2.4 [Langkah awal]

2.7K 264 15
                                    

HAPPY READING!don't forget to vote and comment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAPPY READING!
don't forget to vote and comment.

🦋

PAGI hari ini dunia berhasil digemparkan dengan kemunculan Laura Aurelic Zevallo Sgifer. Dua tahun tidak terlihat, membuat publik bertanya-tanya ke manakah dia selama ini. Seluruh siaran televisi sudah menampilkan berita tersebut. Dari orang yang tentu mengenalnya, sampai pada remaja ataupun anak-anak yang tidak tahu tentangnya pun jadi ikut membuka suara.

Seola menatap kagum siaran berita yang sedang berlangsung. Dia menoleh pada Acha yang tampak santai memainkan ponsel.

"Wah, lo memang keren banget, ya, Cha," decak Seola.

"Tentu," balas Acha singkat.

Seola mengangguk, memasukkan buah naga yang sudah dipotong-potong ke dalam mulut. Dia kembali memperhatikan berita. Ngomong-ngomong, Seola sudah empat hari di Indonesia, sisa tiga hari lagi setelah itu berangkat ke California.

Acha sudah keluar dari penjara selang dua hari Seola berkunjung ke lapas. Acha memutuskan pulang ke mansion, dan tepat tadi malam Seola meminta untuk menginap di hotelnya. Katanya, ingin berjalan-jalan, dan Acha harus menemani. Dengan sangat terpaksa mengiyakan.

Saat malam hendak menuju hotel, Acha memutuskan berhenti di salah satu minimarket guna membeli permen karet. Namun, lupa menggunakan masker dan topi, hingga banyak pasang mata yang melihat keberadaannya dengan jelas. Tentu saja, tanpa basa-basi orang-orang memfoto bahkan memvideokan. Acha bisa saja melarang, tapi dia sedang tidak ingin. Lagi pula sejujurnya Acha menginginkan raut wajah terkejut dari semua orang.

Mengingat pasti, ketika menghilang dari pandangan publik banyak orang membicarakannya yang tidak-tidak, terutama para musuh. Dengan adanya berita bahwa ia kembali bisa membungkam sekaligus memberi peringatan pada mereka.

"Cha."

"Hm."

"Sebenarnya kalau dilihat dari berita pagi ini, lo benar-benar luar biasa. Tapi gue harus memastikan dengan bertanya secara langsung. Jadi, lo masih kayak dulu, 'kan?" tanya Seola.

"Maksud lo?" tanya Acha balik, heran. Dia mengalihkan pandangan menjadi menatap Seola.

"Maksudnya, lo kan udah masuk penjara. Meskipun berita itu ditutup rapat-rapat, tapi mafia lo, perusahaan lo. Semua masih tetap sama kan?"

"Lo meragukan gue?" tanya Acha, melipat tangan di depan dada.

"Salah besar, kalau gue ragu nggak mungkin datang ke lo."

"Jadi lo manfaatin kemampuan dan kekuasaan gue?" tanya Acha, dingin.

"Tentu, selagi punya sahabat yang bisa segalanya kenapa nggak dimanfaatin," jawab Seola, tersenyum miring.

"Bagus, gue suka kejujuran lo."

"Semua yang gue punya masih sama. Sekalipun publik tau kalau gue seorang pembunuh, gue menjamin bahwa kekuasaan gue tetap berada di paling atas," lanjut Acha, tersenyum manis.

Satu yang perlu diwaspadai dari Acha, yaitu senyumannya. Bagi orang luar, mungkin beranggapan senyuman termanis itu ya seperti senyuman biasa, menunjukkan keramahan dan kesenangan. Namun, bagi orang yang sudah mengetahui seluk-beluk Acha, senyuman itu menandakan kematian.

🦋

Jam menunjukkan hampir pukul 12 malam. Akan tetapi, Lander tetap terjaga dengan ditemani segelas kopi dan tumpukan berkas di hadapannya. Lander menggenggam pena erat-erat, lalu meletakkan ke meja cukup kuat. Sudah empat hari emosi Lander menjadi tidak stabil, lebih tepatnya saat Seola pergi tanpa memberitahu apa pun padanya.

"Shit!" umpat Lander.

Sangat menyebalkan, kata sang mommy jatuh cinta itu menyenangkan. Namun, apa-apaan? Baru empat hari Seola pergi, ia sudah frustrasi tidak jelas.

Selamat empat hari Lander tentu tidak diam saja. Dia untuk pertama kali menghubungi Seola melalui telepon ataupun pesan, tetapi sama sekali tidak ada balasan. Gadis itu seperti sengaja menghilang dari pandangannya. Lander tahu bahwa Seola berada di Indonesia, tapi untuk lokasi tepatnya dia sama sekali tidak tahu. Keberadaan Seola benar-benar ditutup rapat.

Lander sempat bingung bagaimana gadis itu bisa mempunyai perlindungan kuat, bahkan Fredic pun tidak bisa membobol informasi.

"Bukankah ini rencanamu, membuat saya jatuh cinta. Saya akui, kamu berhasil. Jadi bersenang-senanglah dulu, karena setelah ini jangan berharap bisa terlepas," desis Lander.

Lander tidak akan pernah melepas apa yang sudah menjadi miliknya. Lander pada akhirnya akan menunjukkan siapa dirinya dan seberapa berkuasa dia. Ya, Seola harus tahu konsekuensi membuatnya jatuh cinta. Seola harus merasakan betapa menggila pria itu karena cinta.

🦋

Varland menyusuri jalanan California yang tampak sepi. Di malam ini dia akan menjalankan aksinya, apa lagi jika bukan membunuh. Dengan style berwarna serba hitam, mata tajamnya terus meneliti keadaan sekitar, mencari mangsa paling tepat.

Sejujurnya, perasaan Varland sedang kacau. Ada keresahan yang ia juga tidak tahu apa penyebabnya. Maka dari itu, ia mencoba mencari kesibukan lain sebagai pengalihan.

Seringai tercipta di bibir tipis miliknya, berjalan mendekati seorang laki-laki yang sepertinya tengah mabuk.

"Perlu bantuan, Tuan?" tawar Varland.

Pemabuk itu mengerjapkan mata berulangkali mencoba melihat jelas objek yang mengajaknya berbicara. Tak lama pun menggeleng pelan seraya tangannya bergerak seakan mengusir. "T-tidak, sudah pergi jauh-jauh."

"Tapi Anda sedang mabuk, tidak baik jalan sendiri seperti ini," ucap Varland.

Laki-laki yang tampak berumur 40 tahun lebih itu berdecih tidak suka. Menghempaskan tangan yang mencoba membantunya berjalan. "Ck! Saya tidak perlu bantuan, menjauhlah. Pulang sana, lalu tidur."

"Mengganggu kesenengan orang saja," sambungnya, lalu kembali berjalan meninggalkan Varland.

Varland menatap kepergian tersebut. Dia mengangguk-angguk. "Mengganggu katanya, padahal gue mau buat dia merasakan kesenangan yang lebih luar biasa."

Saat hendak menyusul, tiba-tiba ponsel Varland berdering. Dia berdecak kesal, amat terpaksa harus mengangkatnya terlebih dahulu.

"Hm."

"Berhenti melakukan tindakan bodoh!"

Varland mengernyit heran. "Ck, apa yang Anda bicarakan?"

"Seseorang sudah melacak Anda, sedikit lagi semua bakal hancur."

Kaget, itulah reaksi pertama yang Varland berikan. Dia terdiam sejenak dengan rasa takut yang mulai menyelimuti. "A-apa? Gimana bisa? Bukannya Tuan memiliki penjagaan yang ketat? Kenapa bisa kebobolan?"

"Si bodoh ini. Anda menyalahkan Tuan? Sadarlah! Anda bukan apa-apa tanpa Tuan. Berterima kasih karena bisa bertahan sampai sekarang. Jika tidak, sejak tiga tahun lalu Anda sudah berteman dengan tanah."

"Itu balas budi, jika dulu pun saya tidak menolong dia. Dia sudah mati sekarang," balas Varland, tidak mau kalah.

"Heh, balas budi? Anda melakukan satu kebaikan, dan Tuan harus membalas dengan beribu kebaikan, begitu? Ya, bodoh memang gratis, tapi jangan semua Anda ambil."

"Ini peringatan terakhir. Jangan melakukan rencana busuk apa pun lagi pada gadis itu."

Tut-tut-tut!

Sambungan telepon dimatikan secara sepihak. Varland menggenggam ponsel dengan erat, matanya menajam, dan urat-urat menonjol menandakan dia marah.

"ARGH! SIALAN! KASUS TENTANG SEOLA NGGAK BOLEH SAMPAI TERBONGKAR."

🦋

Redoubtable [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang