2.0 [Dia]

2.9K 264 23
                                    

HAPPY READING!don't forget to vote and comment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAPPY READING!
don't forget to vote and comment.

🦋

SEOLA berjalan dengan raut wajah datar, sungguh hari ini adalah hari paling menyebalkan. Semua orang di kampus benar-benar bodoh karena mempercayai sesuatu tanpa adanya bukti. Memang diakui dia nakal, dan berotak licik, tapi untuk mengancam seseorang hanya karena tabrakan tidak sengaja adalah hal termurahan yang pernah ada.

Saat ini tujuannya adalah kamar, setiba di mansion dia tidak menemukan sang mommy. Mungkin saja wanita cantik itu sedang beristirahat.

BRAK!

Seola menendang pintu kamar, lalu menutupnya kencang. Emosi, sangat emosi terutama pada Varland sialan. Seola tidak menyesal karena sudah membenturkan kepala Varland ke tembok sebanyak tiga kali, seandainya bisa diulang dia akan melakukan itu berkali-kali lipat.

Seola menghela napas panjang, mengubah posisi yang tadinya tidur terlentang, menjadi tengkurap. Otak cantiknya sedang berpikir keras, rencana apa yang bisa dilakukan selanjutnya. Tak lama, senyuman penuh kemenangan tercetak di bibir pink tersebut, ada satu nama yang terlintas.

“Kalau Lander nggak bisa bantu gue, berarti emang gue ditakdirkan untuk minta bantuan 'dia',” ucap Seola.

“Gue berangkat ke Indonesia malam ini juga!” tekad Seola.

🦋

Sepuluh menit setelah Seola pulang, Lander datang dengan terburu-buru. Tadi saat jam makan siang Leon memberi info bahwa di kampus miliknya terjadi bunuh diri. Tanpa berpikir panjang, dia segera bergegas ke sana meninggalkan hidangan yang baru dimakan setengah.

Kaki panjang pria itu membawanya ke lapangan. Sangat ramai, semua orang membentuk lingkaran untuk melihat, memfoto ataupun memvideokan. Zoe, sang korban masih terkapar di sana dengan bersimbah darah.

“Tolong, beri jalan!” tegas Leon.

Mendengar suara berat dan tegas itu, mereka menoleh ke belakang menatap dua pria yang sangat mereka kenali.

“Menyingkirlah!” tegas Leon, lagi.

Tersentak, mereka sadar dari keterdiaman, kemudian segera membuka jalan mempersilakan untuk lewat. Lander berjalan di tengah keramaian, aroma parfum mahal yang dikenakan menyeruak ke dalam hidung banyak orang. Tak hanya itu, aura menyeramkan dari Lander pun dapat dirasakan juga.

“Tuan Lander,” sapa Rektor Landers University.

Lander mengangguk, tatapannya terfokus pada korban, lalu mendongak melihat lantai tiga tempat di mana sang korban melompat.

“Apakah sudah ada bukti atau saksi mata?” tanya Lander mengalihkan pandangan sekilas pada rektor dan pemimpin kepolisian di sana.

“Sejauh ini hanya ada satu bukti kuat, Tuan. Sebelum melakukan bunuh diri, korban sempat bertengkar dengan salah satu mahasiswi. Beberapa dugaan, mahasiswi tersebut merasa dendam, hingga akhirnya mengancam korban,” jawab Polisi.

Alis Lander mengernyit heran. “Alasan bertengkar?”

“Dari penjelasan yang menjadi saksi mata, mahasiswi itu dan korban tidak sengaja bertabrakan saat pagi tadi.”

Lander semakin dibuat tidak mengerti, hanya karena tabrakan tidak sengaja masalah bisa sepanjang ini? Benar-benar di luar dugaan.

“Lalu?” tanya Lander.

“Awalnya juga saya tidak yakin, tapi melihat mahasiswi tersebut memiliki gangguan mental, dan sudah sering menyakiti banyak orang. Bukankah ada peluang jika dia memang penyebab korban bunuh diri,” sahut Rektor.

Gangguan mental, pikiran Lander langsung tertuju pada Seola. Dia pun menatap sekeliling mencoba mencari di mana Seola berada. Meskipun kecil kemungkinan masih berada di kampus, mengingat bagaimana sifat gadis itu yang tidak terlalu peduli keadaan sekitar.

“Tuan, Anda sedang mencari siapa?” tanya Leon.

“Hubungi Seola,” perintah Lander.

“Baik Tuan.” Leon menjauh dari sana, agar tidak berisik saat menelepon.

“Tuan Lander, bagaimana menurut Anda tentang mahasiswi yang menjadi tersangka tersebut?” tanya Polisi.

“Siapa?” tanya Lander balik, penasaran.

“Seola Gracepa Vand, Tuan,” sahut Rektor.

Sial! Lander mengepalkan tangan, aura kemarahan yang tertahan tampak jelas di wajah tampannya. Tidak salah jika dia langsung berpikir tentang Seola saat mendengar kalimat 'gangguan mental'. Namun, apa-apaan, Seola menjadi tersangka utama kasus bunuh diri? Tidak, Lander sama sekali tidak percaya akan hal itu.

“Tuan, Nona Seola tidak bisa dihubungi,” ucap Leon.

Kemarahan Lander semakin memuncak, pikirannya kalut. Bagaimana keadaan Seola sekarang? Apakah gadis itu baik-baik saja? Sangat yakin, berita tentang Seola yang menjadi tersangka sudah menyebar luas, dan pastinya sebelum pulang Seola sempat digunjing. Persetan dengan kasus bunuh diri, yang dia khawatirkan sekarang hanya Seola.

“Urus kasus ini, jangan sangkut
pautkan apa pun pada Seola!” perintahnya pada Leon.

Tanpa basa-basi, dia segera beranjak meninggalkan tempat tersebut. Tangannya merogoh jas mencari ponsel untuk terus menghubungi Seola.

🦋

“Tuan, ada berita tentang Nona Seola,” ucap Bert pada sang tuan yang sedang duduk santai, menikmati pemandangan California dari ruangan kantornya.

“Jelaskan.”

“Nona Seola menjadi tersangka kasus bunuh diri di Landers University,” jelas Bert.

Louise menggeram pelan, kacau sudah pikirannya. Kenikmatan yang tadi sedang berlangsung, hilang entah ke mana digantikan oleh amarah. Dia memutar kursi, menatap Bert nyalang. “Bagaimana bisa? Ck, apa Lander tidak bisa menjaganya.”

Bert hanya diam, dalam hati merapalkan banyak doa agar tidak kena amukan sang tuan lagi. Sudah cukup pagi tadi mendapat pukulan keras, yang sampai sekarang rasanya masih sakit. Hari ini Louise benar-benar menyeramkan, ah bahkan tiap hari memang menyeramkan, selalu menampilkan senyuman miring.

“Sudah seharusnya Lander tau diri, dia tidak akan pernah bisa menjaga Seola!” desis Louise.

“Seola pun juga harus membuka mata dan pola pikirnya. Apa yang bisa diharapkan dari Lander.”

“Banyak, jika boleh jujur Tuan Lander sedikit berbaik hati. Bahkan, uang dan kekuasaannya pun berkali-kali lipat di atas Anda,” ujar Bert dalam hati.

Ingin Bert mengatakan secara langsung, tapi tidak mungkin, ia masih begitu sayang nyawa. Jadi hanya bisa diam, berdiri bak patung mendengar segala omongan ketidaksukaan sang tuan pada kekasih dari gadis yang sedang disukainya.

🦋

Redoubtable [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang