#45 Namanya Cemburu

Start from the beginning
                                    

"Duh! Sorry, sorry! Nggak sengaja!"

Panik nggak? Ya paniklah! Kepala orang itu, bukan bola sundul. Ta, Ta .... Bisa dijambakin sama fansnya dia, lo!

Dalam hati merutuki kecerobohannya.

Sementara Toto meringis, Vanta langsung menarik pipi cowok itu dengan kedua tangannya. Membolak-balik wajahnya ke kanan dan kiri. Mengangkat dagunya untuk mengecek.

"Ada yang luka nggak? Berdarah nggak? Sorry yaaa ...."

Yang ditanya hanya diam, berkedip dua kali. Memerhatikan raut Vanta yang kepanikan. Toto lalu memegang satu tangan Vanta dan melepaskan tangan itu dari pipinya.

"Ada apa?" Sebuah suara membuat semuanya sontak menoleh.

Putra Tidur sudah datang.

Mata Alvin memicing melihat adegan di depannya. Sekumpulan teman-temannya dan Vanta kelihatan baru saja duduk bersama. Namun bukan itu yang jadi fokusnya saat ini.

"Duhh ... gue nggak sengaja nanduk kepala temen lo," sahut Vanta menurunkan sebelah tangannya yang lain.

Yang lain malah terbahak menertawakan mereka. Sedang Toto mengusap-usap dagunya sambil mencoba menenangkan. Dia sendiri sebenarnya sadar akan tatapan Alvin yang sudah seperti belati.

"Udah, lo masuk kelas aja. Sebentar lagi mau mulai ujian," kata Toto berusaha meredakan suasana.

"Oh, iya! Sekali lagi sorry ya! Kalo luka, cepet diobatin." Tergesa-gesa, dia memasukkan ponsel ke saku celana sebelum melirik Alvin. Gue ujian dulu ya."

"Hm."

Kalau dulu Vanta harus berhati-hati dengan tingkah usil dan perangkap balasan dari Alvin Geraldy, maka setelah menjadi pacarnya, satu hal yang kini seharusnya Vanta pahami dan catat baik-baik. Jika Alvin sudah menyukai seorang gadis, dia akan bertransformasi menjadi cowok bucin pencemburu.

***

"Nunggu lama ya?" tanya Vanta ketika mereka berjalan ke parkiran.

"Nggak, masih ada Andre tadi."

"Eh, boleh mampir ke tempat kakak gue dulu nggak? USB gue kena virus. Kayaknya dari lab komputer,"

"Oke." Alvin mengeluarkan kunci mobil dari saku jinsnya. Membukakan pintu penumpang untuk Vanta.

Setelah berterima kasih, Vanta masuk dan memasang sabuk pengaman. Mulai bercerita tentang ujian tertulisnya barusan sementara Alvin mengemudi. Anehnya, cowok itu tidak banyak merespons obrolan seperti biasa. Fokus menyetir dengan pandangan lurus ke depan tanpa menoleh.

"Vin,"

"Hm?"

"Lo capek banget ya? Lo ngantuk? Lain kali nggak usah anter-jemput deh, kalo abis begadang."

"Nggak, kok."

"Serius ... gue kan bisa pergi sendiri."

"Nggak."

Singkat, padat, dingin, seperti es batu. Nggak seceria biasanya. Vanta merasa maklum, mungkin Alvin lelah, suasana hatinya jadi kurang bagus. Dia kan sudah mau skripsi. Jadi, Vanta lebih memilih untuk diam agar tidak semakin membuat cowok itu pusing.

Setibanya di apartemen kak Oka, Vanta meminta Alvin menunggu sebentar di parkiran. Dia Cuma mau menaruh USB dan meninggalkannya di sana. Supaya Vodka bisa memeriksa serta mengembalikan data yang hilang.

Tidak ada kecemasan, tidak ada pikiran apa pun hingga dia naik ke unit apartemen kakaknya. Mengetuk pintu seperti biasa. Namun, yang membuka pintu adalah salah satu orang yang tidak ingin ditemuinya di muka bumi.

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Where stories live. Discover now