Bab 10 - Rasa Sakit yang Kembali

7K 798 4
                                    

Sudah satu minggu Amora tinggal di dalam istana megah milik Kekaisaran Ziurich ini, dan tadi pagi adalah pertama kalinya Amora ikut sarapan pagi bersama dengan anggota keluarga kekaisaran. Amora duduk di samping Anneliese dan dia berhadapan dengan Azler. Selama sarapan tadi entah kenapa dia tidak berani mengangkat kepalanya sedikitpun, jadi Amora terus menundukkan kepalanya kecuali saat kaisar atau permaisuri bertanya tentang sesuatu padanya.

Di sore hari ini Anneliese mengajaknya pergi ke tempat pelatihan. Anne berkata jika dia sedang merasa bosan dan ingin keluar dari istana, maka dari itu dia mengajak Amora untuk menonton para ksatria dan prajurit yang sedang berlatih.

Saat baru saja sampai di sana dan masih berdiri di pintu masuk, tiba-tiba saja sebuah anak panah melesat hampir mengenai kepala Amora. Tentu saja jantung Amora langsung berdetak cepat dan matanya membulat. Jika posisinya berada sedikit ke sebelah kiri mungkin telinganya sudah terkoyak oleh panah tadi.

"Siapa yang baru saja melesatkan panah ke arah Amora? Kau sungguh keterlaluan sekali, bagaimana jika panahmu tadi benar-benar mengenai kepalanya?" ucap Anne yang juga merasa kesal dan khawatir. Semua ksatria dan prajurit yang tengah berlatih di sana langsung memusatkan perhatian padanya.

"Siapa? Cepat mengaku dan minta maaf padanya." Anne tidak berteriak, hanya saja terdengar sebuah ketegasan pada nada bicaranya itu.

Tak ada yang menjawab, namun seseorang berjalan menghampiri mereka dan membuat Anne juga Amora sangat terkejut. Ternyata si pemilik panah tadi adalah Azler. Sebenarnya laki-laki itu hanya berusaha menjatuhkan sebuah kerikil kecil yang terlempar ke arah kepala Amora, dan panahnya pun tepat sasaran. Dia sangat lega karena tidak meleset mengenai kepala Amora.

"Bisakah kau lihat ke bawah?" ucapnya dan kembali pergi ke tengah lapangan.

Sesuai ucapan Azler, Amora pun menundukkan kepalanya dan dia melihat anak panah tadi tergeletak di dekat sebuah kerikil kecil. Namun tetap saja, Amora tidak mengerti kenapa laki-laki itu menyuruhnya untuk melihat ke bawah.

"Sudahlah Amora, ayo kita duduk saja dan menonton mereka yang sedang berlatih." Anne menarik Amora menuju salah satu kursi panjang yang ada di pinggir lapangan lalu mereka duduk di sana.

Walaupun raganya sudah duduk, tetapi pikirannya masih berada di pintu masuk memikirkan hubungan antara anak panah dan kerikil itu. Hingga tak lama kemudian Amora mengerti apa yang telah Azler lakukan. Laki-laki itu telah menyelamatkannya walau hanya dari sebuah kerikil kecil.

Tiba-tiba saja Amora bangkit dan melangkah ke tengah lapang menghampiri Azler yang tengah memfokuskan titik sasaran panahnya. Anne yang duduk di samping Amora tersadar saat gadis itu sudah berdiri di dekat Azler, sebelumnya dia terlalu terfokus pada Moersel yang sedang berlatih pedang.

"Amora, apa yang kau lakukan?" tanyanya walau sudah di pastikan tidak terdengar oleh gadis itu.

"Terima kasih, Azler. Em ... Jika boleh aku ingin belajar memanah?"

Anak panah yang hampir dilesatkan itu terhenti dan Azler menoleh pada Amora dengan mengerutkan keningnya. Dia melihat ekspresi bersemangat di wajah gadis itu dan berpikir sebentar sebelum akhirnya menyerahkan busur dan panah yang tengah di pegangnya pada Amora.

Senyum Amora semakin lebar dan segera menerima busur panah itu. Kini Amora berdiri di tempat Azler sebelumnya berdiri, dia mulai mengangkat busurnya dan mengarahkan panahnya ke titik sasaran.

Tiba-tiba saja Amora terdiam membeku saat Azler membenarkan posisi tangannya dan mengarahkan panahnya lebih tepat. Laki-laki itu berada tidak lebih dari sejengkal di belakangnya hingga Amora dapat merasakan deru napas teraturnya.

"Lepaskan!"

Meleset tidak terlalu jauh, tapi itu sudah bagus untuk seorang pemula sepertinya. Karena masih belum puas dan masih ingin mengenai titik tengah maka Amora pun akan mengambil anak panah lain. Namun ternyata Azler lebih dulu memberikan padanya, dan kembali seperti tadi.

BLACK MAGIC [END]Where stories live. Discover now