1.5 [Peringatan]

3.4K 290 5
                                    

HAPPY READING!don't forget to vote and comment

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

HAPPY READING!
don't forget to vote and comment.

🦋

“KITA akhiri meeting ini, selamat siang.”

Ucapan tersebut diangguki oleh banyak orang, terutama Lander dan Louise. Saat ini salah satu perusahaan di Amerika Serikat mengadakan meeting, membuat beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan mereka harus datang mengikuti.

Setelah lima bulan lalu Lander dan Louise bertemu di meja meeting, kini amat terpaksa harus bertemu lagi. Lander merapikan jas hitam mahal yang terlihat sangat pas dan gagah di tubuh tegapnya. Dia memundurkan kursi lalu beranjak dari tempat tersebut diikuti sang sekretaris.

Fyi, sekretaris dan tangan kanan Lander berbeda orang, ya. Leon sebagai tangan kanan yang setia ngikutin Lander ke mana pun. Kalau dia masuk ke ruangan kerja Lander bawa file perusahaan, berarti sengaja sekretaris titipkan ke Leon, biar sekalian gitu.

Baru saja dua langkah keluar dari ruang meeting, suara yang sangat dikenal menghentikan langkah kakinya. Lander menjilat bibir bawah yang terasa kering, lalu memutar tubuh menghadap lawan bicara.

“Kenapa buru-buru? Kita belum saling menyapa,” ucap Louise.

Lander menggerakkan tangan menyuruh Ariel—sekretarisnya untuk pergi memasuki mobil duluan. Ariel mengangguk singkat, dia sedikit membungkuk setelah itu menjauh dari sana.

“Tidak perlu berbasa-basi, Louise,” ucap Lander mulai berbicara tanpa embel-embel panggilan Tuan Reodrick yang biasa digunakan.

“Wah, sejarah baru saja tercetak. Apakah bagus Tuan Lander bersikap tidak sopan seperti ini?” ejek Louise tersenyum remeh.

Lander tertawa sinis merasa lucu mendengar ejekan Louise yang lebih pantes untuk diri sendiri. Apakah pria itu lupa, bagaimana dia hidup selama ini dengan banyak hal yang dilakukan tanpa rasa sopan.

Tadinya Lander sangat tidak mau melihat wajah Louise. Apalagi setelah semalam mendapat laporan bahwa Louise menggoda Seola di mall. Entah kenapa dia merasa marah, hatinya panas. Jadi kenapa tidak sekalian saja sekarang memberi peringatan kepada Louise untuk menjauhi Seola, meskipun diyakini Louise tidak akan pernah mau melakukannya, malah pria brengsek itu semakin semangat.

“Apa pun yang Lander inginkan, selagi ada dia di sana, maka harus bersaing.”

Ingatlah terus moto brengsek yang disematkan dalam diri Louise.

“Saya harus bersikap sopan kepada orang yang tidak punya sopan santun, begitu?” tanya Lander.

“Apa maksud Anda, Tuan Lander,” ujar Louise.

“Jauhi Seola!” tegas Lander dengan tangan mengepal.

Dahi Louise mengernyit, merasa bingung apa hubungan antara Lander dan Seola. Karena memang dia belum mencari tahu apa-apa perihal Seola. “Apa urusannya sama Anda?”

“Rasanya tidak mungkin jika sebelum menyukai seseorang Anda tidak mencari tahu dulu tentang gadis tersebut. Ah, atau kekuatan Anda melemah? Tidak bisa menemukan informasinya?” cemooh Lander tertawa mengejek.

“Perlu ditegaskan, Seola kekasih saya!” tegas Lander lagi tanpa ingin dibantah.

Memang waktu itu setelah acara lelang Louise sempat menyuruh Bert mencari tahu untuk siapa kalung yang dibeli Lander, tetapi sampai detik ini laporan belum juga diterima. Mungkin sepulang dari sini Louise akan memukul kepala Bert yang bekerja tidak becus.

Louise menyembunyikan raut terkejut dengan kembali menampilkan wajah datar. “Jadi, kalung berlian itu untuk Seola?”

“Tidak perlu dijawab, bukan? Jauhi saja Seola, hanya itu. Jika dilakukan ya silakan, jika tidak ya tidak masalah. Karena Seola juga tidak mungkin menyukai pria brengsek seperti Anda,” lontar Lander.

“Jika saya disebut brengsek, lalu Anda harus disebut apa? Kita sama-sama brengsek, Tuan Lander,” balas Louise tidak mau kalah.

“Jelas berbeda, dari posisi saja saya jauh di atas Anda. Tentu cara bermainnya juga lebih berkualitas saya. Jadi jangan buat omong kosong untuk menyamakan kita.” Lander tersenyum miring, mengangkat tangan kiri melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan.

“Sepertinya kita sudah terlalu lama berbicara. Kalau begitu saya permisi.” Lander berbalik, berjalan pergi begitu saja dengan kedua tangan yang selalu dimasukkan ke dalam saku celana. Menghiraukan tatapan penuh amarah dari Louise.

“Keparat! Seola bakal jadi milik saya apa pun caranya!” tekad Louise.

🦋

Seola menguap kecil mendengar penjelasan dari sang dosen sejak satu jam setengah lalu. Tadi malam dia begadang untuk menonton film sampai pukul dua pagi, alhasil dia mengantuk sekarang.

Lagi, Seola menguap dengan mata terpejam. Dosen Zeya yang sedari tadi memperhatikan Seola, menggeleng pelan melihat kelakuan mahasiswinya yang mendadak berubah.

“Seola, pergi ke toilet cuci muka setelah itu cepat kembali ke kelas,” perintah Dosen Zeya.

Seola menegakkan badan, tersenyum lebar sebelum berlari keluar. Dia berjalan santai, padahal tadi Dosen Zeya mengatakan untuk cepat kembali, tapi apa pedulinya dia bisa membuat alasan nanti. Seola berbelok ke kiri, tempat toilet berada. Dia pun segera membasuh wajah, lalu mengelapnya menggunakan tissue. Setelah kering, dia memakai lip balm yang selalu tersimpan di saku agar bibirnya tidak kering.

“Seola cantik, tapi lebih cantik tubuh asli gue,” ucapnya kemudian berbalik hendak keluar toilet.

Sekarang kampus terlihat sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang. Seola mengeluarkan permen yang dibawa dari mansion, membuka lalu mengunyahnya. Kedua tangan dimasukkan ke dalam saku, berjalan tenang menikmati angin yang berhembus menerpa wajahnya.

Pandangan Seola yang tadi terlihat tenang, mendadak berubah ketika tidak sengaja melihat Ruffy bersama seorang laki-laki. Dahi Seola mengernyit, karena rasa penasaran dia pun memilih untuk mengikuti.

Mereka sampai di salah satu ruangan yang sudah tidak terpakai, Seola tidak mungkin ikut masuk, jadi dia hanya mengintip dari celah pintu saja.

“Lo mau apa lagi?” tanya sang laki-laki dengan nada muak.

“Kok gitu sih? Gue udah kasih semuanya buat lo, jangan nggak tahu diri, ya!” jawab Ruffy emosi.

“Terus? Lo lupa? Lo bisa beli ini-itu juga karena uang gue. Jadi semua udah impas, lo dapat duit gue, dan gue dapat tubuh lo.”

“Tapi lo nggak bisa gini, Givan! Lo nggak bisa ninggalin gue karena cewek lain.”

“Gue muak, lo terlalu membosankan. Udah cukup gue ngelindungi lo sampai sejauh ini, setiap saat gue harus ngurusin masalah lo.”

“Givan, lo kan udah janji. Kalau bukan lo terus siapa lagi? Gue nggak punya kekuasaan, Givan.”

“Kalau lo tau nggak punya kekuasaan, nggak usah jadi orang jahat! Miskin aja banyak gaya!” bentak laki-laki yang bernama Givan tersebut.

Givan menghempaskan tangan Ruffy yang sedari tadi memegang tangannya. Dengan penuh amarah mendobrak pintu, kemudian keluar dari sana. Ruffy mengepalkan tangan menatap tajam tubuh sang mantan kekasih yang mulai menghilang.

“GIVAN SIALAN!”

Seola terkejut mendengar teriakkan tersebut bahkan tadi dia hampir terjatuh karena buru-buru bersembunyi saat Givan hendak keluar.

“Wah, berita terbaru nih. Gue harus cari tau siapa itu Givan, kekuasaan apa yang dia punya sampai bisa melindungi sampah seperti Ruffy dan kawan-kawan.”

🦋

Redoubtable [ON GOING]Onde histórias criam vida. Descubra agora