⊱┊A―17

524 57 33
                                    

ARAM temaram sebagai artian predestinasi pelik atas dua kehidupan bersarang rasa tersuci tanpa mampu menjadikannya untuk berkekuatan egois

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ARAM temaram sebagai artian predestinasi pelik atas dua kehidupan bersarang rasa tersuci tanpa mampu menjadikannya untuk berkekuatan egois. Bilamungkin semesta mendukung predestinasi pemersatu yang dilakukan atas janji masing-masing menghadap Tuhan, bertambah sokongan persetujuan resmi secara hukum. Nyatanya, belum lekas menjadi penyatuan yang sejati. Seperti memang tidak ada harapan.

Kim Taehyung kelesah, emosi yang bertandang menguasai diri bersebab perempuannya tengah dijadikan bahan tidak senonoh. Tidak ada yang lebih buruk bagi seorang suami, tanpa mampu berbuat apa pun, tatkala raga istrinya tengah digagahi lelaki lain telak menjadi spektakel nyata. Bukan hanya satu. Dan entah apa isi pemikiran sang ayah, iblis di sana memiliki kedudukan amat kuat, menyarangi sanubarinya. Tidak ada hati nurani. Bahkan untuk sang putra, setidaknya kebahagiaan anak bisa dijadikan alasan, ‘kan? Sayangnya Kim Ji Tae terlalu berjiwa setan.

Obsidian tajam yang sialnya terwariskan―Kim Taehyung membenci hal itu―beraduan dengan persengitan di dalam batin dan akal. Jikalau saja bisa, Taehyung ingin sekali tali besi yang menahan luas gerak raganya ini untuk dililitkan pada leher sang ayah. Walakin hal itu terhambat jarak yang sayangnya lumayan dekat. Yang mana semakin mencuatkan keinginan. Haruskah Kim Ji Tae bertindak sekeji ini? Kim Taehyung ini apa sebenarnya?

“Bukankah sudah terlalu banyak waktu yang kubuang sia-sia? Ini balasan atas kecerobohanmu, Kim.”

Alih-alih patuh, sekonyong-konyong Kim Taehyung memicu langkah mundur beberapa kali perlahan dan itu memancing gerak kaki ayahnya mengikuti maju; satu langkah, dua langkah, tiga, empat dan pada pijakan yang ke-lima menjadi alasan tingkah tenang Taehyung yang tidak disadari sebab ada maksud tertentu. Itu pancingan guna mewujudkan impian kecil dalam delusinya. Ji Tae tersenyum bangga dengan tangan menahan tali besi yang melilit pada leher, supaya tidak mengambil napasnya keseluruhan.

“Kau akan membunuh ayahmu, Kim?” Dan dasarnya sikap tenang penuh perhitungan Taehyung pun terturun dari asal bibitnya ini. Ji Tae berkata dengan tenang seolah tidak mempermasalahkan tindakan sang putra yang bisa saja akan merenggut nyawanya.

Interupsi melalui kedipan mata kepada dua bawahannya yang sejak tadi memang berada dalam jarak jangkau dekat―menyaksikan perseteruan tatap dua pasang jelaga yang hampir serupa itu; keduanya kembali patuh untuk membiarkan sang tuan mendapat perlakuan bahaya yang diberikan oleh putranya sendiri.

“Ayah pikir, aku akan hidup tanpanya?”

“Dia sudah tidak berguna lagi untuk kita.”

Desisan kesal sebab tarikan rantai yang semakin bertambah kuat, Ji Tae melihat seraut keseriusan pada sang putra. Jika begini, ia bisa sungguhan akan mati ditangan putranya sendiri.

“Hanya kau!”

Basis polemiknya yang menjadikan kedendaman itu tumbuh hingga mengembang pesat, Kim Taehyung tidak lagi peduli pada hakikat bahwasanya lelaki berumur dalam tahanannya ini adalah sang ayah, ayah biologisnya. Bibir bergumam tegas dengan jemala menggeleng berulang dan tangan makin mengetatkan jeratan besi pada leher ayahnya. Menepis kilasan fragmen ingatan bersama Jina, Jinanya telah salah, iya Jina salah dengan segala pemikiran positif terhadap ayahnya!

𝐀𝐠𝐫𝐞𝐞𝐦𝐞𝐧𝐭 ✓Where stories live. Discover now