Cowok itu berdecak. Pintar sekali gadisnya mengelabuhi nya. Tahu saja kalau dia pasti akan meleleh dengan sifat manjanya.

"Perut aku sakit," kata Cherry memegang perutnya.

Raka menunduk, menatap perut rata Cherry yang diusap-usap, "Makan pedas terooos!"

"Ih...! Gak gara-gara makan pedas." Cherry mengerucutkan bibir, "ini aku baru mens pertama."

Raka mengulurkan tangannya, membantu Cherry turun dari atas meja dan beralih duduk di kursi, "Gue ke kantin bentar."

Cherry menahan tangan Raka, "Mau ngapain?"

"Beli obat pereda nyeri." Raka melepas tangan Cherry lalu melangkah lebar meninggalkan kelas.

"Eh... Gak usah. Raka!"

Raka menulikan pendengaran. Apanya yang tidak usah? Dia menahan rasa sakit mungkin bisa, tapi kalau Cherry? Jangan ditanya, sebentar lagi dia pasti akan menangis.

Bruk...!

Baru saja cowok itu melewati pintu kelas, dia sudah menabrak seseorang saja. Matanya menatap tajam orang tersebut, yang dibalas dengan tundukan takut orang di depannya.

"M—maaf. Aku gak sengaja," kata Nadia terbata.

"Mata jumlahnya udah empat, masih aja nabrak orang!" Raka berdecak kesal.

Nadia diam meremas kantong plastik dalam genggamannya. Dia bingung harus apa, mau kembali mengucapkan maaf takut dikira kaset rusak, mau kabur takut dikira tidak ada tanggung jawabnya.

"Raka! Jangan dimarahi Nadia nya! Kamu harusnya terimakasih sama dia. Dia udah beliin aku obat buat mens!" teriak Cherry dari bangkunya. Tak malu telah mengucapkan kata mens di hadapan banyak orang.

Pandangan Raka beralih menatap kantong plastik berwarna putih dalam genggaman Nadia. Dia menyerobot plastik tersebut lalu melenggang pergi masuk kembali ke kelas.

"Makasih!" serunya tanpa menatap Nadia.

Cherry berdesis. Sangat sebal dengan kelakuan Raka. Cowok itu tak tahu saja mood cewek yang sedang menstruasi mudah berubah. Kini cowok itu malah memancing emosinya, apakah Raka mau Cherry hilang ditelan bumi?

Duduk di samping Cherry tangan Raka langsung merangkul pinggang gadis itu, mengusap perutnya siapa tahu rasa nyeri yang dirasa Cherry mereda.

"Jadi orang jangan suka marah-marah. Salah sasaran kan," kata Cherry.

Raka menuntun kepala Cherry agar bersandar di pundaknya, "Mana ada salah sasaran. Tuh cewek udah buat gue emosi, wajar dong gue marah."

"Kamu—"

Kalimat Cherry terhenti saat Nadia berjalan mendekat pada bangkunya. Gadis berkacamata tebal itu memainkan jari, tersirat kebingungan pada raut wajahnya.

"Raka. Minggir! Ini kursinya Nadia." Cherry mendorong tubuh Raka sesaat setelah menyadari maksud dari gelagat temannya itu.

Raka berdecak, "Bisa gak sih lo gak usah gangguin orang pacaran?!" Pandangannya menatap tajam Nadia.

"Galaknya, astaga." Cherry mengusap-usap kening cowoknya.

"Banyak bangku kosong kan? Duduk!" perintah cowok itu pada Nadia.

Gadis berkacamata tebal itu tersentak mendengar bentakan Raka. Akhirnya dia menduduki asal bangku milik teman sekelasnya. Walaupun masih terbesit rasa takut jika dia dibully karena duduk di kursi milik orang lain.

Raka mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, menatap semua orang yang ada di sana, "Denger semua! Gue yang perintahin cewek cupu ini duduk. Jadi kalau yang punya bangku gak terima, temui gue."

Seluruh siswa mengangguk pelan, tersirat ketakutan dalam wajah mereka. Sedangkan Nadia, sepersekian detik dia menatap Raka dengan otak yang berkelana kemana-mana, namun pandangannya kembali tertunduk saat cowok itu ikut membalas tatapannya.

"Ya ampun, Ka. Lama-lama aku gak punya temen gara-gara kamu," kata Cherry.

"Lo gak butuh temen. Gue aja udah cukup." Raka mengeluarkan botol dari dalam kantong plastik, "ini apaan?"

Cherry mengambil botol tersebut, "Jamu buat mens," jawabnya.

Raka kembali menyerobot botol tersebut, sebelum membuka tutupnya dan memberikannya pada Cherry lagi.

"Makasih." Cherry tersenyum.

Dia mengocok sebentar jamu tersebut lalu meminumnya. Baru dua teguk Cherry sudah berhenti, dia tampak bergidik dengan raut wajah kentara tidak suka.

"Rasanya gak enak," katanya, tapi setelah itu kembali meminumnya lagi.

Raka mengacak rambut gadisnya, "Katanya gak enak, kok masih dilanjut?"

"Biar cepet sembuh," ucap Cherry setelah berhasil menghabiskan jamu.

Raka tersenyum. Tanpa rasa malu dia mencium puncak kepala Cherry di hadapan teman sekelas gadis itu. Bahkan Nadia yang tidak sengaja melihatnya tertunduk malu.

"Raka! Ingat tempat." Cherry mencoba menjaga jarak dengan Raka, namun percuma karena cowok itu sedari tadi sudah memeluk pinggangnya.

Raka salut dengan sikap gadisnya itu. Tak perlu merengek sampai berguling-guling karena sakit perut. Dia akan melakukan apapun agar sakit perutnya mereda.

Tak se-manja cewek-cewek lain. Cherry justru sudah berpikiran se dewasa itu. Memang benar, sesuatu yang menyembuhkan pasti rasanya tak begitu menyenangkan.

"Misi-misi! Kuah panas!"

"Air dingin mau lewat!"

Pandangan Raka dan Cherry teralih. Dua orang cowok datang dengan membawa nampan. Nalendra menurunkan nampannya, lalu menyuguhkan dua mangkok soto daging lengkap dengan nasinya di hadapan Raka dan Cherry.

"Silahkan, Tuan dan Nona," kata Nalendra.

Cherry menatap Raka, "Kapan pesennya?"

Raka mengangkat kedua bahunya. Namun senyum di bibirnya mampu menyimpulkan keganjalan yang terjadi.

Kini giliran Abian yang menurunkan nampan. Dia menyuguhkan tiga es jeruk di hadapan dua sejoli itu.

"Jangan ditanya kenapa minumannya tiga gelas. Yang dua buat Raka. Gue tahu dia baru saja menguras emosi tadi," kata cowok itu.

"Menang gak, Ka, lawan Bima nya?" lanjutnya bertanya.

Raka meminum es jeruknya, "Kalah. Cewek gue suka sama Bima."

"ENGGAK!" seru gadis itu tidak terima.

___________________

Bersambung....

Kurang dari TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang