"Jawab Ra!" teriak Isha. Tangisnya yang sejak tadi ia tahan akhirnya keluar.

Isha akhirnya bisa mengatur nafasnya dengan baik, kemudian menatap Arsen

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Isha akhirnya bisa mengatur nafasnya dengan baik, kemudian menatap Arsen. "Bawa dia pergi dan jangan pernah tampakin batang hidung lo di depan gue lagi" ucap Isha.

Belum sampai Arsen menyuruhnya pulang, Lyra sudah terlebih dahulu berlari keluar dari pekarangan rumah isha dan pergi membawa mobilnya

Melihat Lyra pergi, Arsen kemudian merangkul Isha sembari mengusap lengan gadis itu. "Maaf, mungkin nggak seharusnya gue bawa dia ke sini" ucap Arsen lirih.

Arsen merasa menyesal karena membuat Isha seemosi tadi. Harusnya, ia tak asal membawa Lyra begitu saja di hadapan Isha.

Isha tak menjawab ucapan Arsen. Ia masih berusaha mengatur nafasnya karena berteriak tadi. Lyra, benar-benar membuat emosi yang selama ini sudah ia tahan menjadi keluar begitu saja.

"Kamu kenapa, kak?" tanya ibunya Isha.

Isha menggelengkan kapalanya, sedangkan Arsen langsung masuk ke dapur dan mengambil air putih untuk Isha.

"Minum dulu" ucap Arsen sembari memberikan segelas air putih kepada Isha.

Isha mengambil segelas air yang diberikan Arsen kepadanya, kemudian meminumnya hingga setengah gelas.

"Kamu nggak seharusnya teriak-teriak kayak tadi kak, kenapa sih? Kan nggak enak sama tetangga kalau denger" cerocos ibunya Isha sembari duduk di seberang kursi yang di duduki oleh Isha dan Arsen.

Arsen mendengar ucapan Ibunya Isha seketika melotot terkaget. Arsen terkaget karena tidak seharusnya ibunya Isha menyalahkan Isha yang sedang tidak stabil emosinya itu.

"Nggak papa, bu" sahut Isha.

"Kalau nggak ada apa-apa, seharusnya jangan teriak-teriak kayak tadi kak. Kamu itu perempuan, jangan gitu" omel ibunya Isha, kemudian menawarkan kue kepada Arsen. Arsen hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya.

Isha menatap wajah ibunya dengan tatapan datarnya "Bu, emangnya salah ya kalau Isha sedikit aja mengekspresikan rasa sakit yang Isha rasain?" tanya Isha.

"Kamu ngomong apa sih, kak?"

"Kenapa sih ibu cuman peduli sama orang lain, peduli sama tetangga, sama abang, sama adik. Kenapa ibu nggak pernah sedikitpun peduli sama Isha? Isha juga anak ibu"

"Kata siapa ibu nggak peduli sama kamu? Kamu anak gadis ibu satu-satunya"

"Peduli? Nggak salah bu? Kalau ibu peduli sama aku, apa ibu tau apa yang selama ini aku rasain? Ibu tau apa tentang aku? Tentang semua luka yang aku rasain, tentang aku yang selalu di nomor sekiankan sama ibu. Ibu yang selalu bangga sama abang, ibu yang selalu sayang sama adik. Sedangkan aku? Aku cuman disuruh mengerti dan mengalah"

Air mata Isha kembali menetes, mata dan hidungnya kembali memerah. Gadis itu, kembali meledakkan emosi yang selama ini hanya ia tumpuk.

"Ibu selalu peduli sama kamu, kak. Kamu yang tidak faham bagaimana kepedulian ibu sama kamu"

Bertaut [END]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora