5. Teman untuk Nadia

Beginne am Anfang
                                    

"Hap! Ketangkep tasnya doang. Isinya pada jatuh. Gue jatuhin sekalian deh." Maya menjatuhkan tas Nadia ke lantai.

Dengan segera gadis cupu itu menghampiri tasnya, memungut alat tulis yang berceceran di atas lantai. Tak ada yang membantunya, yang ada mereka malah menertawakannya.

Kriiiiiiing....!

Bel tanda masuk berbunyi. Masih dengan sisa tawa yang sama seluruh siswa berhamburan pergi menuju bangku masing-masing, meninggalkan Nadia sendiri yang masih mencari bolpoinnya yang menggelinding entah kemana.

"Nadia, kamu sedang apa?" Suatu suara terdengar, lantas membuat Nadia mendongak lalu beranjak berdiri saat tahu orang tersebut adalah Bu Ratna, guru mapel Matematika.

"Emmm... Sedang cari bolpoin, Bu. Tadi jatuh," kata Nadia malu-malu.

Wanita paruh baya itu menghela napas sambil menggeleng. Beliau membuka tempat alat tulisnya lalu mengeluarkan bolpoin dari sana.

"Sudah tidak usah dicari. Ibu tahu sifat teman-teman kamu. Jahilnya minta ampun." Bu Ratna melirik muridnya yang lain. "Ini pakai bolpoin Ibu saja."

Nadia mengambil bolpoin tersebut penuh ragu, "Terima kasih, Bu."

Cindy, Maya, dan Sekar memutar bola matanya malas saat Nadia kembali ke bangkunya dengan raut wajah puas. Tentu saja gadis cupu itu senang karena kehadiran guru bagaikan kemerdekaan baginya.

Seluruh murid tidak akan membully Nadia kalau ada guru pastinya. Yang benar saja mereka berani membully, yang ada mereka yang akan mendapatkan hukuman dari guru.

"Baik anak-anak, selamat pagi," ucap Bu Ratna.

"Pagi, Bu!" jawab seluruh siswa.

"Masukkan seluruh alat tulis kecuali bolpoin. Kita mulai ulangannya."

Sontak perkataan Bu Ratna membuat semua murid lesu. Padahal mereka selalu berdoa semoga Bu Ratna lupa akan hal itu, ternyata kenyataannya tetap saja. Walaupun Bu Ratna sudah hampir pensiun nyatanya memory nya tidak pernah gagal untuk mengingat masalah ulangan dan PR.

"Loh ... Loh. Kok tiba-tiba ulangan?" Bima mengerutkan kening bingung.

"Bukankah Ibu sudah bilang kalau hari ini ulangan, Bima?" kata Bu Ratna menatap Bima.

Cowok itu menggaruk tengkuknya, "Kayaknya saya gak masuk deh, Bu. Jadi gak tahu."

Wanita paruh baya itu menghela napas, "Alasan. Bilang saja semalam tidak belajar."

Bima nyengir lebar, "Kasih waktu bentar lah, Bu."

"Oke. Ibu kasih waktu lima belas menit. Setelah itu tidak ada kelonggaran lagi.

Seluruh siswa langsung membuka buku masing-masing. Menghafal rumus yang berhasil membuat otak mereka mengepul.

Matematika sangat beda jika dibandingkan pelajaran lain. Untuk mencontek pun butuh usaha keras. Dari pada waktu habis untuk mencari contekan teman lebih baik mereka gunakan untuk menghitungnya sendiri.

Tok...! Tok...! Tok...!

Suara ketukan pintu terdengar membuat semua penghuni kelas menoleh. Seorang pria muda berseragam coklat khas guru masuk ke dalam kelas lalu berbicara pelan dengan Bu Ratna.

Setelah wanita paruh baya itu mengangguk beliau beralih menatap murid-murid.

"Selamat pagi anak-anak. Bapak minta waktunya sebentar," kata Pak Ali, wali kelas tersebut.

Sekar mengangkat tangan, "Saya lihat Pak Ali kemarin jalan sama cewek."

"Cieeee....!!!"

Pak Ali menggaruk tengkuknya salah tingkah. Beliau menatap Bu Ratna yang ternyata tengah melipat kedua tangannya di depan dada sambil menggelengkan kepala menatap dirinya.

Kurang dari TigaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt