6 tahun yang lalu II

2.3K 548 36
                                    

"Kamu Rindu?"

Mendengar sapaan dari seorang yang tidak di kenal oleh Rindu membuat dahi Rindu mengernyit heran. Seperti orang linglung Rindu berkedip, memastikan jika sosok Nyonya Kaya dengan setelan kantor yang begitu mahal di depannya benar menyapa dirinya dengan jelas.

Rindu mengingat, memutar memori di kepalanya, tapi Rindu sama sekali tidak mengenali siapa sosok paruh baya yang tampak begitu terhormat di hadapannya. Di bandingkan dengan Rindu yang hanya memakai simpel dress sederhana dan sepatu converse, Rindu seperti seorang yang sedang interview untuk jadi Babu bagi Nyonya Kaya yang ada di hadapannya. Semua yang melekat di diri Nyonya Kaya tersebut begitu mahal, tas, sepatu, baju, bahkan samar aroma parfumnya adalah parfum yang kertas testernya saja begitu berharga untuk Rindu.

Tatapan menilai yang di berikan oleh Nyonya Kaya yang ada di hadapan Rindu membuat gelisah, alisnya yang begitu bagus tampak terangkat lengkap dengan senyuman sombong di bibir berpoles lipstik merah hati tersebut, untuk sekilas Rindu merasa tidak asing dengan wajah cantik awet muda tersebut, rasanya Rindu begitu akrab dengan raut wajah angkuh beliau, tapi Rindu lupa siapa.

"Jauhi Askara!" Belum sempat Rindu menguasai keterkejutannya dengan sapaan Nyonya Kaya ini terhadap namanya barusan, Nyonya Kaya ini kembali mengejutkan Rindu dengan sebuah perintah yang terdengar mutlak tanpa bantahan.

Di saat nama Askara di sebut, Rindu paham tanpa harus menanyakan jika wanita paruh baya yang masih luar biasa cantik ini adalah ibunya Askara, seorang yang tidak pernah di perkenalkan oleh kekasihnya selama 2 tahun mereka berhubungan. Sekarang, di pertemuan ini untuk pertama kalinya setelah sekian lama Rindu kembali menyadari betapa berbedanya dirinya dan Askara. Hal yang selama ini di tepis mati-matian oleh Rindu yang terbuai dengan cinta Askara.

Askara itu Ningrat, Rindu. Bukan orang melarat seperti kita, dia bisa cinta sama kamu, tapi orangtuanya belum tentu. Para orang kaya tuh yang di khawatirin kalau anaknya dapat orang miskin kayak kita. Please pikirin lagi kalau mau sama Askara, aku nggak mau temanku sakit hati satu waktu nanti. Kini ucapan Yulia yang selalu di ucapkan sahabatnya saat tahu Askara mengejarnya kembali berdengung seperti sebuah kumbang menjengkelkan di benak Rindu karena semua itu benar terjadi kepadanya.

"Maaf?" Tanya Rindu memastikan apa yang di dengarnya. Rasanya sangat menyakitkan mendapatkan sebuah penolakan bahkan di saat Rindu belum berucap apapun tentang tujuannya datang ke Jakarta menemui Askara.

Wanita cantik tersebut menunduk lebih dekat pada Rindu dengan tatapan menghina yang sama sekali tidak berusaha beliau tutupi. "Jauhi Askara. Jauhi Putraku, kamu sama sekali tidak pantas bersamanya. Kamu hanyalah salah satu dari mainan putraku. Kamu sama sekali tidak berarti apapun untuknya sekarang ini maupun di masa depan nanti." Setiap kata yang terucap dari bibir wanita yang melahirkan Askara tersebut begitu melukai Rindu yang datang dengan harapan besar, tapi seolah ingin memadamkan kehidupan Rindu yang hanya tersisa karena menganggap Rindu masih memiliki Askara, Ibu Askara, si Nyonya Kaya kembali berucap, "dia bahkan sudah tidak menemuimu, menurutmu kenapa dia menyuruh Ibunya untuk datang?" Seketika Rindu terdiam, apa yang di ucapkan Ibunya Askara memang benar, semenjak Rindu mengabari jika Ibunya meninggal dan Rindu ingin bertemu Askara, berniat menyusul pria tersebut ke Jakarta, Askara sama sekali tidak membalas pesannya maupun mengangkat teleponnya, sungguh sikap Askara membuat Rindu yang sudah terusir serta menanggung malu semakin sedih.

Di Jakarta Rindu sendirian, luntang lantung dengan uang tabungan yang semakin menipis, harapannya untuk bertemu dengan Askara memudar karena Askara yang seolah tidak peduli dengan lara yang dia timbulkan, Askara seolah lari dari dosa yang dia juga perbuat, tidak ingin mengambil tanggung jawab yang mestinya dia lakukan. Di saat itu Rindu merasa dia sama sekali tidak mengenal Askara, bahkan untuk sekedar alamat rumah saja Rindu tidak tahu.

Rindu hampir menyerah, hampir saja dia meletakkan harapnya. Rindu sudah berada di titik di mana dia tidak peduli jika dia harus membusuk di kamar kosnya dengan janin yang ada di perutnya, bagi Rindu mati terasa lebih baik daripada hidup menanggung malu dan dosa karena hamil di luar nikah, tapi siapa sangka setelah hati Rindu hancur dan matanya kebas karena terlalu banyak menangis meratapi nasib sialnya satu pesan di dapatkan Rindu dari Askara. Memintanya bertemu di tempat ini untuk menyelesaikan masalah.

Namun bukan Askara yang datang, bukan pula penyelesaian masalah yang Rindu dapatkan, tapi yang datang Ibunya Askara lengkap dengan sederet penghinaan seolah Rindu adalah sampah.

Tidak ingin menyerah sebelum berjuang, Rindu mengeluarkan hasil pemeriksaannya dengan tangan yang gemetar kepada Ibunya Askara. Bohong jika Rindu tidak gentar dengan wajah angkuh yang ada di hadapannya, tapi demi janin yang membutuhkan sosok Ayahnya Rindu menguatkan diri.

"Saya hamil anak Askara, sudah jalan 14 minggu. Saya mohon, sekarang saya hanya punya Aska untuk menjaga bayi ini. Saya tidak mampu membesarkannya sendirian."

Tidak ada reaksi apapun dari Ibunya Askara, hanya tatapan menghinanya yang berganti dengan wajah datar tanpa makna mendengar Rindu begitu menghiba memohon belas kasihan, diamnya beliau membuat Rindu merasakan sedikit ada harapan untuk meluluhkan Ibunya Askara, karena Ibunya Askara tidak langsung menampik melainkan beliau nampak berpikir keras.

Sayangnya Rindu terlalu berharap, bukan jawaban menenangkan yang Rindu dapatkan, namun wanita paruh baya tersebut justru meraih cek yang ada di tas tangan mahal yang di bawanya dan menuliskan nominal 50juta di atasnya lalu memberikan cek tersebut ke arah Rindu.
Bagi Rindu bekerja sebagai SPG dengan gaji hanya 3 juta, 50 juta adalah uang yang banyak, sayangnya uang tersebut menginjak harga dirinya.

Yang dia butuhkan Askara untuk bertanggungjawab, memastikan jika anaknya terlahir dalam pernikahan dan tidak di sebut anak haram, untuk uang apapun caranya Rindu bisa mendapatkan sendiri, tapi Ibunya Askara berpikiran lain, beliau pikir orang miskin seperti Rindu hanya berpikiran curang demi uang semata.

"Pergi dari kehidupan Askara, dia tidak sudi menemuimu lagi apalagi mengakui anak yang ada di kandunganmu sebagai Cucu! Seorang yang bersanding dengan Askara saya pastikan seorang yang berpendidikan dan bermartabat, bukan seorang yang mau di ajak berhubungan dengan mudahnya oleh laki-laki."

Tangis Rindu pecah, sakit hatinya begitu luar biasa mendengar hinaan dari Ibunya Askara, di sini bukan hanya Rindu yang bersalah, tapi Askara juga, lalu kenapa hanya Rindu yang di salahkan. Siapapun yang mendengar bagaimana isak tertahan Rindu mesti mereka tahu betapa menyayatnya luka yang dia rasakan.
Di buang, kotor, dan sekarang di tolak dengan cara yang menjijikkan.

"Ambil uang itu dan pergilah! Anggap itu bayaran untukmu sudah melayani putraku selama ini. Dan tolong, berhentilah melakukan drama murahan dengan pura-pura hamil anak Askara, jika kau mau di ajak naik ke ranjang Askara, bukan tidak mungkin kamu juga membuka kakimu untuk orang lain!"

Sebuah undangan di lemparkan dengan jijik ke arah Rindu, dan melihat nama di dalam undangan berwarna emas dan putih yang begitu mewah tersebut adalah puncak kehancuran dunia Rindu yang sudah tidak berbentuk.

Askara dan Amelia.

Rindu AskaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang