3. Gadis Yang Terpuruk

246 49 6
                                    

hai, hallo, bonjour!
gimana cerita Hai, Juan! seru gak?

Playing Now
Rumpang - Nadin Amizah

"Manusia hanya bisa berekpetasi, selebihnya hanya realita yang menyedihkan."

***

Kala terdiam saat melihat kanvas, cat, serta kuasnya sudah berceceran di lantai. Ia melihat sang pelaku dengan muka memerah, dia Valdi, ayah Kala.

"Ayah!" Kala langsung memungut semua yang berserakan di sana, lantai kamarnya sudah kotor akibat cat yang berhamburan ke mana-mana.

Valdi berjongkok mensejajarkan dengan Kala. "Jangan lagi beli sampah gak berguna ini. Gak cukup sekali Ayah bilang, Kalana?"

"Ini mimpi Kala, setidaknya Ayah dukung meskipun Kala gak bisa kuliah dengan jurusan yang Kala inginkan," ucap gadis itu tercekat, tak bisakah Ayahnya membuat Kala merasa tenang dan nyaman.

Valdi berdiri merapikan kemejanya, lalu sebelum pergi kanvas dengan coretan yang hampir membentuk sebuah rumah harus rusak akibat diinjak oleh Valdi.

"Selagi kamu masih hidup dengan uang Ayah, kamu harus nurut apa kata Ayah. Jangan menjadi pembangkang seperti Ibumu!"

Kala menjatuhkan air matanya bersamaan dengan suara keras dari pintu yang Valdi tutup sangat kencang. Dia bagaikan robot Ayahnya, Kala hanya bisa menurut dan melakukan apapun yang ayahnya sukai, tanpa dia bertanya apakah Kala suka atau tidak.

Hidupnya tidak adil, Kila pergi ke pelukan Tuhan dengan nyaman, dan Bulan adiknya hidup bebas tanpa tekanan rumah di pesantren. Sedangkan dirinya harus memenuhi ekspetasi orang tua yang egois.

"Kak Kila, boleh Kala ikut?"

Gadis itu membiarkan tubuhnya terbaring di lantai bersama dinginnya permukaan, memejamkan matanya berharap mimpi indah untuk waktu yang lama.

Hingga pagi datang melenyapkan mimpi indahnya semalam. Padahal ia tidak ingin pagi cepat datang, karena pagi datang bersamaan dengan kenyataan buruk bahwa dia adalah gadis yang tidak pernah beruntung dalam segala hal.

Kala bangkit, meregangkan badannya, tulangnya serasa remuk karena semalaman dia tertidur di lantai tanpa alas. Cepat Kala mandi karena hari ini ada kelas pagi, sejujurnya setiap hari Kala tidak pernah ada semangat untuk kuliah, satu-satunya ia bertahan di sini adalah pengorbanan Kila.

Setelah mandi Kala bersiap-siap memakai kemeja hitam dan celana coklat, serta memakai totebag senada dengan celananya. Cepat gadis itu turun ke bawah menuju dapur.

Rumahnya sepi, jelas. Kala membuka tudung saji yang ada di atas meja makan, wajahnya berubah kecewa, tidak ada piring berisikan lauk pauk, hanya ada beberapa lembar uang kertas dan note kecil.

Beli makan di luar aja, Ibu lagi malas masak. Tolong telepon Bi Darmi kapan pulang dari kampung.

Kala tertawa hambar. "Sejak kapan ibu nggak malas masak?"

Sudah biasa, begitulah pikir Kala. Bahkan dia sudah lupa kapan memakan masakan ibunya, karena ibunya jarang di rumah, dan ibu selalu membuat keributan dalam keluarga ini.

Aneh, kenapa Ayahnya tidak bercerai saja? Seperti ibunya yang selalu keluar rumah arisan dan bermain bersama teman-temannya, lalu Ayahnya yang selalu menuntut ini itu kepada semua anggota keluarganya, pemarah serta keras. Sudah tidak ada kecocokan antara keduanya, jadi untuk apa ini dipertahankan?

Saatnya Kala berandai..

Andai Ibuku seperti ibu orang lain.

Tapi, balik lagi, semua sudah punya takdir porsi yang berbeda-beda, dan seperti katanya dia adalah gadis yang tidak pernah beruntung dalam segala hal.

Hai, Juan!Where stories live. Discover now