuk-batuk melahap udara. Wanita kejam itu mendorong Raja Hank hingga jatuh ke jurang. Namun betapa terkejutnya ia saat melihat kuda Raja Hank melompat menangkap tubuh sang Raja yang tengah mengambang di atas jurang. Dan lebih terkejut lagi ketika kuda itu menumbuhkan sayap di tubuhnya dan membawa pergi sang raja jauh ke atas langit.

"Argh! Sial!" keluh Ratu Hyera. Ia menatap langit dengan seksama, lalu bersiul. Siulan tersebut memanggil seekor naga besar dari langit. Langsung saja Ratu Hyera terbang menuju naga tersebut untuk menungganginya menyusul Raja Hank.

Sang raja dan ratu telah berhadap-hadapan dengan hewan masing-masing dan energi yang semakin menipis. Sorot mata mereka menampakkan ketakutan, amarah, dan kebencian pada satu sama lain.

"Ayo, kita akhiri semua ini." Dan setelahnya, tidak ada yang pernah tahu apa yang terjadi di langit pada malam itu.

An Archive of TarabawaWhere stories live. Discover now