4. Maaf

247 46 6
                                    


Happy reading✨

"Satu kesalahan, membuahkan seribu kebencian."

***

Pintu kamar Kala terketuk keras, semakin lama semakin keras, membuat gadis itu bangun dari tidurnya. Ia melirik jam di nakas, menunjukan pukul 7 pagi, padahal ia ingin beristirahat akibat semalaman begadang, sehubungan kelasnya di mulai jam 1 siang.

"Sebentar," Kala bangkit dari tempat tidurnya, dengan piyama berwarna coklat gadis itu membuka kunci pintu. Langsung Valdi dan Monik menerobos masuk ke dalam.

Pasti akan ada sesuatu saat kedua orang tuanya berada di sini, mereka tidak mungkin secara sengaja membangunkan Kala di pagi hari hanya untuk mengajak sarapan pagi bersama, atau bercengkrama tentang banyak hal. Semua itu mustahil, bagaikan kucing terbang, tidak akan mungkin.

"Mana hasil nilai kamu, IP dapet berapa?" tanya Valdi langsung.

Kala menunduk, tak berani menatap mata sang ayah. "Masih belum keluar, Yah, nilainya," lagi-lagi jawaban Kala masih sama seperti minggu-minggu sebelumnya.

Valdi bukan anak kecil yang gampang Kala tipu, lelaki paruh baya itu langsung mengambil laptop yang tersimpan di atas meja, dia langsung memberikannya pada Kala. "Cepat buka, Ayah bukan orang bodoh yang bisa kamu tipu. Sudah masuk semester 2 mana mungkin nilai belum keluar!"

"Iya Yah, maaf," Kala membuka laptopnya dengan gemetar, dia tidak tahu nasibnya bagaimana jika Ayahnya melihat bobot nilainya yang menganga.

"Cepat, Kalana!" Kini ibunya yang bersuara, wanita paruh baya itu pasti akan pergi karena pakaiannya sudah rapi. "Ibu mau arisan!"

"Ini," Kalana menggeser laptop ke arah orang tuanya, gadis itu memejamkan matanya karena detik berikutnya laptop yang semulanya berada di pangkuannya kini sudah melayang dan terjatuh ke lantai mengakibatkan laptop berwarna silver berlogo apel itu pecah.

Tatapannya nanar saat laptop itu hancur, semua file tugas dan materi ada di sana. Bahkan tugas persentasi kelompoknya ada di sana, belum sempat Kala copy.

"Ayah!" Gadis itu berjongkok di lantai, memungut laptopnya, berharap nasib baik bila laptopnya akan menyala.

Valdi menampar pipi anaknya itu keras, sehingga terdengar hempasan tangan bertemu dengan pipi kemerahan Kala. "Kenapa banyak sekali nilai C? Bahkan kamu tidak lulus satu mata kuliah?" Amarah Valdi benar-benar memuncak, harapannya sangat tinggi pada Kala.

"Ayah tau Kala nggak minat dengan jurusan ini, dan Ayah tetap paksa Kala untuk masuk. Kala coba untuk pahami, tapi kemampuan Kala hanya sampai situ," ujarnya sambil menangis, namun itu tidak membuat Valdi iba, justru dengan gadis itu mengadu nasib ia tambah marah kepada anak perempuannya ini.

"Jangan salahkan kamu suka atau tidak. Tapi, kamu niat atau tidak. Kalau emang dasarnya kamu tidak sungguh-sungguh jangan menyalahkan keadaan dan menyalahkan Ayah!"

Kala berdiri, menatap Ibunya yang hanya diam saja. "Kenapa Ibu diam? Kala butuh seseorang yang ngertiin Kala, yang support Kala. Apa Kala hanya pengganggu waktu ibu, apa Kala nggak berhak dapet sedikitnya perhatian Ibu?"

"Diam Kala, kamu yang malas belajar mengapa jadi ibu yang disudutkan?" Ujar Monik sambil menunjuk gadis itu.

Gadis itu menggeleng kepalanya tidak percaya, bahkan kedua orang tuanya tidak peduli sama sekali. "Kala cape!!" ujarnya tertekan, nadanya tercekat menahan tangisan yang sedari tadi.

"Ayah yang selalu nuntut Kala jadi apa yang Ayah mau, dan Ibu yang lupa kalo di sini ada Kala, yang butuh kasih sayang Ibu, tapi ibu lebih mentingin teman-teman ibu dan lupa sama Kala."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 27, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hai, Juan!Where stories live. Discover now