Pak Samsul membenarkan letak kacamatnya yang sedikit merosot di batang hidungnya. Dia sedikit terkejut melihat lembar jawab Devin terisi. Biasanya Devin selalu mengumpulkan lembar jawab yang masih kosong. 

Devin yang melihat reaksi Pak Samsul langsung tersenyum, menoleh ke belakang. Tepatnya melihat ke arah Leta. “Ta, ayo keluar! Gue udah selesai ngerjainnya.” Leta mengerjapkan matanya berulang kali mencoba mengerti apa yang diucapkan Devin.

“Gue tunggu di luar ya, sepuluh menit harusnya cukup buat lo.” Tanpa permisi Devin langsung saja keluar dari kelasnya. Sementara Leta mendadak blank, sedetik kemudian langsung mengerjakan ujiannya buru-buru.

***

Kantin sekolah masih terlihat sepi sekarang, mungkin karena banyak murid yang belum selesai mengerjakan ujian. Di salah satu bangku yang terletak di pojok kantin, ada tiga lelaki dan satu perempuan yang tengah menikmati makannya.

“Tumben lo keluarnya cepet, biasanya paling akhir,” ucap Adriel yang membuka suara pertama kali.

Devin mengangkat alisnya kemudian tersenyum. “Sekali-kali tobat,” sahutnya lalu melanjutkan kunyahannya yang sedikit tertunda.

“Ta, gimana? Lo bisa ngerjainnya kan?” Suara itu bukan dari Adriel, Devin ataupun Ferdi melainkan suara yang dikeluarkan oleh Leo.

Leta mengangguk. “Bisa, walaupun ada beberapa soal yang nggak paham.” Leo menyunggingkan senyumnya, mengelus rambut Leta pelan.

Devin yang duduk di hadapan Leta langsung melotot, kemudian menampik tangan Leo secara kasar. Hal itu tak luput dari pandangan Ferdi dan Adriel, keduanya merasa akan ada drama yang dimulai.

“Lo apaan sih Vin?” Devin gugup seketika. Benar, apa yang barusan dia lakukan? Dirinya sendiri pun tidak tahu apa maksud dari tindakannya tadi.

“Bukan apa-apa. Tangan lo kotor, jangan nyentuh rambut orang lain sembarangan.” Mendengar itu membuat Adriel dan Ferdi menahan tawanya.

Sementara Devin menyeruput es jeruk di dalam gelasnya secara rakus. Leta tak menghiraukan itu, dia memilih untuk melanjutkan makannya yang tertunda.

Di lain sisi, Ferdi terus memperhatikan gadis yang saat ini duduk berhadapan dengan Devin. Ferdi mengangkat bibirnya tersenyum tipis, sangat tipis.

“Ta, gue lihat-lihat lo kok mirip sama Leo yah.” Sontak kalimat yang baru saja keluar dari mulut Ferdi langsung membuat Leta tersedak hebat.

Adriel dan Devin pun mencoba mengamati wajah Leta dan Leo secara bergantian.

“Wahh bener Fer. Jangan-jangan kalian jodoh lagi.” Setelah mengucapkan itu, Adriel mendapatkan pukulan di kepalanya.

Tentu saja pelakunya Devin, dia merasa dongkol mendengar ucapan Adriel tadi. Leta tersenyum canggung tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

“Gue awalnya ngira kalo lo itu kembarannya Leo loh.” Tentu saja ucapan Ferdi barusan membuat Leta terkejut, bagaimana bisa lelaki itu berpikir ke arah sana?

“Kesambet apaan lo sampai mikir kayak gitu? Yakali kembaran gue penampilannya kayak Leta.” Leo mencoba untuk menyanggah Ferdi.

“Emang Leo punya kembaran yah?” tanya Adriel bak orang bego.

“Punya, emang lo nggak tau? Dulu Leo pernah cerita tentang kembarannya, tapi nggak pernah ngenalin ke kita-kita.”

“Intinya, kembaran gue itu jelek. Sifatnya pokoknya kayak anak kecil, umurnya emang udah tujuhbelas tahun lebih tapi sifatnya kayak anak TK. Dia itu pemarah, boros, jorok, penampilan kayak preman pasar gitu. Pokoknya, kalian bakal nyesel kalo ketemu sama dia.” Leo mengucapkan semua itu dengan mudahnya seperti tanpa beban, dia tidak tahu saja jika saat ini Leta tengah menatap Leo nyalang.

“Dan satu lagi, dia itu begonya ngelebihin Koko.” Setelah mengucapkan itu, Leo merasakan jika kaki kanannya diinjak. Ya, dia tahu pelakunya, Leta.

Lewat tatapannya, Leta memberi isyarat padanya untuk segera diam jika tidak ingin mendapat masalah nantinya. Tapi Leo mengabaikannya, kapan lagi dia bisa menjelek-jelekan Leta secara bebas seperti ini kan.

“Serius? Gue pernah lihat fotonya, tapi kelihatannya dia nggak seperti yang lo ceritain deh Le.” Leo hanya tertawa menanggapi ucapan Ferdi.

“Lo kenapa tumben banget banyak omong sih Fer? Lo suka sama kembarannya Leo?” tanya Devin dengan nada sedikit sewot.

Bukan karena Ferdi yang terus bertanya tentang kembarannya Leo, tetapi cara Ferdi yang menatap Leta membuat Devin risih. Entah mengapa dia ingin mencongkel mata Ferdi agar lelaki itu tidak terus menatap Leta.

“Hmm, gue emang suka.” Sontak pengakuan Ferdi membuat semua orang terkejut.

Ini Ferdi loh, baru pertama kali lelaki itu mengakui bahwa dia menyukai lawan jenis. Selama ini, Ferdi selalu tertutup tentang perasaannya pada siapapun.

“Kesambet apaan Fer? Serius, kayaknya akhir jaman udah dimulai deh. Pertama, Devin keluar ujiannya cepet. Kedua, Ferdi sekarang nggak irit ngomong, dan yang lebih mengejutkan lagi, Ferdi ngutarain perasaannya! Sumpah, ini keajaiban banget,” ucap Adriel dengan nada yang dilebih-lebihkan.

Ferdi hanya tersenyum menggeleng menanggapi Adriel. “Le, kabarin gue kalo kembaran lo udah pulang. Kalo bisa, bilang sama dia kalo gue kangen pengen ketemu,” ucap Ferdi tulus.

Ferdi berucap dengan tatapannya yang terus menuju ke arah Leta. Leta yang ditatap seperti itu menjadi gugup sendiri, kemudian dia memilih menunduk. 

Ferdi yang melihat Leta gugup, tersenyum singkat. Lain halnya dengan Devin, dia ingin menggeplak kepala Ferdi agar tidak melihat ke arah Leta terus. Entahlah, Devin sendiri pun tidak tahu mengapa dirinya merasa seperti ini.












Tbc...

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang