Bab 39 - Tumbuhnya Kebencian

3.9K 436 3
                                    

Seolah mengerti dengan perasaan seorang gadis, bulan pun menyembunyikan dirinya di balik awan tebal dan membiarkan langit dengan kegelapan yang lebih pekat. Bukan juga suara jangkrik yang terdengar, tetapi burung gagak dan sesekali auman serigala. Jendela kamar yang terbuka membuat angin malam masuk dengan leluasa. Lilin-lilin yang tidak dinyalakan menambah kesan mengerikan di dalam ruangan itu.

Amora yang duduk memeluk lututnya dengan menenggelamkan wajahnya itu mulai mengangkat kepalanya. Tangannya bergerak menghapus bekas air mata di pipinya yang basah. Jika ada cahaya, mungkin dapat terlihat jika matanya sembab dan hidungnya memerah. Sungguh mengerikan jika bercermin.

Mengingat perihal tadi senja Amora masih sangat tidak terima. Dia masih harus bertanya tentang alasan keluarganya mendapat hukuman seperti itu. Apa mereka memang pantas mendapat hukuman-hukuman itu? Namun kini Amora berpikir jika mereka lah yang telah berbuat jahat karena memisahkan seorang anak dari keluarganya, lalu mengurungnya seperti ini.

Amora menghela napasnya, dia menoleh ke arah jendela kamar yang terbuka dan melihat sesuatu di luar sana. Hanya kegelapan, tetapi tiba-tiba saja muncul sebuah cahaya berukuran sangat kecil dan terbang kesana-kemari. Tentunya itu seekor kunang-kunang. Sudah lama sekali Amora tidak melihat hewan itu.

Sebuah senyuman tipis tersunggingkan di bibir Amora, gadis itu mulai beranjak dari tempat tidur dan melangkah mendekati jendela kamar. Senyumnya semakin melebar ketika dia melihat kunang-kunang lain yang berdatangan. Lalu dalam seketika, senyuman itu kembali luntur dan tatapannya berubah sendu.

"Aku sangat senang dapat melihat kalian, entah kenapa tapi kedatangan kalian membuatku merasa sedikit tenang dan terhibur. Terima kasih, kawan, kuharap kita dapat bertemu lagi nanti."

Ceklek...

Brakk!

"Amora?"

Reflek Amora yang begitu baik membuatnya menutup jendela kamar bertepatan dengan seseorang membuka pintu kamarnya dan membuat ruangan kamar ini menjadi gelap gulita karena tidak ada satupun lilin yang menyala.

Amora tahu siapa yang datang, dia sangat mengenali suara seorang laki-laki yang memanggilnya tadi. Laki-laki yang terus memalingkan wajahnya saat berada di Poena tadi, dan ternyata dia baru berani menemuinya malam ini.

Mendengar pergerakan langkah kaki yang mendekat, Amora pun berpindah dari tempatnya dengan sangat pelan dan hati-hati. Kamar ini memang gelap, namun Amora dapat mengetahui letak laki-laki itu dari suara langkah kaki dan deru napasnya.

"Amora, kau di mana?"

Amora terus bergerak dengan tangan yang meraba dinding kamar. Kini suara langkah kaki laki-laki itu terdengar jauh dan Amora mulai memposisikan dirinya menyandar pada dinding dan berjalan menyamping. Namun sepertinya malam ini kesialanlah yang ada di pihaknya. Kaki Amora baru saja menendang sesuatu dan menghasilkan suara jatuhnya benda.

Srett!

Jantung Amora kembali berpacu dengan cepat ketika baru saja dia merasakan sebuah pisau kecil dilemparkan tepat di atas kepalanya. Benar-benar di atas kepalanya dan Amora bisa merasakan pisau itu. Tidak ada jarak antara pisau itu dan kepalanya, jika laki-laki itu memang berniat membunuhnya mungkin kepalanya sudah tertancap pisau itu.

Selain terkejut karena lemparan pisau, Amora juga mulai merasakan jika laki-laki itu berjalan mendekat. Ingin sekali dia berlari pergi, namun rasanya tubuhnya kaku dan dia takut jika ada lemparan pisau lagi ke arahnya. Atau mungkin nanti benar-benar di arahkan kepadanya.

Kini Amora merasa jika kedua tangan laki-laki itu mengunci pergerakannya dan dia semakin bergetar. "Kau mau menghindar dariku?" nada bicaranya yang dingin kembali terdengar di telinga Amora setelah lama hilang.

BLACK MAGIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang