⊱┊A―15

801 96 72
                                    

BARANGKALI, Lee Jina teramat ingin menyesali predestinasinya yang kelewat buruk

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

BARANGKALI, Lee Jina teramat ingin menyesali predestinasinya yang kelewat buruk. Tumbuh dalam sarang berapi milik Kim Ji Tae-sang ayah dari lelaki penyangga hidupnya. Delapan belas tahun lalu, tragedi penghancuran tidak selayaknya menjadi pengawal kehidupan. Tatkala raga masih amat rapuh, seharusnya Jina tidak bertahan hidup, menyerukan tangis khas makhluk kecil yang pertama kali mendatangi dunia secara nyata. Tetapi, kuasa itu menuntut―Lee Jina harus hidup―sebagai alat pencapaian tujuan.

Dua tahun lalu ....

Kim Taehyung, sentuh aku! Pembentakan pertama Jina, seharusnya tidak disertai tangis. Disusul bantingan pintu dengan kepergian sosok yang terus terbungkam dan Jina yakin gundah tengah menyelimuti hati.

Siapa bilang, hanya Lee Jina yang hancur? Kenyataan yang lebih parahnya, Jina semakin remuk berkat kehancuran yang juga diterima Kim Taehyung. Predestinasi menyatukan hati―

Terduduk pilu, Jina tahu, memaksa Kim Taehyung untuk menyakiti diri ini terlalu mustahil. Hubungan hati yang bermula sejak usia remaja awal mereka, itu tidaklah seumur jagung. Delapan belas tahun hidup berdampingan―tumbuh bersama, bukan hanya bersebab perjanjian itu yang berhasil mengikat dengan tali sakral menuntut. Tetapi perasaan tulus yang disebut cinta itu murni mutlak bersarang.

Seharusnya kau mengerti, apa yang aku inginkan tidak lain hanya kehidupanmu, Jina.” Perkataan berulang Kim Taehyung sebagai jawaban atas tindak egois Jina yang beberapa kali berkeinginan menyerah―mengorbankan diri sebab memang merasa presensinya tidak layak ada di dunia ini. Bukan Jina tidak ingin bertahan hidup bersama-sama lebih lama lagi. Seharusnya kau mengerti, apa yang aku inginkan tidak lain hanya―kau yang bersedia melepasku, Taehyung. Jina terlalu lemah untuk sekadar bertahan hidup, sedangkan penyangga kehidupannya saja tidak lebih dari seorang Kim Taehyung.

Lee Jina hanya ingin terbebas, itu saja, meski hanya ada satu jalan yaitu kematian sekalipun. Tetapi kenapa sulit sekali. Jina hanya butuh satu keturunannya bersama Taehyung sebagai pengakhiran.

Begitu pintu kembali terbuka, Jina harus bersiap jika nerakanya sebentar lagi akan menjemput. Menatap sendu pada obsidian kelewat datar yang menyimpan luka dalam-dalam. Kim Taehyung mendekat kembali membawa debaran sakit pada jantung, hati luar biasa nyeri, sengguk yang ia tahan dan air mata yang ia sebak dengan tangan penuh memar kebiruan. Kim Taehyung menahannya, menyimpan luka dengan ketegaran bersebab tidak ingin menyakiti wanitanya lebih dalam lagi. Mengusapkan ibu jari guna menyingkirkan butiran air mata yang meluruh di pipi Jina. Lembut dan rapuh. Disaat pandangnya ia alihkan, bibir berucap rendah yang tegas. “Mari melakukannya.”

Keduanya sama-sama masih awam, memulai dengan pagutan pada ranum kelewat lembut. Jina merasa jantungnya berdetak luar biasa cepatnya. Tubuhnya gemetar Taehyung angkat untuk menaiki ranjang-duduk saling berhadapan. Bohong jika Taehyung tidak menahan diri selama ini. Jina itu wanitanya, terkasihnya, menginginkan Jina secara utuh jelas menjadi salah satu impian Taehyung. Alih-alih gairah itu melebur, tangis bersama lebih dominan mengiringi decap cumbana. Berulang kali bahkan Jina mengulurkan jemarinya, mengusap tanda sakitnya Taehyung yang meluruh bersamaan.

𝐀𝐠𝐫𝐞𝐞𝐦𝐞𝐧𝐭 ✓Kde žijí příběhy. Začni objevovat