6

1K 52 2
                                    

Happy reading!

Author POV

Sepulangnya Arsen dan Viola dari kafe, kini mereka menuju ke rumah Arsen. Arsen mengajaknya bertemu dengan sang mama dan adiknya, Velyn. Tak ada penolakan dari Viola, jujur saja ia juga rindu dengan mereka, terlebih Velyn.

"Nggak papa kan kita ke rumah dulu?" ucap Arsen sembari melirik ke arah Viola.

"Nggak papa, Sen. Lagian gue pengen ketemu sama orang tua lo dan Velyn."

"Lo udah izin sama Tante Dita?"

Viola menatap Arsen yang tengah sibuk mengemudi. "Udah kok, mama selalu percaya sama lo, Sen."

"Gue seneng kalau lo udah izin, gue takut lo kena marah sama Tante Dita."

"Mama itu penyayang banget, dia nggak pernah bentak gue, apalagi marahin," ucap Viola. Gadis itu tersenyum kecil kala ingatannya tertuju pada sang mama.

"Kan lo anak manja," komentar Arsen.

"Bukan manja, Sen, lebih tepatnya kesayangan. Secara gue anak perempuan satu-satunya, ditambah gue anak bungsu. Maklum lah kalau mama dan kakak gue sayang banget sama gue," ucap Viola. Ia sedikit tak suka saat Arsen menyebutnya demikian, walaupun sebenarnya ucapan Arsen tidak ada yang salah.

"Iya-iya gue salah, maaf deh," ucap Arsen. Meneruskan perdebatan dengan Viola bukanlah keputusan yang baik.

"Kapan sih gue nggak maafin lo?"

Arsen tersenyum kecil. "Lo masih sama, Vi."

"Nggak ada yang berubah dari gue, Sen. Semua masih tetap sama kok."

"Kalau gue, Vi? Apa ada perubahan dari gue?" ucap Arsen seraya menunjuk dirinya sendiri. Kondisi lampu lalu lintas yang masih merah membuat Arsen leluasa memandang wajah Viola.

"Sejauh ini lo masih sama kok, Arsenku nggak ada yang berubah," ucap Viola.

Arsen tak bisa menahan kedutan di kedua ujung bibirnya. Mendengar Viola berucap demikian membuat dirinya merasa terbang. Jadi, seperti ini rasanya baper? Semoga saja pipinya tidak memerah, setahunya jika Viola baper dengan ucapannya pasti pipi gadis itu memerah.

"Awh, sakit, Vi," ucap Arsen seraya mengusap lengannya yang perih. Bukan tanpa sebab, Viola mencubit lengannya dengan brutal.

"Ih, lampunya udah hijau, Sen," ucap Viola. Mendengar suara klakson kendaraan di belakangnya membuat telinga Viola terasa berdengung.

Cowok itu memandang sekitar sebelum kembali melajukan mobilnya. Sial, gara-gara ucapan Viola, ia menjadi melamun.

"Lo tadi pasti diam karena baper kan?" tebak Viola.

"Baper? Mana ada cowok baper," ucap Arsen mengelak. Rasa gengsi yang besar membuatnya malu mengakui hal itu.

"Cowok juga manusia kali, rasa baper itu hal yang wajar kok, Sen. Cuma cowok lebih bisa menyembunyikan rasa bapernya daripada cewek," ucap Viola.

"Iya deh, Vi."

***

"Rumah lo kayak ada yang berubah deh, Sen."

Arsen menoleh ke arah Viola dengan dahi berkerut. "Masa sih? Emang apa yang berubah?"

Viola menggeleng. "Gue juga nggak tahu, tapi yang pasti ada perubahan."

"Mungkin karena cat rumah kali, soalnya habis dicat ulang."

"Bener juga, sih. Menurut gue lebih bagus yang ini daripada yang sebelumnya."

YOU ARE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang