Bab 23 - Percikan Api Kemarahan

4.7K 551 3
                                    

Sepertinya hari ini bisa dibilang hari yang sial bagi Azler. Setelah seharian tadi dia belum bisa menemui kaisar untuk membicarakan hal yang telah dilakukan Moritha karena kesibukan kaisar yang tidak dapat bertemu siapapun. Kini gadis itu dan keluarganya malah datang untuk kembali membicarakan tentang perjodohan.

Di dalam kamarnya, Azler mendengus kesal. Untuk sekedar melihat wajah gadis itu saja dia sangat tidak mau, apalagi untuk menerima perjodohannya. Bayangkan saja, mana ada seorang pria yang mau dijodohkan dengan wanita pembunuh sepertinya.

Sedari tadi sudah ada tiga pelayan yang datang untuk memanggilnya agar dia mendatangi pertemuan itu dan ketiganya sudah Azler usir untuk tidak kembali lagi menemuinya. Dia benar-benar kesal saat ini, kedua tangannya pun terkepal kuat.

"Cih, menjijikan."

Pintu kamar terbuka dan membuat Azler sedikit terkejut, namun ekspresinya itu kembali mengeras walaupun tahu jika sang ibu mulai melangkah masuk dan menghampirinya.

"Kau tahu jika kaisar sudah memerintahkanku, maka kau tidak dapat menolaknya lagi. Ayolah, mereka sudah menunggumu sedari tadi."

"Yang mulia, bahkan untuk-"

"Jelaskan semuanya di sana. Jika kau memang akan menolak perjodohan ini maka setidaknya hadirlah dulu dan memberikan alasan yang jelas untuk penolakanmu ini. Ayo, Pangeran."

Kini Azler hanya bisa pasrah jika sudah ditarik oleh ibunya. Mereka berjalan menuju ruang pertemuan yang berada di lantai satu, dan saat memasuki ruangan itu seketika suasana menjadi senyap dan semua pandangan mengarah pada Azler.

Moritha yang duduk di samping ibunya menatap Azler dengan penuh harap, namun laki-laki itu sama sekali tidak menatapnya.

"Apa yang membuatmu tidak ingin hadir dalam pertemuan ini Pangeran Azler?" tanya sang kaisar.

"Maaf yang mulia, sebenarnya aku tidak menerima perjodohan ini dan aku akan menolak keras perjodohan ini."

Mendengar kalimat yang diucapkan Azler, Moritha langsung menoleh pada ibunya dengan tatapan cemas dan Marchioness Cambrean segera menenangkan putrinya dengan tatapan dan juga elusannya pada pundak Moritha.

"Tetapi apa alasanmu pangeran? Apa kau memiliki alasan kuat untuk menolak perjodohan ini?"

"Ya, bahkan dari semalam mulutku sudah tidak tahan untuk memberitahu yang mulia sendiri tentang alasanku ini. Tetapi sayangnya aku tidak bisa memberitahukannya langsung di tempat ini. Untuk itu sekarang aku permisi."

Melihat kepergian Azler membuat Moritha secara tak sadar ikut berlari untuk mengejarnya. Semua orang yang ada di ruangan itu sedikit terkejut, namun akhirnya mereka membiarkan Moritha untuk mengejar Azler.

"Pangeran..."

Azler yang mendengar panggilan dari Moritha hanya mengabaikannya saja dan terus berjalan. Dia menyusuri koridor samping ini yang nantinya akan membawanya ke koridor utama. Tujuannya adalah keluar dari istana dan entah akan pergi kemana. Saat ini Azler hanya ingin menenangkan dirinya saja.

Namun saat akan berbelok ke koridor utama, Azler sedikit terlonjak kaget karena hampir bertabrakan dengan Johanna. Gadis berambut hitam itu sepertinya sedang terburu-buru dilihat dari cara jalannya yang cepat tadi.

"Maafkan saya, Yang Mulia. Tetapi untunglah saya bertemu dengn anda di sini."

"Memangnya?"

Moritha yang sedari tadi mengejar Azler ikut berhenti juga dan kini dia sedang berdiri tidak jauh dari dua orang di depannya itu.

"Yang Mulia, ada seorang prajurit perbatasan yang terkena panah dan ternyata setelah diselidiki panah itu milik Kekaisaran Grayson."

"Bawa aku ke sana."

Johanna menganggukkan kepala lalu berjalan lebih dulu menuju ke ruangan medis. Di sana seorang prajurit perbatasan sedang terbaring lemah, dan beberapa ksatria juga tengah berkumpul.

"Pangeran-" panggil Moritha yang sepertinya tidak terdengar sama sekali karena lelaki itu sudah menjauh. Moritha pun hanya mencebikkan bibirnya kesal lalu kembali ke ruang pertemuan tadi.

Di ruang medis, saat Azler datang seorang laki-laki berambut hitam dan mirip seperti Johanna menghampirinya. Dia adalah Johannes, penyihir kekaisaran yang merupakan kembaran dari Johanna.

"Yang Mulia, pada anak panah itu terdapat gulungan surat ini." Johannes menyerahkan segulung surat pada Azler.

"Kau yakin itu milik Kekaisaran Grayson?"

"Iya yang mulia, namun panah ini berbeda dari panah mereka yang biasanya. Panah ini seperti dibuat khusus untuk tujuan tertentu." Johannes bergerak mengambil panah yang sudah dibersihkan dari darah prajurit.

"Bentuk dari mata panah ini tidak biasa yang mulia, ini seperti lambang api yang memiliki maksud untuk memancing emosi dan menantang seseorang."

Kini Azler memegang anak panah itu di tangan kanannya, sedangkan di tangan kirinya masih terdapat surat yang tergulung tadi.

"Maafkan hamba, Yang Mulia Pangeran," ucap seorang prajurit yang baru saja datang dan membungkuk hormat pada Azler. "Yang mulia kaisar meminta anda, Lady Johanna dan para ksatria yang ada di sini untuk menghadap ke ruang singgasana."

"Kita beritahukan hal ini," ucap Azler lalu melangkah pergi dari sana diikuti para ksatria dan juga Johanna.

Sesampainya di ruangan tempat kaisar bertahta, mereka semua langsung memberi hormat lalu pergi ke tempat duduknya masing-masing terkecuali Azler yang masih berdiri di tengah ruangan.

"Ada apa dengan perkumpulan kalian di ruangan medis?"

"Yang Mulia, ada seorang prajurit perbatasan yang terkena panah, dan jika dilihat dari panah ini maka pelakunya adalah seseorang dari Kekaisaran Grayson. Selain itu mata panah ini berbentuk api yang memiliki maksud untuk memancing emosi dan menantang seseorang. Pada panah ini juga ditemukan segulung surat yang belum saya buka sama sekali."

Setelah menyelesaikan penjelasannya yang panjang lebar, Azler melangkahkan kakinya menuju singgasana kaisar lalu sedikit membungkuk untuk memberikan segulung surat itu pada kaisar.

Sang kaisar mengambil surat itu dari tangan Azler lalu membukanya. Dia membaca pesan pada surat itu dan lama kelamaan emosinya terpancing hingga membuatnya meremas surat itu dan melemparkannya ke sembarang arah.

"Ada apa yang mulia?"

"Grayson menantang kita untuk berperang."

*To Be Continue*

BLACK MAGIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang