18. Patah Hati

4.2K 835 21
                                    

Menyerah, menghilang, bertahan, atau melawan.

Bermacam pilihan yang sejak tadi berputar di kepala wanita yang kini tertunduk dalam genangan air mata di sofa tamu kantor Prita.

Pemilik lesung cantik ini bisa saja menyerah lantas menghilang. Konon, hidup ini hanya sebatas senda gurau. Cantika juga bisa bertahan. Mempertimbangkan kebahagiaan dan kehormatan keluarga yang menyayanginya. Wanita itu pun punya pilihan melawan. Tentu dengan konsekuensi yang tidak bisa diterka sejak awal.

Dari hati terdalam, ia sungguh ingin terbebas dari belenggu Maharaja Rais.

"Aku datang. Kamu masih di kantor Prita kan?"

"Tahu dari mana gue di sini?" Prita turut mengernyit saat teman sejatinya mengerutkan dahi. "Ah, ya, gue tahu. Lo nggak ada beda sama Pak Satya. Kirim orang buat ngikutin gue kemanapun?"

"Tolong, untuk kali ini aja, kamu nurut aku ya?" Cantika tersenyum miris ketika Rais tidak menjawab pertanyaannya. "Aku udah di lobi," lanjutnya.

Maharaja Rais terpaksa harus memutar arah tujuan ke Pacific Place mall. Rencana kunjungan ke Balikpapan tertunda oleh sebuah cuitan akun paparazzi berikut tampilan foto Rais bersama Cantika, yang kala itu bergandengan memasuki hotel Maharaja. 

Meski tampak belakang, nyata sekali jika ia adalah Cantika. Mantan-mantan Rais yang lain hanya sekilas lewat. Tidak ada yang secerah dan sesempurna perempuan terakhirnya ini. Waktu kebersamaan mereka adalah juga yang paling lama. 

Pun, perkara hati.

Perasaan Rais terlanjur tertaut amat dalam pada Cantika. Tidak ada yang menuntutnya atas kejadian laknat malam itu. Cantika justru mendeklarasikan diri untuk mundur dari perjuangan menggapai restu Satya Maharaja setelah meninggalkan jejak tak terlupakan bagi si pria. Namun, tidak untuk Rais. Ia membutuhkan Cantika. Ia takkan mundur lagi barang satu jengkal pun. 

"Tik."

Baik Prita dan Cantika berdiri ketika pintu pimpinan Prita and Friends dibukakan oleh salah seorang pegawai.

Prita berdiri. Maju melindungi Cantika. Memangsakan diri ketika ia melihat Rais diikuti oleh dua orang pria lain. Seorang adalah Reksa, sedangkan satunya tampak sebagai pengawal berbadan besar.
 
"Lo bisa yakinin gue dulu nggak, kalau lo nggak bakal nyakitin sahabat gue?" todongnya.

"Jaminannya hidup gue, Ta."

Cantika membuang mata jengah. 

"Jangan sembarangan ngomong! Karena gue udah nggak percaya sama lo lagi!" ketusnya.

Mereka membuka forum kecil. Rais mendelegasikan Reksa untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi. Termasuk upaya yang telah mereka lakukan untuk menekan berita. 

Ternyata, Cantika bukan hanya target kejaran pemburu berita. Paman-paman dari ibu sahnya lah yang menjadi ancaman terbesar bagi wanita itu. Ia harus senantiasa berada dalam jangkauan Rais sampai dalang kejadian ini tertangkap. Cantika dalam marabahaya.

Pun, satu masalah besar menanti di depan. Akankah Cantika menyetujuinya?

"Kita harus nikah secepatnya."

Bagai dijungkalkan dari peraduan, Cantika seolah sedang dipermainkan oleh keadaan. Hidupnya jungkir balik. Sakit kepala beradu perut menjadi-jadi mengerjap. Tangannya meremas sumber sakit demi menahan sekejap nyeri yang timbul.

Apa yang ia inginkan sejak dulu nyatanya berakhir terwujud. Namun, dalam ketidakinginan hati. 

Cantika tidak mau. Cantika menolak. Ia tidak akan ikhlas mengarungi kehidupan di atas bahtera yang Rais tawarkan.

(END) Senyummu Tampak Tak Baik-Baik SajaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt