Nerd | 36

40.8K 4.5K 57
                                    

“Le, dengerin gue,” ucap seorang gadis sembari mencekal tangan Leo. Leo mengangkat alisnya.

“Tolong, sedikit aja lo lihat keberadaan gue di sini. Gue suka sama lo, sangat. Kenapa lo nggak bisa lihat gue sedikit aja sih, Le?”

Leo menarik napasnya, kemudian menatap gadis yang masih setia mencekal tangannya. “Karena gue nggak tertarik sama lo,” ucapnya datar sembari melepaskan cekalan pada tangannya.

Terdengar helaan napas kecewa yang keluar dari mulut gadis yang bernama Citra. “Kalo lo nggak mau suka sama gue, kasih gue kesempatan buat deketin lo. Kasih gue kesempatan buat bikin lo suka sama gue.”   

“Nggak perlu, sampai kapan pun gue nggak akan suka sama lo.”

“Tapi gue suka sama lo, Le. Coba lihat gue sebentar aja, apa susahnya sih?!”

Citra menyukai Leo, bahkan sangat. Perasaan itu muncul ketika dia kelas sepuluh, tepatnya pada hari pertama masuk sebagai murid baru.

Saat itu, Citra lupa untuk membawa topi upacara. Dia sangat takut akan dihukum oleh kakak kelas, lalu Leo datang bak malaikat penyelemat baginya. 

Lelaki itu meminjamkan topinya untuk dirinya. Detik itu juga, Leo berhasil merebut hati Citra.

Saat itu Citra diam-diam mengagumi Leo, sampai rasa kagumnya bertambah besar. Dia tidak terima jika ada cewek lain yang mendekati Leo.

Sebenarnya, Citra juga tidak ingin melakukan hal-hal yang tidak benar, seperti membully siswi lain. Tapi sikap Leo lah yang membuat Citra harus melakukan tindakan tersebut.

Karena Leo tidak pernah menganggap dirinya, karena Leo hanya mempedulikan satu perempuan. Hal itu sangat membuat Citra marah.

Dia berusaha untuk menjauhkan cewek-cewek yang akan mendekati Leo, dia selalu memastikan bahwa tidak ada cewek yang boleh mendekati Leo. Sampai Citra pun rela melakukan hal rendahan untuk menjauhkan cewek-cewek dari Leo.

Gila, mungkin itulah kata yang tepat untuk Citra. Ya, memang cinta membuatnya segila ini.

“Le, tolong terima gue.”

“Gue nggak bisa.”

“Kenapa? Karena lo masih suka sama gadis itu? Oh, lupa. Dia kan udah berubah status menjadi orang mati. Dia udah nggak ada di dunia ini lagi, Le. Cuma gue, cuma gue yang ada di sini. Jadi gue minta sama lo untuk buka hati lo buat gue!”

Leo mengeraskan rahangnya. “Dia punya nama, jangan sembarangan nyebut dia dengan sebutan ‘orang mati’!” Setelah itu, Leo pergi dengan amarah. Citra hanya bisa memandang punggung Leo yang semakin menghilang dari hadapannya.

“Sampai kapan lo mau inget dia terus, Le?” gumam Citra tersenyum miris.

Sementara itu, ada seseorang dibalik tembok yang mendengar semua pembicaraan kedua orang tadi. Orang itu tersenyum setelah mendengar semuanya.

***

“Ta, lo denger kabar Devin nggak?” Leta menghentikan niatnya yang akan memasukkan buku ke dalam tasnya.

“Nggak, emangnya kenapa tanya sama aku?” tanya Leta balik pada Sherin.

“Hmm, gue kira lo tau sesuatu tentang Devin.”

Leta mengerutkan keningnya. “Sesuatu tentang Devin?”

“Iya, dia kan nggak berangkat sekolah hari ini. Dan gue liat, akhir-akhir ini kalian deket gitu. Gue kira lo tau alasan dia nggak berangkat.”

“Enggak, aku nggak sedekat sama Devin seperti yang kamu kira.” Sherin menganggukan kepala.

Entah perasaan asing datang dari mana, Leta pun merasa sedikit aneh ketika tak ada Devin.

Dia jadi teringat tentang orang tua Devin yang akan bercerai, jika kalian bertanya mengapa Leta mengetahui hal itu. Karena Leo menceritakan semua itu pada Leta.

Leta berpikir, apakah Devin tidak masuk sekolah hari ini ada sangkut pautnya dengan perceraian kedua orang tuanya itu?

Tunggu, kenapa Leta harus mengkhawatirkan Devin seperti ini? Untuk apa Leta memikirkan cowok itu.

“Apa peduli gue? Bukannya udah hal biasa kalo Devin sering bolos sekolah?” tanyanya dalam hati. 

Kemudian guru yang mengajar jam pelajaran berikutnya pun datang. Buru-buru Leta memfokuskan pikirannya pada apa yang dijelaskan guru itu.

Namun gagal, pikirannya selalu mengarah ke Devin. Berkali-kali Leta mencoba untuk fokus kepada apa yang dijelaskan oleh gurunya, namun bayangan Devin terus saja muncul dalam pikirannya.

“Sial, kenapa lo muncul terus Vin?”

***

Devin mencoba untuk membuka matanya, kepalanya terasa sangat berat. Dia tidak tahu jam berapa sekarang, yang dia tahu adalah tubuhnya tidak baik-baik saja.

Sekedar untuk bangun dari tempat tidurnya saja sangat susah, pening di kepalanya sangat mengganggu.

Matanya melirik ke arah jendela, terlihat langit sudah sedikit gelap. Jam berapa sekarang? Tanyanya dalam diam.

Tangannya mencoba meraba meja nakas, setelah dia menemukan sebuah benda  pipih, Devin pun langsung membuka ponselnya. Dia dengan asal memanggil nomor seseorang di sana. 

Butuh beberapa detik untuk panggilannya dijawab.

“Halo?” suara dari seberang sana.

“Ke ru...mah to...long gue...”Setelah mengucapkan itu, kepalanya serasa berputar dan Devin pun kehilangan kesadaraanya dengan teleponnya yang masih terhubung.

Devin mengerjapkan matanya, dia melihat sekeliling. Ruangan ini terasa sangat asing baginya, samar-samar dia melihat seorang perempuan yang sedang membelakanginya. Sepertinya sedang menerima panggilan dari seseorang.

“Leta?” Entah mengapa Devin memanggil nama gadis itu. Saat perempuan itu berbalik, dia sedikit terkejut.











Tbc...

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang