43

54.4K 2.7K 92
                                    

40 komen bakalan double up!!

***

Baby mengintip Agam dari kaca pintu ICU. Ketentuannya yang di perbolehkan masuk hanya satu orang itupun memakai baju khusus. Baby menghela nafas panjang, Denand dan Karina juga ikut ke rumah sakit menemaninya, lagian Denand juga kenal dengan mama Agam.

Melihat Agam yang sudah mendekati pintu dan tengah melepas baju khusus, Baby bergerak menjauhi pintu. Senyum yang sudah di persiapkannya sebagai obat untuk Agam agar lelaki itu bisa sedikit tenang langsung sirna saat melihat wajah sendu dan air mata yang masih mengalir di pipi Agam. Baby merentangkan tangannya dan Agam langsung masuk ke dalam pelukannya.

"Ma- mama, sayang."

Baby menggigit bibir bawahnya, menahan isakan yang akan keluar saat mendengar suara Agam yang begitu lemah. Sejahat-jahat nya mama Agam, wanita itu tetap saja yang melahirkan Agam. "Berdoa yuk, sekarang mama butuh do'a dari om."

Suara elektrokardiograf membuat tubuh Agam dan semua yang ada di sana langsung menegang. Agam melepas pelukannya dari Baby dan melihat dari kaca pintu. Garis lurus tampak di monitor ... Arga.

"Om?"

"Arga."

Baby meneguk ludahnya kasar. Ia terduduk di kursi yang ada di sebelah pintu. Arga. Ya, adik tiri Agam dan orang yang mengganggunya saat masa sekolah. Tidak ia sangka, ia kehilangan teman sekolah-- ya teman sekolahnya secepat ini.

Baby dengan cepat bangkit saat suara elektrokardiograf kembali terdengar yang menunjukkan detak jantung semakin melemah dan berakhir dengan garis lurus. Saat itu tubuh Agam langsung meluruh di depan pintu ruang ICU. Baby melirik ke dalam dan tangisannya langsung merembes begitu saja.

Baby duduk di depan Agam, membawa tubuh lemas itu masuk ke pelukannya. Lelakinya sudah tidak memiliki keluarga lagi. "Om, om denger Baby kan. Baby tau ini pasti berat untuk om, om pasti mikir dunia gak adil karena udah ngambil papa om terus sekarang mama. Tapi, Baby bakalan di sini, nemenin om dalam kondisi apapun. Om di jalan juga udah bilang kan bakalan nerima apapun nanti hasil akhir untuk mama? Ini takdirnya mama, Allah udah garisin ini semua."

Baby menoleh saat suara langkah kaki terdengar dari sampingnya. Ia mengangguk untuk menjawab pertanyaan yang bahkan belum di ucapkan Denand. Respon lelaki yang baru saja dari masjid itu langsung terduduk lemas dan Karina langsung mengelus bahu Denand.

Baby kembali menatap Agam, bajunya terasa basah dan ia tetap membiarkan itu. Tidak ada niatan Baby untuk melarang Agam menangis karena menangis adalah salah satu cara agar emosi sedikit terangkat. Baby juga paham, kehilangan mama pasti akan sulit di terima. Baby mengecup rambut Agam. "Om kuat, om anak hebat, om udah banggain mama. Lanjutin nangisnya tapi kalau udah di depan jenazah mama jangan sampai nangis, kasihan mama nanti, om."

"Mama udah bangga?" lirih Agam.

Baby mengangguk cepat. "Pasti bangga, bangga banget malahan sama anak sulung yang di usia muda udah bisa lanjutin perusahaan keluarga, tapi mama bingung mau ngomongnya gimana."

Baby mendongak saat pintu di belakang Agam terbuka. Baby menoleh ke belakang tempat Denand duduk. "Abang, tolong geserin, Baby gak kuat."

Denand bergerak cepat, ia mengangkat Agam di bantu Baby dan Karina untuk duduk di atas kursi. Dokter yang baru keluar langsung berdiri di hadapan Agam dengan lemah. "Maaf Pak, saya dan semuanya sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan adik dan mama bapak, tapi sayangnya Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih menginginkan mereka bersama-Nya. Kematian adik bapak pada pukul 08.46 dan mama bapak 08.48. Turut berdukacita dan bersabar karena ini semua takdir dari Yang Maha Kuasa. Saya permisi, untuk lanjutannya nanti akan ada perawat yang meminta persetujuan bapak."

Om CEO [Selesai]Where stories live. Discover now