bagian 15.

241 40 12
                                    

Pada dasarnya Juhyun tidak begitu suka sendirian, sejak Ibunya meninggal, Ayahnya yang seorang dokter jantung menjadi gila bekerja, Juhyun selalu menjadi penyendiri di rumahnya yang tidak seberapa besar. Jika dibandingkan dengan sekarang. Juhyun yang selalu bersama Ibunya, harus menjadi yang sok kuat di rumah karena kini hanya dia yang Ayahnya miliki. Dan hanya Ayahnya yang Juhyun dapat jadikan sandaran.

Sejak dulu, Juhyun akan memasang topeng di wajahnya setiap bertemu sang Ayah sepulang dari rumah sakit. Ada yang pernah bicara seperti ini.

"Jika dia pergi, maka kau harus bisa hidup tanpa ada dia. Seperti sebelum kau bertemu dengannya."

Itu pepatah yang selalu Juhyun dengar setiap kali temannya ada yang putus cinta, namun saat dia melihat Ayahnya menangis setiap malam memeluk foto Ibunya di kamar mereka; Juhyun sadar kalau pepatah itu bisa saja salah. Nyatanya hidup setelah kehilangan cinta tidaklah mudah. Maka, Juhyun harus bisa mengisi kekosongan di batin Ayahnya dengan menjadi kuat, menjadi pemberani padahal penakut.

Hingga, dia bertemu suaminya. Lee Junghwan, lelaki yang dia lihat di kampusnya kala itu, begitu menawan. Hampir tidak dapat digapai, tetapi tidak ada yang mampu melawan arus semesta. Nyatanya Junghwan datang sendiri mendekati Juhyun, menjadi tempat wanita itu bersandar dari kesendiriannya. Menghapus jejak dan mengisi kekosongan yang Juhyun ciptakan.

Junghwan hadir di setiap kesepian yang Juhyun rasakan. Itu dulu, sebelum 8 tahun hidup seatap mengubah segalanya. Juhyun pikir cinta bisa menguatkan pondasi semua kehidupan, tetapi dia kembali disadarkan.

Adanya cinta di dunia, namun tetap menciptakan perang abadi.

Kini, Juhyun mulai ragu akan kekuatan cinta yang dia punya, kepada suaminya. Junghwan pamit pergi keluar kota untuk urusan bisnis. Sesungguhnya itu adalah hal yang biasa terjadi, bukan sekali dua kali, selama 8 tahun menikah, Junghwan selalu pergi keluar kota hingga negara untuk perjalanan bisnisnya. Tetapi, kali ini ada yang berbeda.

Juhyun rasakan kebohongan di ucapan sang suami yang pamit tanpa mencium kening atau bibirnya. Junghwan pergi begitu saja. Tetapi Juhyun menyadarkan dirinya jika Junghwan bukan pergi karena dia ingin, itu adalah kewajibannya sebagai seorang penerus kekayaan Keluarga Lee. Juhyun tidak boleh curiga pada suaminya sendiri. Meski dia selalu terbayang wajah sekretaris suaminya di malam pesta pernikahan Soo Ji.

"Dia cantik sekali," gumamnya.

"Siapa yang cantik?"

Juhyun mengerjap setelah akhirnya kembali ke kenyataan, hari ini dia tengah diminta berkunjung ke apartemen mewah Soo Ji. Menemani keinginan ibu hamil tersebut.

"Bukan siapa-siapa."

Soo Ji tidak melanjutkan, dia berselonjor kaki dengan secangkir teh lemon hangat di tangannya, kedua matanya tidak henti menatap jelas layar televisi dan menayangkan acara keluarga selebriti. Juhyun jengah.

"Omong-omong, aku dengar Kak Junghwan pergi ke Jeju."

"Iya, ada perjalanan bisnis."

"Dengan Sekretaris Yu?"

Juhyun menoleh pada adik iparnya. "Iya, kenapa?"

Soo Ji menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya mau bilang begitu."

Juhyun memicingkan matanya, namun dia malas meladeni Soo Ji lebih panjang, akhirnya dia memilih melihat pigura pernikahan adik iparnya ini yang telah jadi. Dia lekatkan retinanya pada wajah Richard.

"Soo Ji, suamimu sekarang bekerja di perusahaan Ayah?"

Soo Ji mengangguk. "Iya, dia yang ambil alih hotel milikku sekarang selama aku hamil. Aku yang minta pada Ayah, kenapa?"

Janji Suci - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang