Nerd | 07

65.8K 7.2K 112
                                    

Leta merasa risih, fokusnya sedikit terpecah karena Devin terus saja melihat ke arah dirinya sembari meletakkan kepalanya di atas mejanya.

“Kenapa liatin aku terus sih?!” tanya Leta sedikit berbisik.

“Lo jelek.” Leta langsung melirik tajam. Gue itu aslinya cantik, bego! Sahut Leta dalam hati.

“Lo itu jelek, menghalangi pemandangan gue,” lanjut Devin.

Leta mendengus. “Kalo nggak mau lihat wajah aku, kamu lihatnya ke samping kanan jangan ke sini.”

Devin menggeleng. “Nggak mau.” Lagi-lagi Leta mendengus, sebenarnya apa yang lelaki itu mau sih?! Leta mengabaikan Devin, lalu beralih menatap ke arah depan mendengarkan guru yang sedang menjelaskan materi.   

“Gue denger, lo kemarin di-bully sama Citra dan Lisa ya? Pipi lo udah diobatin?” pertanyaan itu membuat Leta menoleh. Kenapa lelaki di sampingnya bisa tahu kejadian kemarin?

“Kamu tau dari mana?”

“Leo.” Tubuh Leta langsung menegak, Leo menceritakan kejadian kemarin pada Devin? Jangan-jangan Leo juga sudah memberitahu semuanya pada Devin, tapi itu tidak mungkin. Dia sudah memberi peringatan untuk kembarannya itu.

“Leo cerita apa aja sama kamu?”

“Tentang lo yang disiram air, terus dipinjemin baju sama Leo. Terus baju lo yang digunting sama kedua mak lampir itu, sampai pipi lo yang tergores.” Leta lega, kembarannya ternyata tidak mengatakan rahasianya.

“Gimana pipi lo? Udah diobatin? Perlu gue bawa rumah sakit nggak? Kali aja butuh dioperasi,” tawar Devin menatap Leta dengan tatapan polosnya.

Sementara Leta mengerjapkan matanya mendengar semua itu, apa-apaan sikap lelaki yang duduk di sampingnya ini?

Saat Leta hendak menjawab, tiba-tiba penghapus mendarat dengan mulus di atas kepala lelaki itu membuat sang empu mengusap kepalanya, kemudian berdiri.

“Siapa yang lempar penghapus ke gue?!” tanya Devin memegang penghapus yang sempat mencium kepalanya.

"Kalian nyari ribut sama gue hah?! Berani nantangin gue?!"

Devin menyapu pandangannya ke seluruh kelas, lalu pandangannya jatuh pada pria baruh baya yang berdiri di depan kelasnya sembari berkacak pinggang dengan matanya yang menatap Devin garang. 

"Saya yang lempar penghapus itu. Kenapa? Mau ngelawan saya?" tanya guru itu mengangkat dagunya. Devin mencibir.

“Devin! Bapak sedang menjelaskan materi, kamu malah ngomong sendiri?!” Devin menatap malas pada gurunya, dia yakin beberapa detik lagi pasti dirinya akan didepak keluar dari kelas ini.

“Siapa yang ngomong sendiri, sih? Saya ngomong sama Leta, kok.”

“Berani jawab saya?!” Guru itu nampaknya sudah kehilangan kesabaran.

“Dijawab salah, nggak dijawab lebih salah lagi. Emang ya, guru itu maha benar,” ucap Devin yang masih didengar dengan jelas oleh guru yang sedang mengajar di kelasnya.

“Ngomong apa kamu barusan? Keluar kamu dari kelas saya! Sekarang!” Benar kan tebakannya? Dia dikeluarkan dari kelas. Dengan senang hati Devin melangkahkan kakinya, namun sebelum benar-benar keluar dia membalikkan tubuhnya.

“Pak, saya ngomong sama Leta tadi, lho. Harusnya Leta dihukum juga kan?” Leta langsung mendelik tajam pada Devin yang dibalas seringai jahil oleh lelaki itu. Guru yang mengajar di kelasnya langsung melihat ke arah Leta dan membenarkan letak kacamatanya sembari terus menatap Leta.

“Leta, kamu juga keluar. Hormat ke bendera, jangan berhenti sampai bel istirahat berbunyi.” 

“Tapi Pak, saya nggak-”

“Keluar sekarang, atau saya tambah hukumannya?” potong guru itu dengan cepat.

Leta menunduk lesu, dia merapalkan sumpah serapah di dalam hatinya, dengan dongkol dia keluar dari kelasnya yang diikuti Devin di belakangnya. Leta berjalan sembari menghentakkan kakinya kesal, lain halnya Devin, dia tersenyum kecil melihat gadis itu dari belakang.

***

Sinar mentari terasa sangat menyengat di kulit Leta. Dia melirik ke samping, melihat lelaki yang bernama Devin tengah berdiri tidak minat. Leta menghela napas, gara-gara lelaki itu dirinya harus dihukum seperti ini.

“Kenapa kamu nyeret aku buat ikut dihukum, sih?”

Devin melirik sekilas. “Biar gue nggak bosen dihukumnya. Gini, gue sering dihukum tapi nggak pernah ada yang nemenin, pasti selalu sendirian dan itu sangat membosankan, jadinya gue nyeret lo deh,” sahut Devin disertai cengirannya.

Leta mendengus, tiba-tiba saja ada pertanyaan yang hinggap di kepalanya. “Vin, aku boleh nanya sesuatu sama kamu?”

“Apa?” 

“Kamu kenal sama Ara?” tanya Leta sedikit ragu, lelaki itu mengangguk.

“Semua orang di sekolah ini pasti kenal sama gadis itu, kenapa nanya kayak gitu?”

“Emm, menurut kamu Ara itu orangnya gimana? Apa menurutmu dia adalah tipikal orang yang akan mengakhiri hidupnya karena masalah?” Devin mengernyit, lalu memutar tubuhnya ke samping menatap Leta.

Devin berpikir sebentar. “Dia anaknya periang kok. Jujur, gue sedikit terkejut ketika denger dia bunuh diri. Dilihat dari sifat dan sikapnya, kayaknya dia bukan tipe orang yang akan mengakhiri hidupnya dengan cuma-cuma deh. Tapi, gue nggak tau sih aslinya dia itu seperti apa, mungkin ada suatu alasan kuat yang mendorongnya melakukan itu, kan?” 

Leta menunduk. Sedikit membenarkan ucapan Devin. Leta bukan Ara, dia tidak pernah tahu hidup Ara yang sebenarnya. Apakah mungkin sahabatnya itu benar-benar mengakhiri hidupnya? Tapi kenapa Leta masih saja merasa ada yang mengganjal. Tolong siapa saja beri petunjuk untuk menemukan kebenaran ini.

“Kenapa kok tiba-tiba nanya gitu?” Mendadak Leta sedikit gugup.

“A-anu, aku pengin tau aja dia orangnya itu gimana. Kok bisa sampai mengakhiri hidupnya seperti itu.” Devin ber-oh ria. Kemudian lelaki itu melangkah meninggalkan lapangan membuat Leta mengerutkan kening.

“Devin, kamu mau kemana? Ini kan belum bel istirahat,” tanya Leta dengan nada sedikit meninggi.

“Kantin, lo tau kan gue bukan tipikal murid yang selalu nurutin guru,” sahut Devin enteng. 

Leta berdecih, dia juga bukan murid teladan yang selalu menuruti guru. Disekolah lamanya, Leta itu dikenal dengan badgirl, selalu membantah guru, membuat onar, bolos sekolah, dan melakukan kenakalan remaja lainnya, sama seperti Devin.

Sejujurnya, Leta yang saat ini merasa kesusahan menyamar menjadi murid yang lemah, penurut, kalem, dan sifat baik lainnya. Itu semua sama sekali bukan sifat Leta banget.

Andai saja dia tidak sedang menyamar, pasti Leta akan ikut bersama Devin ke kantin. Leta mulai berpikir, apakah dirinya ikut saja dengan lelaki itu ke kantin? Dia merasa sangat haus sekarang.

“Vinn!” Devin yang sudah sedikit jauh dari lapangan menoleh ke arah gadis itu. Leta sedikit berlari menghampiri Devin.

“Aku boleh ikut ke kantin?” Devin menautkan alisnya.

“Yakin? Gue kira lo itu murid teladan.” Leta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Ya udah ayok,” ucap Devin sembari menggandeng tangan Leta menuju kantin. Tunggu dulu, ini kenapa Devin tiba-tiba menggandeng tangannya? Diam-diam Devin tersenyum smirk melihat Leta yang gugup karena tingkahnya.

Kenapa nih anak gandeng tangan gue? Dia kira lagi nyebrang apa?!









Tbc...

NERDWhere stories live. Discover now