"Voila," ucap Gaël.

Gaël tidak hanya membawa satu kotak cokelat tetapi juga sebotol wine.

"Katanya wine bukan untuk tahun baru?"

"Ini sudah lewat tahun baru kan?" Gaël membuka botol wine dengan tenang. "Kamu masih kuat minum?"

Regi tertawa pelan.  Dia tentu saja tidak akan menolak menikmati wine. Selama tinggal di Paris salah satu kenikmatan yang mudah didapat adalah meneguk wine. Harganya terjangkau dan bisa dibeli di mana saja. Wine bukanlah kemewahan tetapi sebuah kebutuhan.

Gelas langsing kembali diisi sampai penuh dan mereka menempelkan ujung gelas untuk bersulang. Udara malam yang dingin sangat cocok dihangatkan dengan wine. Mereka menikmatinya bersama cokelat dan kripik kentang.

Gaël menyandarkan tubuh di sofa. Kaki disilangkan di lutut dengan santai. Pria itu mulai mencari-cari tontonan yang bagus. Regi ikut menyandarkan tubuh. Dia merasa rileks.

"Seru tuh," ucap Regi ketika layar televisi menayangkan kontes Masterchef.

"Bagus?" tanya Gaël.

"Senang aja lihat orang masak. Harusnya kamu ikut seperti itu. Kalau menang duitnya banyak," jawab Regi.

"Non, merci (enggak, makasih). Aku enggak suka kompetisi masak. Bisa tambah stres," tolak Gaël.

Usai tayangan Masterchef,  Gaël bangkit berdiri. Mengangkat sisa  botol champagne dan wine ke dapur. Regi membantu membawakan mug kosong, sisa kantong chips dan piring ke dalam bak cucian. Tanpa sengaja tangan mereka bertemu di bak cucian. Regi tersipu malu dan segera menarik tangannya.

"Desolee (maaf)," ucap Regi.

Gaël mengerutkan dahi lalu bertanya, "Kenapa kamu minta maaf?"

Regi tersipu malu. Dia juga bingung. Dia tidak berbuat kesalahan apa pun.  Kalimat yang meluncur hanya untuk menutupi rasa gugup. Mata Regi tak bisa lepas dari lengan Gaël dengan bulu-bulu halus yang menggetarkan hati.

Regi sadar Gaël pun menatap lekat-lekat. Di bawah sinar redup lampu kekuningan, warna bola mata Gaël semakin jelas macam mata kucing. Cokelat hazel yang lembut. Mata Regi kini beralih pada lekukan seksi bibirnya.

Regi bisa merasakan tubuh Gaël semakin mendekat. Napas Gaël  yang hangat membelai-belai pipinya. Bibir pria itu pun hanya beberapa mili meter dari bibirnya. Spontan saja Regi memajukan tubuh dan menempelkan bibirnya di situ.

Gaël bereaksi cepat. Dalam ketergesaan bibir pria itu menyambut bibir Regi. Menyapu seluruh lekuk bibir Regi penuh gairah. Tangan pria itu ditangkupkan pada wajahnya.

Regi mendesah pelan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Regi mendesah pelan. Serta merta dia melingkarkan tangan pada punggung Gaël. Mereka berciuman tanpa jeda. Penuh gairah. Ada perasaan yang menyenangkan saat bibir mereka saling berpaut. Gaël mampu membuat Regi seperti pencium yang handal.  Tak ada perasaan canggung sama sekali.

Love Rendezvous in Paris (Completed)Where stories live. Discover now