"Daddy?" Gue nggak menemukan Om Johnny di manapun.

Tapi, begitu gue membuka pintu kamar, gue mendengar senandung dari arah kamar mandi. Pasti dia ada di dalam.

Kebersamaan gue dengannya akan segera berakhir. Sebelum semuanya kembali ke tempat asalnya, gue ingin memberikan hal berkesan padanya. Gue ingin dia mengenang gue sebagai gadis baik yang walaupun menjadi tempat pelampiasan napsunya, namun bisa manjadi sosok yang paling ia butuhkan saat dunia sedang tidak baik-baik saja.

Pintu kamar mandi gue buka pelan. Rupanya tidak dikunci. Mudah bagi gue untuk masuk tanpa diketahuinya, sebab guyuran shower sedang terfokus padanya dan senandung kecil sedang menjadi kegiatannya sambil mandi.

Gue melepas pakaian gue satu persatu, menyisakan sepasang pakaian dalam. Sambil perjalan pelan, gue menuju ke arahnya.

"Daddy..." gue mengeluarkan suara manja sambil memeluknya dari belakang.

Keterkejutannya bisa gue rasakan, walau hanya sepersekian detik. Tangan gue yang melingkar di pinggangnya diusapnya lembut.

"Ngagetin aja kamu." Ucapnya.

"Kenapa semalam nggak pulang, hm?"

"Saya sibuk." Entah mengapa gue merasakan kalau jawabannya adalah sebuah kebohongan. Oleh sebab itu, gue tidak bertanya lebih lanjut lagi.

"I miss you." Ucap gue dengan pelan sambil bersandar pada punggung gagahnya itu.

Om Johnny membalikkan badannya menghadap gue. Masih dalam keadaan memeluk gue, ia mendaratkan sebuah kecupan di puncak kepala gue. Sebuah kecupan yang cukup lama. Rasanya seolah-olah menyiratkan banyak hal, sayangnya gue nggak tau apa itu.

Biasanya jika dalam kondisi begini, Om Johnny akan menggarap gue. Namun, kali ini sangat berbeda. Om Johnny justru memandikan gue dengan penuh sayang. Setiap sentuhannya terasa berbeda untuk kategori pria pecandu seks kasar sepertinya. Tatapan matanya juga seakan-akan memiliki banyak pesan terpendam.

Untuk pertama kalinya gue melihat sisi yang sangat berbeda dari Om Johnny. Dia tampak tidak baik-baik saja.

Siapakah gue hingga bisa bertanya lebih jauh tentang keadaannya?

Sehingga gue memilih diam dan mengikuti alurnya saja. Meresapi setiap sentuhan lembut yang mungkin akan jadi pertama dan terakhirnya gue rasakan.

Om Johnny tidak berbicara banyak. Sesekali ia hanya tersenyum sambil menatap gue. Gelagatnya aneh.

Hati gue merontak-rontak memberi perintah agar bibir gue membuka suara untuk bertanya, kamu kenapa? Akan tetapi logika gue bersikeras menegaskan bahwa gue nggak punya hak untuk bertanya lebih jauh. Paling tidak eksistensi gue saat ini cukup baginya.

•••

Saat makan malam, Om Johnny terlihat fokus dengan ponselnya. Entah apa yang membuatnya sefokus itu. Penasaran sih, tapi nggak usah tanya deh.

"Hari Sabtu ini mau jalan-jalan?" sesuap makanan yang hendak gue masukkan ke dalam mulut jadi terjeda. Om Johnny lagi nanyain gue?

"Mau nggak?" ia bertanya lagi, dan gue masih bingung.

Di luar dugaan, ia memutuskan sendiri. "Oke, hari Sabtu kita jalan-jalan."

Gue masih mencoba berpikir realistis. "Maksudnya mau temanin Om ke luar kota?" Pasti ini maksudnya. Karena nggak mungkin dia tiba-tiba ngajakin gue jalan-jalan begini.

"Enggak." Dia menggeleng.

"Hah?" Gue kaget dong.

"Ya jalan-jalan Shane. Anggap aja ini liburan."

Mata gue semakin melotot. Liburan?! Serius dia ngajakin gue liburan?

Eh, tapi bisa aja, liburan inu sebagai perpisahan kita. Karena setelah itu, kontrak kita bakalan berakhir. Om Johnny akan segera menikah dengan Zifra. Sedangkan gue akan terus menjalani hidup gue seperti ini.

Menyadari perubahan ekspresi gue, lantas Om Johnny pun bertanya, "Kenapa, kamu nggak suka sama liburannya?"

Sebelum menjawab, gue terlebih dahulu senyum. "Maksudnya liburan ini sebagai perpisahan kita ya Om?" seberusaha mungkin gue berkata-kata tanpa terdengar getaran. Gue nggak mau dia merasa bahwa saat ini gue sedang berusaha tegar.

"Well, bisa dibilang begitu." Sahutnya dengan senyum lebar. Sangat berbanding terbalik dengan gue yang tidak bisa menyunggingkan senyum selebar itu.

Ada bagian dalam hati gue yang terasa retak. Perpisahan itu sudah ada di depan mata. Mau nggak mau gue akan melewatinya. Mau nggak mau selepas perpisahan itu, jalan kita akan berbeda.

Senyum lebarnya itu gue balas dengan senyuman juga. Meski tak selebar itu, gue hanya ingin memberitahunya bahwa gue baik-baik aja kok. Hehehe..

~•••~

enaknya liburan ke mana nih? hmm..

ke cappadocia gimana? wkwkwkw.. it's my dream mas!

pliss usulin tempat liburan dongs! maaciw

My Lecturer My Sugar DaddyWhere stories live. Discover now