Nerd | 04

81.7K 8.4K 189
                                    

Leta melihat tulisan yang berada di papan tulis itu, Citra dan Lisa tengah menghapus tulisan itu namun usahanya sia-sia. Tulisan itu menggunakan spidol permanen. Citra yang berada dihadapan kelas nampak geram. Sherin berdiri dari tempat duduknya, berniat keluar dari kelasnya.

“Rin, kamu mau kemana?” tanya Leta.

“Ke toilet bentar,” sahutnya diiringi senyum yang nampak seperti dipaksakan.

“Ngaku! Siapa yang ngebuat lelucon kayak gini?! Lo kira lucu hah, sini keluar! Tunjukin diri lo kayak apa!” teriak Citra, dia memandang satu persatu teman kelasnya lalu pandangannya jatuh pada Leta, dia melangkahkah kakinya mendekat pada gadis itu lalu  menjambak rambutnya.

“Lo, lo kan yang ngelakuin ini semua? Lo kira lucu hah?!” teriak Citra. Leta yang tidak tahu apapun hanya bisa menggelengkan kepalanya.

“Jawab cupu!” Leta meringis merasakan rambutnya yang terus dijambak, bahkan mungkin beberapa rambutnya ada yang rontok.

“Aku nggak tahu,” jawab Leta.

“Cihhh, jangan bohong lo! Lo sengaja buat drama kayak gini kan. Buat apasih? Buat nyari perhatian? Iya? Lo kira ini lucu, lo ki-“ ucapan Citra terpotong ketika Devin menggebrak kasar mejanya. Lelaki yang tadinya tidur merasa terganggu oleh keributan yang mereka ciptakan, dia menguap lebar, menatap datar pada Citra yang masih menjambak rambut Leta.

“Kalian bisa diem?!” ucap lelaki itu dingin. Citra yang melihat raut wajah Devin yang menyeramkan dengan terpaksa melepaskan Leta.

“Urusan kita belum selesai,” bisik Citra. Dia menghentakkan kakinya menuju tempat duduknya. Leta sedikit merasa lega bisa terbebas dari manusia setengah iblis seperti Citra, lalu dia beralih duduk ditempat duduknya. Menoleh kepada Devin, menusuk lengan lelaki itu dengan jari telunjuknya pelan. Lelaki itu menoleh, mengangkat alisnya seolah bertanya ‘apa?’ pada Leta.

“Makasih udah nyelamatin aku,” bisiknya.

“Gue nggak pernah nolong lo, gue cuma merasa tidur gue terganggu gara-gara keributan kalian,” sahut Devin lalu menenggelamkan kepalanya lagi. Leta menatap lelaki itu, dia sedikit mengangkat bibirnya.

***

“Vin, lagi ngapain sih lo?” tanya Adriel pada Devin yang sedari tadi terus saja menunduk memainkan ponsel. Devin mendongak.

“Mainin cewek,” jawabnya enteng diiringi kekehan.

“Wahh busettt, nggak ngajak-ngajak lo yah.” Adriel melihat apa yang dilakukan temannya itu, dia tersenyum bangga melihat Devin yang sedang membalas beberapa pesan yang dikirimkan para cewek dengan gombalan. Seketika senyumnya luntur ketika sadar ponsel yang dipegang Devin itu adalah miliknya, dia langsung merebut ponsel itu.

“Gila lo Vin, ini kan ponsel gue! Nanti kalo mereka ngejar-ngejar gue gimana woyy,” ucapnya dengan wajah panik. Jelas panik lah, Devin hampir membalas semua pesan perempuan yang dikirim ke ponselnya. Dia tidak mau jika setelah ini akan dikejar para cabe karena mereka mengira jika Adriel lah yang membalas pesan-pesan itu. Devin mengedikkan bahunya tidak merasa bersalah, lalu menyeruput es teh yang berada didepannya.

“Ya lo tinggal ladenin lah, kan itu cita-cita lo dulu. Dikejar sama banyak perempuan.”

“Nggak gini juga akang Depinnnnnnnnnn!!” ucap Adriel frustasi meremas rambutnya.

“Kok lo ngegas ke gue sih?!”

“Karena lo itu tolol!” Mendengar itu membuat Devin tersulut emosi, terjadilah adu mulut antar keduanya. Ferdi hanya bisa menggeleng heran menatap kedua sahabatnya itu yang selalu bertengkar. Lalu dia menoleh pada Leo yang berada di sampingnya yang terus melihat ke arah depan, dia mengikuti arah pandangnya. Leo sedang memperhatikan gadis cupu yang sedang makan di bangku pojok kantin?

“Le, lo ngeliatin gadis cupu itu?” Leo tersentak. Devin dan Adriel juga menghentikan adu mulut mereka setelah mendengar ucapan itu keluar dari mulut Ferdi. Mereka bertiga menatap Leo.

“Enggak kok,” sahut Leo. Dia berdiri hendak meninggalkan kantin.

“Mau kemana lo?” tanya Ferdi.

“Perpus, mau cari latihan soal olimpiade matematika.” Leo berlalu keluar dari kantin.

“Emang bener tuh bocah, dia memang bukan golongan manusia normal,” cibir Adriel.

“Yang nggak normal itu lo, ngaca dong!”

“Kalian jangan mulai lagi deh!” ucap Ferdi penuh peringatan. Adriel langsung menghentikan ucapan yang akan keluar dari mulutnya. 

“Vin, lo bosen sama hidup lo nggak?” Devin mengernyitkan dahinya menatap Adriel.

“Tinggal jawab bosen apa nggak.”

“Hmm ya gitu, nggak ada yang seru.” Adriel langsung tersenyum mendengar itu, ide jahil muncul memenuhi otaknya.

“Gue punya permainan seru buat lo. Gadis cupu yang di kelas lo-” ucapannya terhenti ketika Devin meliriknya tajam.

“Dengerin dulu elahh. Si cupu itu duduk di sebelah lo kan?” Devin mengangguk, Adriel tersenyum jahil.

“Kayaknya pesona lo udah mulai luntur deh Vin.”

“Maksudnya?”

“Gini, dilihat dari yang sudah-sudah. Cewek manapun yang ketemu sama lo itu akan langsung suka sama lo kan, terus ngejar-ngejar lo. Lah si cupu, kayaknya dia biasa aja tuh, nggak mempan sama muka lo.”

Devin menunjuk wajahnya. “Heh nyet! Bagian mana dari ini yang mampu ditolak cewek?!” Ferdi yang sedari tadi memainkan ponselnya langsung meletakkan benda pipih itu di atas meja, dia mulai sedikit tertarik dengan pembahasan ini.

“Langsung aja deh, Ko.” Ferdi sedari sudah paham maksud dari pembahasan ini. Devin menatap kedua sahabatnya, kemudian menghela napas. “Berapa?”

Adriel langsung tersenyum sumgringah. “Nggak pake duit, tapi motor.”

“Oke, deal.”

“Gue cuma buat si cupu jatuh cinta sama gue kan? Itu terlalu mudah bagi gue.” Adriel mengangguk.

“Oiya satu lagi, jangan kasih tahu si Leo tentang taruhan ini. Karena percuma, dia nggak bakal tertarik sama hal kayak gini.”

***

Devin melirik gadis yang duduk di sampingnya, sedari tadi gadis itu menghela napasnya sembari menatap beberapa soal di atas lembaran kertas.

“Lo ngapain sih, menghela napas terus perasaan. Gue risih dengernya!” Leta sedikit terkejut mendengar lontaran yang keluar dari mulut Devin, perlahan dia menoleh pada lelaki itu.

“Ini, aku lagi ngerjain soal tapi dari tadi nggak nemu jawabannya.” Devin langsung merebut kertas itu, dia menatap sebentar soal itu. Kemudian dia mengambil pulpen yang berada di tangan Leta, dengan cekatan Devin mengerjakan semua soal itu dengan waktu yang terhitung cepat. Dia menyerahkan kembali lembaran soal itu pada Leta.

“Vin, kamu habis ngapain?”

“Mata lo nggak buta kan? Nggak lihat soal itu udah gue kerjain semua?” Leta melihat soal-soal itu kembali. Matanya membulat, benar, semua soal itu sudah dikerjakan oleh Devin. Dia menatap tidak percaya lelaki yang berada di sampingnya.

“Kok kamu bisa ngerjain ini sih?”

Devin berdecih. “Lo kira gue nggak bakal bisa ngerjain soal semudah itu? Itumah gampang banget bagi gue,” ucap Devin sedikit sombong.

“Nggak nyangka aku sama kamu. Aku kira kamu sering bolos bakalan nggak bisa pelajaran apapun.”

“Nggak ada hubungannya gue sering bolos sekolah sama nggak bisa ngerjain soal. Gini, gue itu sebenarnya pinter, cuma males serius aja. Gue males jadi pusat perhatian kalo gue menunjukkan jati diri gue sebenarnya. Itu alasan gue pura-pura jadi bego kayak gini.” Devin tidak berbohong, semua ucapannya barusan adalah sebuah fakta. Mungkin jika dibandingkan dengan Leo, kepintaran Devin setara dengannya. Hal itu yang mendasari dirinya sering membolos dan tertidur di jam pelarajan.

Tidak ada yang merespon ucapannya, dia menolehkan kepalanya ke kiri. Dia melihat gadis cupu itu nampak kagum dengan apa yang barusan dirinya kerjakan. Devin tersenyum simpul, permainan dimulai.








Tbc...

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang