36. Done?

56K 2.3K 235
                                    

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, FOLLOW!!!!

jumlah vote kalian menentukan kapan update bab selanjutnya yaa..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Johnny membuktikan ucapannya, sepulang kuliah, ia tidak langsung pulang ke apartement Shane, melainkan ke suatu tempat. Keputusannya sudah bulat untuk melakukan ini. Tidak ada lagi keraguan dalam dirinya. Dengan yakin ia mengemudikan mobil ke suatu tempat.

Sesampainya di tempat tersebut, ia menetralkan sebentar detak jantungnya. Tidak berbohong, ia merasa gugup sekarang. Ada hal penting yang harus ia sampaikan, dan hal itu punya dua kemungkinan, diterima atau ditolak. Apapun yang terjadi, Johnny akan berusaha agar apa yang ia sampaikan bisa diterima.

Langkahnya lebar, namun pasti. Begitu sampai di depan sebuah pintu, ia mengetuk pelan pintu tersebut, kemudian masuk. "Selamat malam." Ucapnya.

"Aduhh menantu Ibu udah datang." Seru Ibu, yang adalah ibu dari Zifra dan mendiang Zilia. Johnny tersenyum canggung. Kemudian ia menyalim tangan kedua orang tua Zifra serta kedua orang tuanya juga. Di depan mereka terdapat sebuah meja yang di atasnya terhidang beberapa menu makanan. Johnny sengaja meminta bertemu di sebuah restoran.

"Pulang kampus langsung ke sini Jhon?" Tanya Mama.

"Iya Mam." Angguk Johnny sambil mendudukkan diri di samping kedua orang tuanya. Bagi orang tua Zifra, ini terasa janggal. Kenapa Johnny memilih duduk di samping kedua orang tuanya saat ada kursi kosong di samping tempat Zifra duduk. Demikian pula dengan Zifra, ia merasa ada yang tidak beres. Ah, mungkin ini hanya perasaannya saja. Toh, kata Shane, Johnny sudah mulai latihan untuk menjadi suami yang baik. Lagipula kontrak mereka juga akan segera berakhir.

"Jadi maksud kamu ngumpulin kita di restoran ini apa, Jhon?" Tanya Bapak. Beliau sengaja memancing dengan pertanyaan ini. Dalam benaknya, ia sudah bisa menebak bahwa Johnny mengajak kedua keluarga untuk berkumpul bersama adalah untuk membahas soal pernikahan.

"Jadi be‒"

"Pasti mau bahas soal pernikahan ya?" Ibu langsung memotong ucapan Johnny. Wajahnya sumringah sekali. Sedangkan Zifra di sebelahnya tampak tersenyum malu-malu.

Detik itu juga, Johnny merasa tidak tega. Tapi, ini akan lebih menyakitkan jika ia tidak mengatakan yang sebenarnya. "Jadi begini maksud saya, Bu. Saya ingin‒"

Lagi-lagi ucapannya terpotong karena ada telepon di ponsel Zifra. Gadis itu meminta maaf sebelum mengangkat telepon. "Maaf, tapi ini dari WO." Zifra dan si penelepon terlibat dalam pembicaraan yang singkat. Selepas itu, dengan senyum puasnya Zifra berkata, "Gedungnya udah beres. Jadi nggak perlu khawatir soal gedung lagi." Johnny semakin tidak tega. Perasaan bersalahnya semakin besar. Terlebih lagi saat melihat wajah bahagia yang tergambar jelas di wajah Zifra dan kedua orang tuanya.

"Oh iya, tadi mau ngomong apa Sayang?" Tanya Zifra.

Johnny semakin ragu. Hatinya yang tadi sudah mantap, perlahan mulai goyah.

"Ngomong John." Tegur Papa karena melihat anaknya hanya diam.

"Jadi maksud saya mengumpulkan keluarga kita di sini adalah untuk membahas soal pernikahan kita." Baru satu kalimat saja, Zifra sudah terlihat sangat bersemangat. Dirinya yakin jika Johnny akan membahas pernikahan mereka lebih mendetail, mengingat kesalahan yang ia buat, pasti ia merasa bersalah dan ingin menebusnya sekarang. Okay lha, Zifra akan menutup mata dan telinga dari kesalahan Johnny beberapa waktu lalu. Anggap saja ia sudah memberikan kesempatan bagi pria itu untuk bertobat.

My Lecturer My Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang