21. Berbeda

43K 2K 59
                                    

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, FOLLOW !!!

kalo di dua part sebelumnya pakai sudut pandang author, kali ini kembali ke sudut pandang Shane yah..

semoga kalian paham 🌈

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Perlakuan Adiyan tadi sukses membuat isi kepala gue berpusat hanya padanya. Gila! Adiyan pakai pelet apa sih?!

"Lo kenapa?" Tanya Reya yang entah sejak kapan sudah berada di samping gue.

Melihat Reya membuat gue jadi ingin bertanya sesuatu padanya. "Waktu kak Davian deketin lo, gimana sikapnya dia?" Gue hanya ingin membandingkan cara setiap cowok mendekati gadis incarannya.

"Ehm..." sahabat gue ini terlihat berpikir. "Ya nggak ada sih. Lo tau kan..." suaranya mendadak pelan, kemudian ia berbisik. "Kalau malam itu kita nggak having sex, pasti kita nggak bakalan sedekat ini." Ah iya, gue lupa! Dasar bego!

"Eh tapi sebelumnya kan kita emang dijodohin gituh sama keluarga. Jadi ya... gitu deh." Lanjutnya lagi. Gue mengangguk paham. Kasus gue dan Reya berbeda di sini. Lebih baik gue tanya Acha saja.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Si Acha muncul dari balik pintu. Dengan senyum sumringah dia berjalan ke arah kita berdua. Setelah dia duduk, gue langsung melayangkan pertanyaan.

"Sikapnya Darrean waktu lagi ngedekatin lo gimana?"

Setiap kali membahas Darrean pasti mood Acha langsung meningkat. Enggak perlu waktu lama, dia langsung bercerita.

"Darrean itu tipe cowok yang dingin. Tapi sama gue, sebisa mungkin dia tunjukin perhatiannya. Kalau bahasa gaulnya sih, love language-nya dia adalah act of services. Dia selalu melakukan hal manis ke gue. Misalnya ajakin gue jalan-jalan ke aquarium yang gede banget, boncengin gue naik sepeda, dan masih banyak lagi deh."

"Oo berarti cowok kalau lagi ngedekatin cewek pasti perhatiannya berlimpah-limpah yah?" Gue bertanya dan Acha mengangguk setuju.

Adiyan nggak seperhatian itu sama gue. Jika dibandingkan dengan Diaz waktu ngedekatin gue pas jaman SMA beda jauh dengan Adiyan. Diaz setipe dengan Darrean. Mereka lebih menunjukkan perhatian. Dari sini, gue bisa mengambil kesimpulan bahwa Adiyan nggak sedang mendekati gue.

"Tumben banget lo nanyain begini." Heran Acha.

"Lagi didekatin Adiyan kali?" Celetuk Reya asal.

"Sembarangan!" Suara gue otomatis meninggi.

Dengan santainya Acha menyambung, "Dideketin Pak Johnny kali."

"Apaan! Enggak yah!" Kali ini suara gue lebih meninggu lagi. Sampai jadi pusat perhatian di kelas. Untung nggak ada dosen. Kalau enggak, pasti pintu kelas akan terbuka lebar demi keluarnya gue dari kelas ini atas perintah dan amarah sang dosen.

Oknum yang membuat suara gue meninggi hanya cekikikan. Orang di sebelahnya juga ikutan. Dasar Acha dan Reya!

•••

Matahari sudah menjejak masuk ke dalam peraduannya. Semburat jingga di langit menjadi teman gue untuk pulang. Dengan diiringi lagu Troye Sivan yang berjudul Happy Little Pill, gue menyunggingkan senyum sambil berharap gue bisa menjadi pil pembawa kebahagian bagi seseorang.

Pintu apartment gue buka. Ada sepasang sepatu di sana. Gue tersenyum kecut. Sugar daddy gue pasti ada di dalam.

"Daddy...." gue memasang wajah seceria mungkin sambil berjalan mencari keberadaannya.

My Lecturer My Sugar DaddyWhere stories live. Discover now