06

114K 5K 32
                                    

Baby menatap wajah damai Agam yang tengah tertidur di pangkuannya. Setelah memasak tadi, mereka menonton film tapi berakhir dengan Agam yang tertidur seperti ini.

Jari lentik Baby menyusuri wajah Agam dan berhenti di hidung mancung lelaki 25 tahun itu. "Om pacar pertama Baby, entah kenapa Baby gitu aja nerima om padahal cowok lain seumuran Baby yang nembak Baby, Baby masih berpikir berkali-kali untuk nerima walaupun Baby suka sama dia. Baby gak tau kenapa kalau di deket om Baby nyaman aja."

Baby menghela nafas panjang, ia kemudian menurunkan jemarinya ke bibir Agam dan berhenti di bibir bawah Agam. "Baby harap om gak ngasih suatu pengalaman yang buruk untuk kisah percintaan Baby nantinya. Baby berharap banyak untuk pacar pertama Baby. Baby harap juga, om gak cuma jadiin Baby mainan."

Baby melirik jam dinding yang terpasang di ruang keluarga, sudah jam lima. Ia kemudian kembali menatap Agam dan merasa tidak enak kalau membangunkan Agam. Dengan gerakan pelan Baby mengangkat kepala Agam, tetapi ia tersentak saat tiba-tiba Agam merubah posisinya menjadi memeluk perutnya.

"Om, Baby harus pulang."

Agam mengerang, ia semakin membenamkan wajahnya di perut Baby. "Bentar lagi."

Suara serak dan basah Agam yang semakin terdengar berat karena masih setengah sadar membuat Baby meneguk ludah kasar. Baby tidak tahan dengan suara seperti itu. Baby menepuk-nepuk punggung Agam. "Udah jam lima lebih, entar mama ngomel."

Agam berdecak, ia menjauhkan wajahnya dari perut Baby dan mengubah posisinya menjadi telentang lagi. Matanya dengan perlahan terbuka. "Sampai nanti malem gak bisa? Masih ngantuk. Baru kali ini bisa tidur nyenyak."

Baby mengelus pipi Agam. "Mama entar marah dan gak bolehin Baby keluar lagi."

Agam menghela nafas kasar dan akhirnya bangun. Ia menggaruk kepalanya. "Tungguin, aku mau mandi dulu."

"Gak usah mandi, masih ganteng."

Agam menggeleng. "Mau ketemu camer masa entar bau."

***

"Lo bawa adek gue ke mana aja, anjir!'

Agam duduk di sofa kamar Denand. "Rumah. Tadi dia pengen ke rumah gue, ya udah gue turutin."

Denand hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menatap Agam dengan kening berkerut, berteman bertahun-tahun dengan Agam membuat ia paham gerak gerik lelaki itu. "Mau ngomong atau nanya apa lo?"

Agam mendongak, ia menggeleng. "Enggak."

"Gue temenan sama lo bukan setahun ya, Gam, gue paham gelagat lo. Apa? Mau nanya tentang adik gue?" tanya Denand sambil duduk di samping Agam.

Agam menghela nafas panjang, ia tidak bisa berbohong dengan lelaki satu ini. "Iya. Dia udah punya pacar?"

Mata Denand membulat diiringi senyum di wajahnya. "Lo suka sama adik gue?"

'Bukan suka lagi, gue dah pacaran, basa basi aja gue nanya gini sama lo.' ucap Agam dalam hati. Ia kemudian mengalihkan tatapannya dari Denand saat lelaki itu tersenyum jahil terus menerus tanpa menjawab pertanyaannya.

"Udah atau belum. Tinggal jawab ribet amat."

Denand tersenyum, ia mencolek lengan Agam. "Udah."

Ekspresi wajah Agam berubah, ia menatap horor Denand. Denand yang melihat itu tertawa. "Bercanda, dia mana punya pacar dan belum pernah pacaran. Gue belum bolehin dia pacaran, tapi kalau sama lo gue restuin 100%."

Om CEO [Selesai]Where stories live. Discover now