20

253 14 1
                                    

Happy Reading!

Jam telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, namun seorang gadis masih betah dengan posisinya, berbaring dengan selimut hampir menutupi sekujur tubuhnya. Ia merasa jika badannya tidak seperti biasanya, kepalanya terasa pusing disertai badan menggigil.

Rasa tak nyaman yang menyerang tubuhnya sudah ia rasakan sejak sadar dari pingsan semalam. Viola sendiri tidak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi. Ia menebak jika perubahan suhu yang terjadi pada tubuhnya dikarenakan shock atas perlakuan Ervan padanya.

Selama belasan tahun hidup, baru kali Viola merasakan sebuah tamparan yang dilayangkan oleh kakaknya sendiri. Perasaannya tidak bisa diungkapkan, kecewa, marah, sedih, bercampur menjadi satu. Namun rasa tidak percaya masih mendominasi pikirannya.

Viola kembali memejamkan matanya kala mendengar suara handel pintu yang ditarik. Ia berusaha memfokuskan pikirannya agar sandiwara yang sedang ia lakukan terlihat natural. Viola dapat merasakan jika sebuah tangan mendarat di puncak kepalanya, sebisa mungkin ia menahan anggota tubuhnya agar tidak bergerak.

"Mama nggak pernah bayangin kamu mengalami hal ini, Nak. Mama minta maaf karena nggak bisa berbuat banyak."

Viola bisa merasakan jika tangan Mama Dita bergerak mengusap kepalanya. Suara Mama Dita terdengar sendu, membuat Viola ingin menangis saat itu juga.

"Viola, bangun, Sayang."

Tangan Mama Dita beralih ke pipi Viola, mengusapnya pipi mulus itu dengan sayang. Viola baru membuka mata saat Mama Dita telah melakukan hal itu berulang kali.

"Mama," sapa Viola kala matanya benar-benar terbuka.

"Gimana kondisi kamu, Sayang? Udah enakkan?" tanya Mama Dita dengan lembut.

"Mendingan daripada semalam sih, Ma. Cuma badan aku masih menggigil," ungkap Viola.

"Nggak usah kuliah dulu. Mama udah minta Dokter Rehan buatin surat keterangan sakit buat kamu," ujar Mama Dita.

"Iya, Ma."

Mama Dita mengusap pipi Viola dengan sayang. "Mama ambilin makan sama obat kamu dulu di bawah ya."

"Nanti Mama capek bolak-balik naik tangga," ucap Viola. Pasalnya beberapa hari yang lalu Mama Dita mengeluh jika sendi yang berada di bagian lututnya terasa nyeri.

"Udah sembuh kok. Kamu jangan tidur lagi, tunggu Mama ke sini," pesan Mama Dita. Seusai mengatakan hal demikian, Mama Dita beranjak dari kamar Viola.

Sementara itu Viola memilih mengubah posisinya menjadi duduk bersandar di kepala ranjang. Tak sengaja matanya melirik ke samping ranjang, tepat di atas nakas terdapat ponselnya yang masih tersambung dengan charger. Viola sangat yakin jika Delon yang melakukan hal itu.

Viola memilih bergeser sedikit menuju nakas, kemudian mencabut kabel data yang terhubung di ponsel miliknya. Senyum kecil terbit di bibir pucatnya saat melihat spam chat dari Arsen melalui WhatsApp. Mengabaikan chat lainnya, Viola memutuskan untuk membuka chat dari Arsen terlebih dahulu.

Pesan yang dikirimkan oleh Arsen berjumlah lebih dari lima puluh, kebanyakan berisi pertanyaan mengenai kondisi Viola. Jari-jari Viola mulai menari di atas layar ponsel miliknya, bermaksud membalas pesan yang dikirimkan oleh cowok itu.

Viola tidak bisa menahan bibirnya untuk berhenti tersenyum, melihat Arsen yang begitu perhatian padanya membuat hati Viola berbunga. Apalagi ketika mengingat jika ia dan Arsen sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Rasa senangnya sulit untuk dideskripsikan.

Bertepatan dengan pesan yang ditulis oleh Viola terkirim, suara pintu berdecit terdengar. Viola mengalihkan fokusnya ke arah pintu kamar, terlihat Delon dengan setelan formal masuk ke dalam kamarnya, kakak keduanya itu juga membawa baki yang berisi sarapan dan obat untuk Viola.

"Loh kok Kak Delon yang ke sini?" tanya Viola keheranan.

"Nggak boleh?"

"Ya boleh dong."

Delon meletakkan baki itu di atas nakas. Piring yang berisi nasi dan lauknya ia ambil, kemudian ia duduk di tepi ranjang.

"Gimana keadaan kamu, Vi?" tanya Delon.

"Udah mendingan daripada semalam, Kak."

"Syukurlah. Jangan pikirin masalah semalam dulu, ya. Fokus sama kesehatan kamu," pesan Delon.

Viola menatap wajah Delon. Raut wajah sangat kakak menyiratkan jika ucapannya merupakan ketulusan.

"Vio pengennya gitu, Kak. Cuma kejadian semalam udah melekat di otak Vio, jadi susah banget buat ngilanginnya. Sampai sekarang Vio masih nggak ngerti, kenapa Bang Ervan bisa sebenci itu sama Arsen," ungkap Viola.

Tangan Delon terangkat untuk mengusap pipi Viola. "Kamu nggak perlu khawatir, meskipun Bang Ervan ngelarang kamu buat deket sama Arsen, masih ada Kakak dan Mama yang dukung kamu. Mama dan Kakak nggak akan ngelarang kamu buat berteman dengan siapapun."

"Termasuk kalo Vio jadian sama Arsen?" tanya Vio ragu.

"Termasuk itu juga. Jujur aja Kakak lebih senang kalo kamu punya pacar yang udah kenal baik sama keluarga kita, apalagi Arsen. Kakak setuju banget kalian pacaran, karena Kakak yakin banget kalo Arsen bakal tulus jagain kamu," ucap Delon.

"Makasih, Kak. Vio kira kalian nggak setuju sama hubungan Vio dan Arsen," ujar Viola.

"Jangan mikir kayak gitu. Jangan pikirin penolakan Bang Ervan, karena yang menjalani hubungan kalian, bukan Bang Ervan, Kakak, maupun Mama."

"Siap, Kak! Makasih udah mau ngertiin Viola."

"Udah jadi kewajiban seorang kakak, Vi. Sekarang kamu sarapan dulu, ya. Biar Kakak suapin," ucap Delon sembari mengangkat piring yang berada di tangannya.

Dengan semangat Viola membuka mulutnya, menantikan suapan dari sang kakak. Masa depan benar-benar tidak bisa ditebak, dulu Delon yang selalu membuat Viola kesal, sekarang kakak keduanya itu malah menjadi sosok penyayang.

"Oh iya, Kak. Gimana sama rencana buat ketemu sama Mbak Shakila?" tanya Viola disela kunyahannya.

"Kakak udah hubungin Mbak Shakila buat ketemuan, tapi jadwal kita tabrakan. Jadi, sampai sekarang belum deal kapan buat ketemu," jelas Delon.

"Oh, semoga masalah mereka cepet selesai, Vio kasihan kalo inget Ryzard."

"Do'ain aja semoga semua permasalahan yang terjadi di keluarga kita cepet selesai, biar kita bisa hangat kayak dulu lagi," timpal Delon.

"Aamiin."

"Kakak udah telpon Arsen, katanya dia bakal ke sini kalo jam kuliahnya udah selesai."

Ucapan Delon mampu membuat bola mata Viola membesar. "Kakak bilang ke Arsen kalo Viola sakit?"

"Iya lah. Biarin dia tahu, Kakak yakin kalo kamu bakalan cepet sembuh setelah Arsen ngunjungin kamu."

"Sebenarnya Viola seneng kalo Arsen main ke sini, cuma Vio takut kalo Bang Ervan tiba-tiba pulang ke rumah," ungkap Viola.

"Kamu nggak usah khawatir, Kakak udah ngelarang Bang Ervan buat pulang ke sini," ucap Delon dengan entengnya.

"Kok gitu, Kak?"

Seketika perasaan khawatir memenuhi pikirannya setelah mendengar penuturan Delon. Viola memang membenci perlakuan Ervan, namun rasa sayangnya pada abangnya itu tidak pernah berkurang sedikitpun. Mungkin saat ini sikap Ervan buruk pada Viola, namun jika mengingat perjuangan Ervan menggantikan sosok ayah di keluarganya membuat Viola mengesampingkan rasa bencinya.

"Biar abang kamu sadar sama kesalahan yang dia lakukan. Bang Ervan memang anak pertama di keluarga kita, tapi bukan berarti dia bisa bertindak semaunya. Apalagi melarang kamu untuk bergaul dengan Arsen."

"Semoga Bang Ervan bisa secepatnya sadar sama kesalahannya," ucap Viola.

"Kita tunggu perubahan Bang Ervan sama-sama."

Delon memilih mengakhiri obrolan mereka dan melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda, menyuapi adik kesayangannya.

_______________________________________________

Akhirnya bisa update lagi. Target bulan puasa ini bisa end semoga terlaksana. Jangan lupa buat ninggalin jejaknya ya!

Purwodadi, 5 April 2022

YOU ARE MINEWhere stories live. Discover now