Bab 5 : First Fight

4 0 0
                                    

Semuanya segera berlari ke arah yang ditunjuk Arvien. Kecuali Yuika yang kakinya masih terluka. Sementara Neira dibantu Philip berjalan kesana. Sesampainya disana, Reena cepat-cepat mencoba mencari jalan keluarnya.

Di hadapan mereka hanya ada dinding polosan, tidak ada tanaman yang menutupinya. Namun tetap saja tidak ada yang namanya pintu ataupun lubang lebar yang bisa digunakan untuk jalan keluar. Yang mereka temukan malah tulisan besar 'The Reason'.

"CEPAT BUKA!" Raiya yang sudah sangat lelah dan kesal menghantam, meninju, memukul dinding polosan itu. Air matanya menetes, tak kuasa lagi menahan kesedihannya.

Arvien dengan cekatan menahan gerakan Raiya, dibantu yang lainnya.

"Raiya, plis, dengerin aku!"

"NGGAK! GAK MAU! AKU MAU KETEMU IBUKU! IBU....!"

Raiya terjatuh lemas ke lantai dalam posisi duduk. Air matanya menetes deras hingga kedua tangannya menutup wajahnya. Ia menangis tersedu-sedu sambil memanggil-manggil ibunya. Semuanya menatap Raiya iba. Mereka benar-benar tidak mengerti dan tak tahu apa langkah selanjutnya.

Larisa menatap tulisan 'The Reason' itu dengan tatapan kosong. Ia merasa sudah bisa menjawab semua klunya, ia merasa sudah bisa menemukan jalan keluarnya, tapi alhasil nihil. Ditambah lagi ia mendengar tangisan Raiya, ia merasa buruk. Sangat buruk.

"Larisa," Deance tahu apa yang ada di pikiran temannya. "Ini bukan salahmu. Kita hanya perlu menyelesaikan satu klu ini lagi."

Deance memegang lengan Larisa pelan, membuat Larisa menoleh. "Tapi apa lagi, Deance? Apa maksudnya The Reason ini?!"

"Maksudnya kita disuruh menjelaskan apa alasan kita semua ada disini!" Neira tiba-tiba berteriak. Ia sudah merasa baikan, ia sudah bisa berdiri sendiri. Ia berjalan pelan ke Larisa, masih didampingi Philip di sampingnya.

"Arvien, tolong tenangkan Raiya dulu. Aku janji kita akan menemukan jalan keluar secepatnya," ucap Neira.

"Bagaimana kau bisa yakin, Nei? Kau bahkan tak tahu apa-apa tentang ini, sama seperti kita semua!" bentak Arvien.

"Percaya saja! Aku sebagai teman kelasmu, gak akan pernah bohong dengan apa yang aku omongin!" Neira membalasnya dengan bentakan. Aura hitam mengelilingi Neira, membuat Neira tampak menakutkan.

"N-Nei?" Arvien jadi takut, namun ia segera menenangkan dirinya dan Raiya.

Neira menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan. Aura hitam itu juga ikut menghilang.

"Larisa. Kau ingat mimpiku tadi? Sosok wanita di mimpiku mengatakan tentang lapisan. Sepertinya, aku paham dengan maksud lapisan itu." Neira menatap lurus ke Larisa, sementara yang ditatap hanya menunduk pasrah.

"Kau bicara ke aku saja, Nei. Larisa lagi capek." Deance yang sekarang berhadapan dengan Neira.

Ketika Neira dan Deance bertatapan, mereka berdua merasakan hawa aneh. Hawa kebencian, kemarahan, amarah, dan hawa lainnya yang sukar dijelaskan. Tanpa sadar mereka menatap dengan kebencian pada satu sama lain.

"Kau merasakannya?" tanya Deance berbisik, dijawab dengan anggukan Neira.

"Mungkin ini efek mimpi kita yang mirip." Jawab Neira simple.

"Anyways, lapisan itu. Yuika di awal kita sampai disini, dia bilang tentang lapisan 'Di', lapisan kedua setelah mono, yang dimana kita akan berada di tempat asing dan menyelesaikan quest kita bersama."

Deance mengangguk.

"Dan sosok wanita itu mengatakan kalau bakal ada 7 lapisan. Entah apa dan dimana lapisan itu, tapi anggap saja kita berada di lapisan Di, lapisan kedua. Kau ingat aturan penamaan unsur senyawa kimia? Mono, di, tri, tetra, penta, heksa, hepta, okta, nona, dan deka. Nama lapisannya terinspirasi dari itu."

An Archive of TarabawaWhere stories live. Discover now