bagian 18.

257 45 17
                                    

Sesampainya Junghwan di rumahnya yang besar, hanya pelayan yang menyambut kedatangannya, sosok yang biasa berlari kecil seraya memanggil namanya itu tidak terlihat. Mata hitam legam mengitari area depan rumah sebelum akhirnya menatap sang ketua pelayan.

"Dimana Juhyun?"

"Ada di atas, Tuan. Tadi kami hanya memberikannya camilan malam saja."

Junghwan menghela.

"Tuan inginkan sesuatu?"

"Tidak, terima kasih." sebelum pergi, lelaki itu berikan senyuman kecilnya pada pelayan yang telah bekerja keras lama di rumahnya ini. Membantu Juhyun mengurus rumah.

Langkahnya yang besar membawa tubuhnya naik ke lantai dua, dimana tempatnya tidur bersama sang istri. Junghwan yakin, Juhyun saat ini tengah tenggelam bersama tumpukan kertas yang isinya semua kata 'mimpi' yang Juhyun utarakan setiap hari, setiap saat.

Di ruang yang sebenarnya diciptakan oleh wanita ini sebagai tempatnya meditasi, telah disulap mirip butik kecil dengan banyak patung manekin tanpa kepala, dan kertas yang berserak di lantainya. Junghwan tertahan di depan pintu.

Juhyun hanya mengenakan kaus besar, rambut dicepol ke atas, dan wajah kuyu karena sibuk membuat sketsa atau pun desain yang baru. Tidak mirip dengan Juhyun yang dia kenal.

"Oh?" si wanita sedikit memekik. "Kau sudah pulang, sudah makan malam?"

"Sudah," jawab Junghwan singkat saja. "Apa kau lama di sini?"

Juhyun menatap bingung maksud pertanyaan suaminya. "Tentu. Aku harus membuat acara nanti berjalan baik, agar nama Ruby dan Madam Emma, juga namaku sendiri tidak buruk."

Junghwan tidak menjawab, tetapi air mukanya menjelaskan semua. Bahwa ketidakaturan yang terjadi di ruangan tersebut, membuatnya tidak ingin berlama-lama.

"Oh, Sayang!" Juhyun memanggil. "Kemari dulu, lihat satu mode yang sudah aku ciptakan."

Juhyun menarik Junghwan masuk ke dalam untuk menemui satu karya yang sudah Juhyun berhasil ciptakan. Gaun pendek warna perpaduan antara senja juga bibir pantai jelas tercetak di seluruh bagian tubuh gaunnya, dengan dada berbentuk v yang memang dibuat untuk menonjolkan tulang selangka dan dada seorang wanita. Menciptakan kesan eksotis bersamaan dengan kemewahan yang dihasilkan dari beberapa gliter di bagian pinggang.

"Bagaimana? Bagus tidak?"

Junghwan bingung mengatakannya. "Aku—rasa."

"Yes! Oh ya, ini undangan kalau kau kau datang melihatku dan gaun yang sudah kubuat." Juhyun berikan selembar kertas berwarna sage ke hadapan sang suami.

"Aku tak bisa, Juhyun. Aku ada urusan kantor hari itu."

Juhyun menunduk sedih. "Apa tidak bisa sehari saja datang ke sana? Aku sungguh membutuhkan dukunganmu."

Junghwan menyingkirkan kertas yang berserak dengan kakinya. "Tidak bisa, kau bisa minta teman laki-lakimu itu datang."

"Junghwan."

"Apa?" Lelaki itu membalikkan badan. "Aku tidak bisa, Juhyun. Kenapa kau terus memaksa? Harusnya kau bersyukur aku mengizinkanmu untuk ikut acara beginian."

Juhyun mengernyit. "Be-beginian? Ini mimpiku, Junghwan."

"Mimpi apa? Kau sudah pensiun 5 tahun lalu, kau mau merajut mimpi yang mana?"

Juhyun mengepalkan tangannya dibalik kaus yang dia kenakan. Junghwan menghela napas panjang sekali.

"Aku sungguh tidak bisa datang, akan kukirimkan saja karangan bunga untukmu." kakinya baru saja sampai di depan pintu sebelum dia menoleh. "Kau tidak lupa mempersiapkan natal, kan? Tahun ini kumpul di rumah Ayah dan Ibu."

Janji Suci - ENDWhere stories live. Discover now