Bab 22 - Luapan Emosi

4.8K 514 2
                                    

Dari semalam hingga kini matahari sudah berada pada singgasananya, laki-laki berambut hitam itu masih mengeluarkan emosinya dengan memainkan pedang. Terkadang pedang yang digenggamnya itu diayunkan mengenai balok kayu yang biasanya dijadikan lawan jika seseorang tengah berlatih sendirian sepertinya.

Sean yang dari semalam berada di pinggir lapangan untuk membujuknya berhenti malah tertidur dengan posisi duduk menyandar pada tembok. Eldean yang yang baru saja datang ke tempat itu terkejut melihat kelakuan putra Count yang satu ini. Tangannya bergerak menepuk kepala lelaki bersurai jingga itu dan akhirnya dia terbangun juga.

Sean yang sedang bermimpi indah dan merasa seseorang telah memukul kepalanya segera membuka mata dengan lebar lalu mendongakkan kepalanya melihat keberadaan Eldean yang tersenyum dengan aneh. Dia mendengus kesal karena Eldean telah menghancurkan mimpi indahnya.

"Jadi ini yang kau lakukan. Apa perintahku semalam kurang jelas?" Eldean masih berusaha sabar dengan tersenyum pada Sean yang tidak bisa melaksanakan tugas darinya.

Sean kembali mendengus, "aku sudah membujuknya berulang kali sampai aku ketiduran seperti ini, tapi lihatlah! Dia sama sekali tak mendengar ucapanku."

Eldean menggelengkan kepalanya lalu beralih menatap Azler. Dia memang tidak tahu hal apa yang telah membuat pangerannya itu marah sampai meluapkannya dengan cara seperti ini, tapi dia harus menghentikan Azler sebelum emosinya benar-benar tidak bisa dikendalikan. Selain itu dia telah menghabiskan waktunya semalaman untuk ini dan apakah dia tidak merasa kelelahan sama sekali?

"Azler, kumohon berhentilah."

"Dasar jalang! Tidak tahu diri! Menjijikan!"

"Apakah dia baru saja mengumpat, atau mengejek kita?" tanya Sean yang dibalas Eldean dengan mengangkat kedua bahunya.

Azler yang masih belum menyadari keberadaan dua temannya terus menggerakkan pedangnya ke segala arah dan berteriak kesal.

"Azler, berhentilah dan istirahatkan dirimu! Kau jangan membuang waktumu untuk hal seperti ini. Ingatlah jika kau seorang putra mahkota, kau juga harus bersikap lebih dewasa sekarang. Jika kau memang sedang memiliki masalah sampai membuatmu marah seperti ini maka selesaikanlah dengan baik."

Takk!

Sebuah belati kecil melewat tepat di dekat kepala Eldean dan tertancap pada tembok di belakangnya. Azler terlihat berhenti dan tengah mengatur napasnya yang memburu. Lalu manik birunya itu menatap tajam ke arah dua orang yang berada di pinggir lapangan.

"Dengan baik, huh?" Azler tertawa hambar setelah mengatakan itu. Seseorang telah melakukan hal yang sangat keterlaluan dan dia harus menyelesaikan masalah itu dengan cara baik-baik?

Jika seseorang telah berusaha untuk membunuh namun gagal, orang itu pasti akan terus berusaha hingga berhasil bukan? Sayangnya dia seorang wanita, jika bukan maka dia sudah habis olehnya semalam. Maka dari itu Azler sudah memutuskan untuk melaporkan perbuatan gadis itu pada sang kaisar.

Tanpa perlu mempedulikan kedua temannya, kini Azler melangkah pergi untuk menemui ayahnya. Tetapi saat mengingat sesuatu dia berhenti dan kembali bersuara tanpa berbalik.

"Serahkan semua tugasku padanya."

Dalam kondisi sedang emosi seperti ini tentunya Azler tidak dapat memfokuskan pikiran untuk mengerjakan tugas-tugasnya sebagai putra mahkota. Karena itu dia memerintahkan Eldean untuk menyerahkan semua tugasnya pada Sean. Lelaki bersurai jingga yang kini sudah berdiri pun kembali merosot duduk dengan tatapan melongo.

"A-aku?"

"Sudahlah, ayo." Eldean menarik lengan Sean untuk bangkit lalu menyeretnya menuju ruang kerja Azler.

BLACK MAGIC [END]Where stories live. Discover now